28. Renyuk

281 27 2
                                    

Halo.

Saya masih mencari kerja, jadi belum bisa update sering. Doakan cepat keterima ya 👍

Jika kawan-kawan butuh versi full Bahasa Indonesia, ada di bagian bawah, ya. Scroll langsung saja.

Selamat hari raya idul fitri. Mohon maaf lahir batin. Selamat liburan!

Akhir kata, selamat membaca.

***

/rê·nyuk/
1 kumal; berkerumuk
2 rajuk
3 sentak; rentak
4 pecah tetapi tidak berderai (tentang kaca)

***

It's discouraging to think how many people are shocked by honesty and how few by deceit.

— Noël Coward

***

Firalah yang pertama membuka mata.

Alarm-nya berbunyi. Beberapa detik setelah ia mematikan alarm, azan subuh berkumandang. Ia hendak bangkit seperti biasa, namun kepalanya berdenyut.

Ia nyaris menjerit.

Ingatan menghantam. Ia kembali mengingat kejadian malam sebelumnya.

Ia menyentuh kepalanya. Dua handuk lembap menyapa ujung jemarinya. Dengan terpaksa, ia menyibak kedua handuk ke lantai dan segera bangkit. Kepalanya berdenyut nyeri, namun Fira tak peduli.

Kala Fira melewati meja di kamar, ia mengambil kaca kecil. Ia memeriksa lebam di wajah.

Lebamnya membengkak, namun tak separah yang ia duga. Setidaknya, ia masih bisa menahan sakitnya.

Kala ia keluar kamar, pintu kamar Lydia terbuka. Gadis itu mengernyit menatap Fira.

"You look awful," komentar Lydia.

"Thanks." Fira menguap. "Is there anyone in the loo?"

"I don't think so." Lydia menggeleng. "Just use it."

Fira melangkah ke toilet. Lampunya mati.

Kala Fira masih di toilet, Arina terjaga. Gadis itu langsung bangkit dan mencari Fira. Kala ia mencapai pintu kamar Fira, Lydia menyambutnya.

"I didn't see you coming," Lydia mulai.

Arina tidak menjawab. Ia hanya mencari Fira.

Karena Lydia menangkap gelagat Arina, ia cepat berujar, "Chill, darl, she's in the toilet."

Arina memutar kepala. Kali itu, Lydia menjadi sasaran tatap nanarnya. Akhirnya, Arina menyindir, "You look totally fine for someone that witness a girl with bruised face."

Mata Lydia membulat. Ia menjawab, "I don't want to make a fuss. Both of you need to pray. After your morning pray, I'll offer for help." Lydia terdiam. "You know Fira, right? She hates to be the center of attention."

Ucapan Lydia membungkam Arina. Untungnya, Fira keluar toilet. Ia keluar sembari memegang kepala.

"Ngapain di depan pintu, Rin?" tanya Fira.

Arina melompat. Ia bergeser dan membiarkan Fira masuk kamar.

Lydia dan Arina sama-sama menyaksikan Fira masuk kamar. Gadis dengan muka lebam itu sama sekali tak sadar akan beku yang berembus di tengah Lydia dan Arina.

[1/3] PrasamayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang