27. Rumpun

271 28 4
                                    

/rum·pun/
1 kelompok tumbuhan yang tumbuh anak-beranak seakan-akan mempunyai akar yang sama (seperti buluh, tebu, pisang, serai, dan talas); perdu
2 golongan besar bangsa (bahasa) yang sama asal dan jenisnya; golongan hasil susastra yang sejenis
3 orang-orang yang seketurunan sama nenek moyangnya

***

One measure of friendship consists not in the number of things friends can discuss, but in the number of things they need no longer mention.

— Clifton Fadiman

***

Arina tak pernah menduga apapun. Pahamnya terpantik tatkala Marvin muncul dengan kepala basah dan benak berkabut. Bahkan, saat Marvin tak mengizinkannya turut serta, ia tak banyak berkomentar. Untuk seseorang yang selalu ingin tahu, Arina sangat sabar. Ia bahkan sempat masuk ke rumah makan tempatnya parkir untuk membeli tiga burger. Yang tak diduganya adalah Marvin datang dengan pria asing sembari menopang Fira yang—

"Apa?" pekik Arina.

Gadis itu keluar dari mobil. Ia langsung merebut Fira dari Marvin dan pria asing itu. Gadis itu memapah Fira ke kursi belakang mobil.

"Lo kenapa?" tanya Marvin.

Arina bahkan abai pada ucapan Marvin. Gadis itu sibuk membaringkan Fira di mobil.

Marvin melirik Jaya. Pria itu membeku. Akhirnya, Marvin bersuara, "Kenalin, Rin, ini Kak Jaya. Dia bantuin Fira keluar dari sana."

Putaran kepala Arina secepat burung hantu. Gadis itu langsung menghunjam Jaya dengan pandangnya. Marvin nyaris menyikut Arina tatkala gadis itu menghela napas.

"Halo, Kak Jaya. Terima kasih," kata Arina.

Kalimat Arina bahkan tak sesopan biasanya, namun Marvin menghela napas. Gadis itu menahan emosinya.

Jaya pun turut melunak. Ia berujar, "Maaf, ya."

"Siapa yang mukul Fira?" tanya Arina.

Jaya hendak menuturkan kebenaran, namun Marvin menyela, "Gue ceritain, Rin. Biarin Kak Jaya balik ke pesta." Marvin menoleh. "Terima kasih, Kak Jaya. Maaf mengganggu."

Jaya mengangguk. Langkah membawanya kembali ke restoran.

Setelah Jaya menyeberang, Arina menyindir, "Yang bener aja."

Marvin berujar, "Mereka lagi reuni. Dimas mabuk, tiba-tiba ngehajar Fira. Gue ga mau nyalahin mereka, Rin. They want to have a good time."

"Dengan nggak langsung bawa Fira ke rumah sakit?" serang Arina.

"Katanya sih tengkoraknya ga retak," bela Marvin.

"Mana kita tau, Vin! Bisa aja ada pendarahan internal. Lo mau tanggung jawab kalau Fira kenapa-kenapa?" tanya Arina.

Mau tak mau, Marvin meledak, "Lagian kenapa? Fira kan udah biasa dipukulin juga."

Detik berikutnya, sesal mengguruh. Marvin hendak melantunkan maaf, namun Arina terlanjur berang. Arina tak pernah menghajar atau menampar orang, namun acapkali ia marah, kukunya ditusukkan ke telapak tangan.

Marvin mengulurkan tangan. Pelan, ia membuka telapak tangan Arina yang nyaris berdarah. Untung gadis itu tak suka melakukan manicure. Kukunya selalu pendek.

"Rin," panggil Marvin. "Gue—gue minta maaf. Gue kesel sama diri gue sendiri karena meragukan omongan lo." Marvin menghela napas. "Gue kira Fira dan Dimas sama-sama cukup dewasa untuk ditinggal berdua aja."

[1/3] PrasamayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang