45. Tara

118 14 0
                                    

/ta·ra/
1 yang sama (tingkatnya, kedudukannya, dan sebagainya); banding(an); imbangan
2 selisih antara berat bruto dan neto
3 potongan harga barang yang dinyatakan dengan persen (uang, bobot) dengan pengganti pembungkusnya (petinya dan sebagainya)
4 alat dari kayu yang berpaku untuk membuat garis pada kayu
5 gambaran; angan-angan; imaji

***

In order to go on living one must try to escape the death involved in perfectionism.

― Hannah Arendt

***

Sherlina terduduk di sajadah. Matanya menolak untuk terbuka. Kepalanya tertunduk. Seharian mengikuti Fira di hari Sabtu menyita seluruh kewarasannya. Ditambah dengan akhir pekan yang tak dicecap dengan berbelanja atau melancong ke tempat wisata, ia tak sabar untuk berkubang dengan pekerjaannya. Sayangnya, Senin enggan mengetuk. Minggu merenggut kewarasannya.

Pundaknya ditepuk. Fira terduduk di sebelahnya. Ia bertanya, "Mbak masih mau ngekorin aku hari ini?"

"Iyalah! Lo pasti ke mana-mana kalau nggak diawasin!"

Fira menghela napas.

"Oke. Mbak mending ambil laptop dari kosan deh, biar nggak gabut kaya kemarin."

Sherlina memutar mata.

"Terserah lo aja," ucap Sherlina.

"Tapi Mbak harus siap-siap dari sekarang. Aku datang sepagi kemarin. Kita harus ke kosan Mbak dulu."

Sherlina menggeram.

Langkah mereka terseret ke jalan besar. Bersama, angkutan kota membantu mereka membelah beku embun pagi.

Mereka turun dan masuk ke indekos Sherlina. Dari depan, Fira menangkap bangunan tiga lantai mewah. Rupanya, gaji Sherlina cukup untuk tinggal di indekos dengan eksterior apik.

Langkah Fira dibawa ke salah satu kamar di lantai satu. Fira mengernyit saat melihat mesin cuci di dekat kamar Sherlina.

"Di sini ada mesin cuci?" sindir Fira.

Sherlina memutar mata.

"Nggak usah komen," protes Sherlina.

Fira mendesah, lalu berujar, "Nyuci dulu aja kalau mau, Mbak. Masih ada waktu kok."

Sherlina merenggut.

Tatkala Sherlina memasukkan baju di mesin cuci, Fira melangkah masuk ke kamar Sherlina. Indekos Sherlina tak jauh berbeda dengan indekos Fira: tanpa furnitur tambahan dan penuh buku. Yang membedakannya adalah ukuran dan desain interiornya. Selain dilengkapi barang-barang bercat netral, jendela kamar Sherlina juga menghadap taman kecil. Rak buku menjulang tinggi di salah satu dinding, sehingga kamar Sherlina tak sesemrawut kamar Fira.

Fira merenung. Pantas saja Sherlina acapkali naik pitam tatkala menginap di indekos Fira. Pindah ke ruangan sempit tanpa estetik, berbagi dengan sepupu yang sikapnya tak sesuai harapan, dan diseret ke tempat asing tanpa pekerjaan pasti memakan energi dan kewarasan.

Fira tak berani duduk di sofa atau kasur Sherlina. Ia pasti mengamuk atau berkomentar bahwa Fira menodai kamarnya. Sebagai gantinya, Fira kembali keluar dan duduk di kursi di tengah ruang tamu indekos.

Tak lama kemudian, Sherlina kembali dengan pakaian basah. Fira mengekor dan membantu Sherlina menjemur pakaian.

"Kemarin lo bahkan ga mau bantu!" tuduh Sherlina.

Fira menjawab, "Mbak nyuruh aku nyuci pakai tangan saat di sini ada mesin cuci."

Sherlina menggeram.

Mereka kembali, Sherlina mengambil laptop, dan mereka langsung berangkat ke kampus Fira. Di perjalanan, Fira kerap melirik Sherlina. Yang ditatap bermuram sembari memeluk tas.

[1/3] PrasamayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang