21. Nol

293 28 0
                                    

/nol/
1 bilangan yang dilambangkan dengan 0
2 kelas persiapan sebelum memasuki tingkat pertama dalam urutan kelas
3 tidak ada kenyataan; omong kosong
4 tidak ada hasil

***

Maturity, one discovers, has everything to do with the acceptance of 'not knowing.'

- Mark Z. Danielewski

***

Langit memekat. Arina menghela napas.

Ia membeku di balik setir mobil. Indekos Fira terlihat di ujung jalan. Karena Arina tak bisa memarkirkan mobil di depan indekos Fira, ia terpaksa berhenti cukup jauh dari sana.

Arina melirik ponsel di jok depan penumpang. Pesan terakhir Fira menyambut matanya.

Mettadevi N. Safira: Oke, Rin. Maaf banget ya.

Arina menghela napas. Dimas membuat Fira kembali mengulang kebiasaan lamanya; yang, padahal, sudah Arina hapus perlahan. Fira kembali meminta maaf untuk sesuatu yang bukan salahnya.

Ponsel Arina berbunyi. Marvin mengirimkan pesan.

Marv: Gue tau lo baca pesan gue yang tadi, tapi lo ga mau cerita dulu kan
Marv: Nanti gue hubungin lagi

Arina mengernyit.

Arina Rahmaningrum: Lo ngapain ganti display name?

Marv: Bosen bosq

Arina Rahmaningrum: Terserah

Arina memegang setir mobil erat. Setelah terdiam beberapa saat, ia mengambil kotak make up dan tasnya. Kemudian, ia melangkah ke indekos Fira.

Di jalan, ia teringat ponselnya yang tak terbawa. Akhirnya, ia kembali ke mobil.

Kala ia mencapai mobil, seseorang menepuk pundaknya. Arina berbalik. Ia mengira Fira menyusulnya, namun perkiraannya salah.

"Rin," sapa Ghassan.

Arina mematung. Ia hendak membalas sapaan Ghassan, namun mulutnya terkunci.

"Oke." Ghassan mengangkat tangan. "Gue ga bakal ganggu lo. Gue cuma mau bantuin lo bawa kotak make up lo. Itu berat, kan?"

Arina tak menjawab. Ghassan merebut kotak make up dari tangan Arina.

Tanpa sadar, Arina membiarkan Ghassan. Bahkan, ia tak berpikir kala mengambil ponsel dari mobil. Ketika Ghassan mengekorinya ke indekos Fira, Arina tak berkutik.

"Kosan Fira masih di sini ya," gumam Ghassan.

Arina tak menjawab.

Ghassan menyerahkan kotak make up Arina. Arina hanya menggumamkan terima kasih. Tanpa pikir panjang, ia masuk ke indekos Fira.

"Lo tau kalau lo lagi ngacuhin gue, kan?" tanya Ghassan.

Arina berhenti. Lidahnya gatal karena ingin membenarkan penggunaan kata 'acuh',namun ia enggan berlama-lama dengan Ghassan. Akhirnya, ia memilih masuk ke indekos Fira.

Di dalam, Fira menunggu di kursi tamu.

"Itu Ghassan?" tanya Fira.

Bola mata Arina membulat.

"Lo liat?" pekiknya.

"Iya." Fira menunjuk jendela di hadapannya. "Keliatan."

Arina tak menjawab.

[1/3] PrasamayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang