2. Samar

880 68 1
                                    

/sa·mar/
1. kabur; tidak kelihatan nyata; agak gelap;
2. sayup-sayup (tentang pendengaran);
3. tersembunyi; kurang jelas (apa yang dilihat, dilakukan, dan sebagainya);
4. gaib alam yang tidak dapat dilihat dengan indra biasa; gaib;
5. saru; keliru;
6. kurang jelas (tentang kabar, peristiwa, dan sebagainya); tidak terang

***

The only way to predict if there's a cloud on your horizon due to glaucoma is to get tested. No matter what the diagnosis, the forecast is for clear vision in the years ahead.

― Willard Scott

***

"DOR!"

Fira tersentak. Ia berbalik. Matanya membulat.

"Marvin!" desisnya.

Marvin terkekeh. Ia duduk di sebelah Fira. Fira tak mengacuhkannya.

"Laptop lo lebih menarik dari gue, ya?" sindir Marvin.

Fira mendelik.

"Berisik! Jangan ngerusuh di perpus prodi orang."

Marvin terkekeh. Ia mendekat. Ia terkejut sebelum mendesis, "Bab I? Anjir, udah mulai skripsi lagi lo?"

"Cuma nyuri start gue. Lagipula sidang di jurusan gue kan dua kali."

Fira tak berbohong. Di jurusannya, Teknik Kelautan, sidang TA dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama mirip seperti sidang pendahuluan. Sidangnya pun hanya memuat tiga bab: Bab I, Bab II, dan Bab III. Sidang kedua, yang diselenggarakan semester berikutnya, memuat bab IV dan V.

"Emang target lo 3,5 tahun?"

Fira berhenti mengetik. Manik matanya mengarah ke Marvin.

"Emangnya lo sendiri sanggup?" balas Fira.

Fira dan Marvin saling melempar senyum tipis. ITH memang masuk jajaran kampus terbaik di Indonesia. Ketika banyak orang berebut kursinya, mereka malah frustasi ingin cepat lulus. Selain karena dosen berhati malaikat yang superlangka, situasi belajarnya seringkali membuat mereka sulit 'bernapas'.

"Nggak, Fir, makasih."

Hening. Marvin mengacak-acak tempat pensil Fira–kebiasaannya saat tak memiliki bahan obrolan dengan sahabatnya. Ia terkejut.

"Seinget gue, minggu lalu lo baru balik, deh."

"Emang."

"Terus ini tiket apa dong?"

Marvin mengacungkan dua tiket. Tiket itu untuk pulang-pergi Bandung-Yogyakarta.

"Ya tiket balik!"

"Ngapain lo balik lagi? Jogja-Bandung jauh, lo."

"Oma gue nyuruh balik."

"Lah, ngapain?"

"Ga tau sih, katanya ada kenalan atau apalah itu. Gue nggak fokus pas Oma ngomong. Tekanan darah gue drop."

Marvin mengambil botol minum dari tasnya. Sambil membuka tutupnya, Marvin berkata, "Mau dijodohin kali, ya?"

"Menurut gue juga gitu, sih."

Marvin tersedak. Dengan sigap, Fira memijat tengkuknya.

"Makasih, Fir." Marvin berusaha bernapas normal. "Reaksi lo! Nggak bisa apa panik dikit?"

"Ngapain gue panik? Nggak ada gunanya. Lagipula susah tau ngelawan perkataan Oma. Doi pedes abis!"

Marvin mengangguk.

[1/3] PrasamayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang