46

14 4 18
                                    

HAPPY READING^^

-----

Keadaan sekolah sudah lumayan ramai, Farel datang dengan wajah tertekuk banyak pikiran.

Kini sudah pasti Farel dianggap gila oleh teman temannya. Wajah tertekuk, tangan penuh dengan paperbag, dan tampilan urakan tentunya.

"sejak kapan jadi kurir bro?" tanya salah satu siswa yang berada di koridor kelas Farel

"diem lo, mau gue penyet?" ucap Farel ketus membuat yang bertanya hanya busa tertawa

Pintu kelasnya sudah di depan mata,  dapat dipastikan Ranum sudah ada di dalam kelas, suara Rara dan Maya sangat terdengar keras.

Satu langkah sudah ia menapaki kelas yang mendadak suram bagi Farel, disana dia melihat pacarnya eh ralat, adiknya atau bahkan kembarannya itu tengah asik tertawa dengan kedua sahabatnya.

Farel seperti tengah melihat malaikat maut, dia panas dingin ditempat.

"oke, lo tinggal kasih terus langsung duduk" ucap Farel pada dirinya sendiri

Langkahnya semakin mendekati meja tempat duduk Ranum, dan ya kini dia sudah di depan meja itu dengan tiga gadis tengah mendongak menatapnya.

"nih dua paperbag ini dari gue, satunya dari Mama" ucap Farel meletakkan tiga paperbag itu di atas meja Ranum tepat dihadapan gadis itu

"happy birthdayy ya" ucapnya lagi lalu berjalan menuju mejanya

"gitu doang rel?" tanya Maya berbalik menghadap Farel

"terus mau lo apa? gue sewain dia gedung gitu?" ucap Farel ketus, ini hanya respon spontan bagi Farel.

"ya elah kok ngegas" ucap Rara menyahuti

"yang penting doanya" ucap Farel lalu fokus pada ponsel untuk menghilangkan kecanggungan.

Fakta yang di dengar pagi ini masih belum bisa di terima jelas oleh otak Farel. Dia tak menyangka dan tak akan pernah bisa menerima semua ini.

Di depannya gadis yang tengah bertambah usianya itu menatap nanar tiga paperbag di depannya. Bukan ini yang Ranum harapkan.

-------

Tak hanya di dalam kelas terdapat situasi canggung seperti tadi, namun di dalam mobil berisi dua laki laki kembar itu juga terdapat hal yang sama.

Tak ada yang memulai percakapan, mereka berangkat bersama pun itu atas dasar paksaan dari Mami mereka.

"siapa yang ngerendahin lo?"

Akhirnya si lebih tua memulai perbincangan dahulu, walau dengan drama gengsi yang cukup lama.

"lo nguping?" tanya Joni tetap tak berminat menatap kembaran disebelahnya

"siapa yang remehin lo?" kini Jodi mengganti pertanyaannya

"lo nguping?" pertanyaan yang sama di sampaikan Joni

"siapa yang berani bilang kalau lo direndahin?" kini suara Jodi sedikit lebih meninggi dan menekan setiap kata dalam ucapannya

"lo bodoh kalau percaya itu" ucapnya lagi dengan pembawaan lebih santai

"lo bodoh, dan lo harus akui itu"

"lo kembaran gue tolol, sepanjang hidup lo, kita bareng terus. bagaimana bisa lo merasa direndahin?" tanya Jodi mulai memiringkan wajah menatap sang adik dibangku sampingnya

"lo rendah, gue juga rendah" ucap Jodi membuat Joni menoleh

"sejak kapan ada sejarah seperti itu? Gue rendah lo tetap tinggi Jod" ucap Joni kini berani menatap mata sang kakak

Takdir(tak)IndahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang