39. Kero

213 21 1
                                        

/ké·ro/
1 tempat tidur dari pipa besi
2 juling (tentang mata)

***

As human beings, we are geniuses. What we didn't get from the home, we find ways of getting elsewhere.

― Drexel Deal

***

Fira termangu tatkala Dimas mengirimkan pesan.

***

Adimas: Jemput gue di bandara ya

***

Fira bahkan belum mencapai Jogja. Ia tak mengerti isi kepala Dimas.

Fira meletakkan ponsel di pangkuan. Jika tak salah, Fira akan tiba sebelum pukul tiga. Masih cukup bagi Fira untuk mencapai rumah dan mempersiapkan diri sebelum makan malam.

Ah, makan malam. Sejak pertemuan Fira dengan Dimas di rumahnya, pria itu belum pernah menjejakkan kaki di sana lagi. Fira sedikit menyesal karena memilih menghindar tatkala Dimas menyinggungnya kala itu. Seharusnya, ia diam dan mengiyakan saja. Jika mereka tampak baik-baik saja, keputusan untuk "berpisah" akan dihargai pihak keluarganya, bukan?

Ponsel fira berdering. Kali itu, Dimas meneleponnya. Mau tak mau, Fira mempersiapkan mental.

"Lo jemput. Gue udah di bandara."

"Masih di kereta." Fira melirik jam. "Baru datang sejam lagi."

"Gue ke rumah lo duluan aja?" tanya Dimas. "Ogah. Bareng aja."

"Tunggu kalau gitu." Fira bersandar di kursi kereta. "Nggak apa-apa kan?"

Senyap.

"Gue tunggu di stasiun aja deh. Nanti gue kasih tau tempatnya."

Fira asal menggumam sebelum panggilan terputus. Ia nyaris terlelap sebelum membelalak.

Dimas mengiyakan ajakan Fira? Tidak hanya itu, pria itu juga menunggu Fira? Ia juga tak marah tatkala Fira tak mengikuti ucapannya?

Jantung Fira nyaris copot. Ia tak yakin akan langkah Dimas selanjutnya. Yang jelas, ia akan berusaha untuk menyelaraskan langkah dengan Dimas. Salah-salah, orangtua Fira—

Fira berhenti berpikir sebelum terlelap.

***

Fira ditepuk oleh rekan satu kursinya. Untung saja ia sempat berbasa-basi dengan wanita tua itu. Fira jadi dibangunkan tatkala kereta mencapai tujuannya.

Fira turun dan menghindar dari petugas yang berjasa membawakan koper. Sampai di ruang tunggu, ia melirik ponsel dan memeriksa gambar yang Dimas kirimkan di stasiun. Fira taka sing dengan tempat itu, sehingga ia langsung mendekati tempat itu.

Dimas duduk di kursi tunggu. Ia jelas-jelas tampak tak pada tempatnya. Ia mirip pelancong pesawat, sedangkan stasiun kereta yang panas dan sesak tak mendukung—

Tak cocok.

Fira langsung mendekat dan memanggil Dimas. Yang dipanggil melepaskan pandang dari ponsel dan mengeluh.

"Akhirnya!" Dimas mengangkat tangan. "Bau keringet di sini. Yuk pergi."

Nah, itu baru Dimas, pikir Fira.

Mereka berjalan keluar stasiun dan mencari taksi. Dimas menyuruh Fira duduk di depan, sedangkan ia malah merebahkan diri di belakang. Tak masalah. Fira perlu menyebutkan alamat tujuan.

[1/3] PrasamayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang