/na·nah/
cairan berbau busuk yang keluar dari luka, kudis, bisul, dan sebagainya berwarna putih kehijauan.***
We can easily forgive a child who is afraid of the dark; the real tragedy of life is when men are afraid of the light.
— Plato
***
Rintik masih berderak, namun senyap mendera Tiara.
Ia baru pertama kali menghadapi sosok seperti Fira. Orang lain tak pernah abai acapkali ia menjejak suatu tempat. Bersama Fira, ia terbelalak. Mengapa Fira tak bisa berlaku seperti orang kebanyakan?
Tiara tertegun. Ia tak berani membayangkan perasaan Dimas kala berhadapan dengan Fira.
Kala Tiara hendak membuka suara, Jaya merangkulnya dari belakang. Tiara berbalik.
"Beneran ga mau masuk?" bisik Jaya.
Tiara menggeleng.Jaya mendesah. Ia masuk ke ruang utama, lalu kembali dengan seorang pelayan. Rupanya, pelayan membawakan tiga cangkir teh panas ke meja.
Fira, yang tak melepaskan netranya dari hujan, melirik sebentar, namun ia kembali melayangkan pandang pada mobil dan motor yang saling bersahutan.
Jaya menepuk pundak Tiara. Tiara menghela napas.
"Fira," panggil Jaya.
Fira menoleh. Kali itu, Jaya menelan ludah. Tatap Fira membuat bulu kuduknya berdiri.
Jaya melirik Tiara. Tunangannya malah menatapnya lekat, seolah menunggunya berucap. Mengapa gadis itu tak tunduk di sekitar eksistensi Fira?
"Ah." Jaya menggaruk kepala. "Kamu butuh bantuan? Mau saya antar ke rumah sakit?"
Fira menggeleng.
Tiara berujar, "Bukannya Brian dokter? Kamu bisa minta bantuan ke Brian kan?"
Netra Jaya bersinar, namun padam seketika. Ia mengeluh, "Belum dateng. Ga tau di mana."
Tiara dan Jaya bersitatap lama, lalu keduanya kembali melirik Fira. Gadis itu memejamkan mata. Jaya mengulurkan tangannya ke cangkir teh dan menenggaknya.
"Pelan-pelan," peringat Tiara.
Jaya menjawab, "Nggak apa-apa." Cangkirnya ia letakkan di meja. "Aku masuk dulu, Sayang. Panggil aja, ya."
Jaya mencondongkan wajah, namun telapak tangan Tiara menghadang. Seketika, Jaya maklum. Ia melirik Fira. Yang ditatap malah memejam dan bersandar ke dinding. Tak melewatkan kesempatan, ia mencium Tiara.
Jaya membaur dengan kawan-kawannya. Tiara ditinggalkan berdua dengan Fira.
Lagi.
Tiara mengulurkan tangan ke Fira, namun pikirnya mempertimbangkan fakta bahwa Fira tak suka dibantu. Kala ia memapah Fira, ia sadar bahwa gadis itu menegang. Tiara menebak bahwa sesungguhnya tersinggung, namun gadis itu tak mampu melontarkan protes.
Akhirnya, Tiara malah mengulurkan tangan ke beranda. Rintik hujan menyentuh ujung jarinya.
Seolah mengkhianatinya, hujan menghunjamkan titiknya lebih cepat. Tiara segera menarik tangan.
Tatapnya kembali menumbuk Fira yang sudah tak sadarkan diri. Di tengah lamunan Tiara, raungan Dimas sebelumnya membuatnya merinding."Siapa yang bawa setan kecil ini masuk?"
Jeritan itu menusuk hati Tiara. Tak banyak orang yang berani melengkingkan suara di seluruh lingkaran pergaulannya. Terakhir kali ia mendengar jerit seperti itu—
KAMU SEDANG MEMBACA
[1/3] Prasamaya
ChickLitBuku pertama dari trilogi Wanantara. . Dalam Bahasa Sansekerta, Prasamaya berarti 'perjanjian'. Rata-rata manusia tersenyum pada dunia. Gelak tawa dan canda menggema di seluruh penjuru. Sayangnya, tawa itu hanya tampak dari luar. Jika ditilik lebih...