3. Prefiks

618 69 0
                                    

/pré·fiks/
imbuhan yang ditambahkan pada bagian awal sebuah kata dasar atau bentuk dasar; awalan

***

Sometimes, we are so attached to our way of life that we turn down wonderful opportunities simply because don't know what to do with it.

― Paulo Coelho

***

Fira terkantuk-kantuk. Ia berangkat pukul empat sore dengan kereta ekonomi.

Sambil menguap, ia memposisikan diri agar tidurnya nyenyak. Untung ia duduk dekat jendela. Posisi itu adalah posisi ternyaman untuk Fira.

Baru saja mata hendak terpejam, ponselnya bergetar. Pasti telepon. Pasti dari keluarganya.

Ia mengeluarkan ponsel dari tasnya. Ia melihat tulisan 'Ibu' di layar.

"Halo?"

"Sudah sampai mana?"

"Baru berangkat," sahutnya. Padahal, kereta belum beranjak.

"Kenapa kamu nggak naik kereta eksekutif? Kan nggak perlu capek-capek berangkat lebih awal."

Pening menyerang kepalanya.

"Fira nggak punya uang, Bu."

Ibunya mendesah.

"Fir, Ibu cuma bercanda. Jangan serius-serius amat, dong."

Fira mendengus. Jika ia tak membela diri, ibunya akan menyalahkannya. Jika ia terus menunduk, beribu omelan akan menghancurkan harga dirinya.

"Ya sudah. Hati-hati," lanjut ibunya.

"Iya."

Fira memutuskan sambungan telepon. Ia langsung memasang airplane mode di ponselnya. Persetan dengan telepon-telepon masuk! Ia butuh tidur!

Ia menyalakan alarm pada pukul enam. Ia menggeser duduknya. Sekejap, ia terlelap.

Jam enam, alarm berbunyi. Ia terbangun dan mengerjap. Saat menoleh, ia terkejut. Seorang pria tidur di bangku sebelah. Seingatnya, pria itu belum ada sebelum terlelap. Pria itu menggunakan headphone dan penutup mata.

Fira terkikik. Ia membayangkan ia dan pria di sebelahnya dipertemukan oleh takdir. Ya ampun, pasti lucu sekali! Mirip sinetron!

Ia memperhatikan pria itu lagi. Badannya kekar. Jelas Fira kalah tinggi darinya. Namun, entah mengapa, Fira merasa bahwa pria itu tak lebih tua darinya. Jika begitu, Fira mundur saja. Bukannya ia membatasi lingkup 'calon jodoh'-nya, tapi ia mencari yang lebih dewasa. Yah, dewasa tak dipatok dengan umur, tapi bukan rahasia lagi jika pria mendewasa lebih lambat dari wanita.

Pria itu bergerak. Fira bergeser. Untung saja pria itu tak terbangun.

Dengan hati-hati, Fira pergi dari kursinya. Ia beranjak ke toilet dan wudhu. Ia kembali dan shalat. Setelah shalat, Fira mengambil ponsel. Ia mematikan airplane mode dan mulai melihat-lihat. Untung saja keluarganya tak menghubunginya.

Saat tengah mencari earphone untuk mendengarkan voice note dari Marvin, pria di sebelahnya terbangun. Ia mengerjap dan mendapati Fira sedang menatapnya. Secara otomatis, pria itu mengalihkan pandangannya.

Karena Fira malas bersosialisasi, ia kembali menatap ponselnya. Tak lama kemudian, senyumnya terbentuk. Marvin sialan! Ia malah menyanyikan lagu The Man Who Can't Be Moved. Masalahnya, suaranya sumbang!

[1/3] PrasamayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang