"Wah Renjun pintar ya sudah bisa menulis nama sendiri." puji ayahnya. Renjun menunjukkan cengiran khasnya pada ayahnya lalu memberikan kertas itu pada ayahnya.
Renjun benar-benar diajari oleh sang ayah meski sang ayah sibuk. Tapi ia menyempatkan waktu luang untuk bisa mengajari anak sulung istimewanya.
"Aku bisa menulis. Apa ibu akan senang ayah?" tanya Renjun dengan mata berbinar. Sang ayah tersenyum lalu mengangguk.
"Aku akan menunjukkan tulisan ini hehehe." kata Renjun lalu mengambil kertas tersebut dari tangan sang ayah dan berjalan pergi mencari ibunya.
Matanya kesana kemari menelisik guna mencari keberadaan ibunya. Ternyata sang ibu berada di kamar Chenle. Renjun melihat Chenle sedang menggunakan sepatu dan tas yang sepertinya baru. Renjun memilih untuk masuk.
"Ibu ibu ibu! Aku bisa menulis." kata Renjun dengan semangat lalu memperlihatkan hasil tulisannya pada sang ibu.
"Tulisanmu jelek sekali. Lihat ini tulisan adikmu lebih bagus darimu." kata sang ibu membuat Renjun diam. Renjun melirik tulisan Chenle di meja lalu melirik Chenle adiknya yang kini sedang menatapnya juga.
"Aku mendapat nilai 100 dalam pelajaran matematika. Jadi ibu membelikanku tas dan sepatu baru." kata Chenle.
"Aku mau tas dan sepatu juga ibu." kata Renjun.
"Tidak ada. Itu terlalu menghamburkan uang. Tak akan ada gunanya." kata sang ibu. Renjun mencoba mencerna perkataan ibunya beberapa saat. Memang dirinya butuh waktu lama untuk mengerti. Tapi lambat laun ia semakin mengerti.
"Ibu tidak suka aku?" tanya Renjun lirih.
"Tidak. Kau hanya anak yang memiliki daya ingat rendah. Usiamu sudah remaja tapi sikapmu seperti anak kecil. Sia-sia aku membesarkan anak sepertimu." katanya.
"Chenle mau makan pizza kan? Ayo sekarang kita pergi ke toko pizza!" kata ibunya lalu menarik Chenle keluar dari sana menyisakan Renjun yang meremas kertas bawaannya.
Renjun menangis dalam diam. Dalam tangisannya ia berpikir, kenapa ia terlahir seperti ini. Kenapa Tuhan jahat padanya? Tapi ia meyakini jika Tuhan baik padanya. Renjun mengusap lelehan air matanya lalu berjalan keluar kamar Chenle menuju kamarnya sendiri. Tanpa Renjun sadari, ayahnya sendari tadi menatapnya dari kejauhan. Tentu saja dengan tatapan sedihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SADNESS
AléatoireKumpulan sad/angst story about Huang Renjun and other cast Happy reading!