51. Bren

100 10 0
                                    

/brèn/
senapan mesin ringan yang dikendalikan oleh satu orang

***

Integrity is telling myself the truth. And honesty is telling the truth to other people.

― Spencer Johnson

***

Dimas menggeram. Tepukan Himari di pundaknya ditepis kasar. Ia langsung menepi dan memutar nomor Fira.

"Lo bilang apa ke Mama tadi?" maki Dimas.

"Nggak bilang apa-apa! Ibu Kak Dimas yang minta Kak Dimas langsung nelepon dari HP saya."

"Emang sebelumnya lo bilang apa?"

"Cuma bilang kakak ke warung beli minuman dingin."

"Kenapa ga alasan yang lain?" sindir Dimas.

"Karena terlalu cepet kalau disebut 'makan malam,'" bela Fira. "Ini nggak sampai dua puluh menit dari Kak Dimas ke sini. Kalau saya bilang Kak Dimas pulang, kencan sama Kak Himari nggak jadi, dong." Fira menghela napas. "Kakak yakin mau ngecewain Kak Himari?"

Dimas melirik. Himari menatapnya sendu.

"Oke, ga apa-apa." Dimas memijat pelipis. "Saya ga tau harus gimana. Mana saya harus bawa Himari ke rumah lagi."

"Nggak apa-apa, Dim," Himari menengahi. "Aku udah siap ketemu orangtua kamu."

"Bukan itu masalahnya!" bentak Dimas. "Fira, kamu masih di kosan, kan? Udah, pesen ojek online ke rumah saya. Ini mobil cuma bisa ngangkut satu penumpang."

"Saya ngga ada uang--"

"Saya gantiin!" maki Dimas. "Udah, langsung ke sana!"

Dimas membanting telepon. Himari menenangkan Dimas dengan mengelus pahanya.

"Nggak sekarang." Dimas mengangkat tangan Himari dan melepaskannya di paha Himari. "Ini keadaan genting."

"Nggak juga, sih, Sayang. Kita udah kenal lama, kan? Udah hampir dua tahun. Wajar, dong, kalau aku kenalan sama orangtua kamu."

"Bukan itu masalahnya," Dimas kembali mengelak. "Kamu--kamu--apa kamu pulang aja?"

"Nggak!" sahut Himari. "Aku ikut! Aku mau kenalan sama orangtua kamu!"

Mau tak mau, Dimas memutar mobil. Ia melambankan perjalanan; berharap bahwa detik berhenti saat itu juga. Momennya dengan Himari adalah waktu-waktu terbaik dalam hidup. Menawan, indah, molek, dan mulus.

Fira mengacaukan segalanya.

Mereka tiba di depan kompleks perumahan. Di depan gerbang, Fira jelas menunggu Dimas.

"Nggak masuk?" sindir Dimas.

"Saya cuma bawa HP. Nggak dompet. Nggak bisa nitip KTP," ungkap Fira.

Dimas memutar mata. Ia mendekat ke pos satpam dan berujar, "Ini temen saya. Biarin ikut masuk sama saya, ya."

Akhirnya, Fira diizinkan masuk. Mobil Dimas melaju begitu saja, sedangkan Fira mengekor dengan berjalan kaki.

Benar saja. Dari depan gerbang, mama Dimas menunggu. Ia menyaksikan kenampakan Dimas yang berada di mobil bersama Himari dan membiarkan Fira berjalan kaki.

Mama Dimas menghela napas.

"Ayo, masuk," ajak mama Dimas.

"Salam kenal, Tante," Himari mengulurkan tangan.

Mama Dimas tak menyambut tangan molek Himari. Sebaliknya, ia berujar, "Ya, Himari. Ayo ke dalam."

Ketiganya melaju ke ruang tamu dengan perasaan campur aduk. Hati Himari remuk karena ditolak mama Dimas. Dimas membeku karena tak mampu mengungkapkan realita pada Himari. Langkah Fira pun kecil dan takut, karena ia takut rahasianya terbongkar orangtuanya dan juga menyakiti Himari.

[1/3] PrasamayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang