56. Gombak

93 11 0
                                    

/gom.bak/
1. jambul (pada ayam, burung, bunga, dan sebagainya)
2. jambak (rambut di dahi kuda)
3. rambut di atas dahi (yang ditinggalkan sehabis berpangkas)

***

The first step towards getting somewhere is to decide you're not going to stay where you are.

J.P. Morgan

***

Arina mengernyit. "Gini doang?"

Fira bertanya, "Emangnya ada lagi?"

Arina menepuk dahi. Fira memancing tanya tanpa memikirkan reaksi lawan bicara.

Mereka terduduk di taman kampus untuk menjauh dari jurusan. Di sana, mereka membuka ponsel Fira.

Sungguh, Arina memicingkan mata. Ia memang telah mengetahui bahwa Bang Acin dekat dengan Fira. Ia mengira bahwa mereka akan berkembang dan bertumbuh bersama. Tentu saja Arina berbahagia. Bang Acin memang tak setampan pria biasa, namun namanya tak tercantum dalam daftar pemain wanita. Ia mengira bahwa kisah mereka akan merekah. Mungkin Fira akan dibawa ke luar negeri?

Sayangnya, Arina dihadapkan dengan kecewa. Bukannya menemukan Fira dan Bang Acin bersatu, ia malah menemukan Bang Acin yang sibuk merekomendasikan pekerjaan pada Fira. Dimas pun berlaku serupa, entah mengapa.

"Yang mau lo omongin--" Arina berdecak. "Gue kesel sama lo!"

Fira menyindir, "Emangnya lo mengharapkan jawaban apa dari gue?"

"Yang jelas, bukan jawaban yang nggak seru begini." Arina menggeleng. "Lo jangan serius-serius amat deh."

"Sekarang semester akhir, Rin. Mau gue ngapa-ngapain juga ga bakal sempet. Lo tau sendiri gue cuma di kampus?"

Arina merenggut. "Bego gue udah percaya sama lo."

Mereka berdua mendesah.

"Ya udah, cerita sama gue. Lo dapet kerja di mana?"

Fira terkekeh. "Sejujurnya, gue dapet dua. Satu proyekan di Batam, satu lagi kontrak dua tahun sebelum diangkat tetap di Palangkaraya."

"Lo nggak apa-apa dikirim jauh-jauh gitu?"

"Ga peduli sih gue. Ga ada yang perlu gue pertahanin lagi di sini."

"Adek lo?"

"Kalau gue punya uang buat ngebiayain, gue bisa bawa sih. Toh tahun ini lulus juga."

"Wait, dia lulus tahun ini?" Arina terbelalak. "Kok kayanya cepet ya?"

"Soalnya bukan lo yang liat dia." Fira menepuk pundak Arina.

Keduanya menutup mata. Awan berkerumun di langit dan menebar warta akan kehadiran hujan beberapa jam lagi. Setidaknya, saat itu, mereka dapat bertukar kisah di sela angin yang perlahan berhembus.

"Marvin nggak akan dateng?" tanya Fira.

"Tadi udah ngabarin sih. Katanya seharian ini presentasi tugas besar."

"Seharian banget?"

"Tugas dia kan bikin sesuatu. Paling di bengkel atau studio. Tanya sendiri, gue juga nggak ngerti."

Fira mengangguk.

"Nggak kerasa ya, semester terakhir udah beres lagi." Arina mendesah. "Rasanya gue nggak mau pergi dari kampus ini."

"Kalau nggak pergi, lo nggak berkembang." Fira tersenyum tipis. "Tapi emang sedih, sih. Rasanya masa kecil berakhir? Kaya gue bentar lagi dewasa?"

"Bentar lagi nyari uang sendiri. Bayar pajak. Nggak bisa liburan seenaknya kecuali gaji mendukung." Arina menutup mata. "Ga enak juga ya?"

[1/3] PrasamayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang