Rizal tertawa membalas sindiran kejam yang melewati gendang telinganya,"kalau gue dateng Lo gak bakal bisa falling love sama nona nur"ucap Rizal tak merasa bersalah,"jangan Lo pikir gue gak tau kalau tatapan Lo selalu dalam padanya"
Rasya menatapnya dengan wajah dingin yang bisa merenggut nyawa orang di depannya,"gue pikir Lo gak pernah lupa sama pintu keluar"ucap Rasya membuat Rizal menatapnya kesal,"ini dokumen yang Lo minta"sambung Rizal sambil memberi dokumen kepada Rasya.
Satu menit.
Dua menit."Bagaimana dia?"
Rizal tertawa,"apa ini?bilang gak suka gak peduli tapi masih nanya kabarnya"ejek Rizal,"emang mantan sungguh menggoda"
Rasya terdiam.
Rizal menghampiri Rasya yang berdiri di depan jendela ruangannya lalu menepuk bahu kirinya,"berhubung gue orang baik dan tidak sombong gue bakal bilang info panas hari ini"ucap Rizal,"kalau kata fenny rose,setajam silet"
"Keluar atau berbicara"ucap Rasya menjauhkan badan nya dari tangan Rizal membuat pria itu hampir jatuh.
Rizal menelan ludahnya perlahan,"dia masih gemetaran dan sedih karena Lo yang di marahin sama pria tua yang mau menemui ajalnya itu"jawab Rizal yang sebenarnya ia juga selalu dibuat kesal oleh sifat Hamka padanya,"dia terus menyalahkan dirinya sendiri tapi gue bilang...."sambung Rizal menggantung untuk membuat Rasya penasaran padanya.
Rasya menatap Rizal datar namun sangat mengerikan,"Lo bilang apa padanya"
"Gue bilang kalau sifat Lo terlalu tidak tahu malu dan gak pantas buat di kasihani"
"Gue rasa Lo harus nyumbangin darah hari ini"
"Ampun bos besar gue masih belum punya istri buat gue ajak sarapan sama makan malam"gurau Rizal tak memedulikan hantaman maut tak sabar untuk mengenai tubuhnya.
Rasya menghentikan aktifitas nya,"ini bukan salahnya"lirih Rasya yang ditangkap baik oleh pendengaran Rizal.
Rizal menepuk bahu Rasya,"temui dia dan bilang itu padanya karena gue yakin dia masih stay buat menyalahkan dirinya"
Seketika itu Rasya langsung keluar dari ruangan nya dan melihat Mila yang masih mondar-mandir sendiri di depan meja kerjanya. Kemudian Mila terdiam sambil melihat Rasya yang menatapnya dari kejauhan.
Pandangan mereka saling bertemu bahkan sangat lama membuat Qiana yang menatapnya merasa kesal luar biasa.
"Pak...."lirih Mila namun langkahnya kembali terhenti saat mendengar Qiana yang memanggil nama Rasya.
Rasya tak berhenti menatap Mila yang menunduk karena kedatangan Qiana. Qiana yang melihat itu hanya bisa berfikir untuk mengalihkan pandangan Rasya pada mila.
"Rasya, dokumen yang kamu butuhkan sudah aku siapkan di ruangan ku"
"Saya permisi"ucap Mila memundurkan langkahnya lalu pergi tanpa mengangkat kepalanya lagi.
Rasya menatap Qiana datar,"jika kamu memang niat kamu akan mengantarkan ke ruangan saya"ucap Rasya lalu membuntuti Mila yang masih belum jauh dari pandangan nya,"tunggu sebentar"
Langkah Mila terhenti namun tak berani menoleh ke sumber suaranya. Rasya yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya lalu berlutut di hadapan Mila untuk mengikat tali sepatu nya,"jangan lupa untuk mengikat tali sepatu mu karena selalu ada batasan waktu untuk menyelamatkan pasien"ucap Rasya sambil mengikat tali sepatu Mila," Menjadi seorang dokter itu harus
Siap berlari setiap saat"Mila terkejut sambil memegang lehernya yang sudah keringat dingin,"pak berdirilah....apa yang bapak lakukan?ini agak seperti....."ucap Mila gugup yang melihat raut wajah Qiana yang terus menatapnya tajam.
Rasya tersenyum manis,"ayo saya antar kamu pulang"ajak Rasya yang menunggu Mila untuk berjalan di depannya.
Mila yang masih gugup bercampur rasa bingung mulai sedikit demi sedikit untuk berjalan sampai depan mobil Rasya.
Mila masih ragu untuk masuk ke dalamnya yang kemungkinan besar tak ada seorangpun yang bisa masuk sebelumnya padahal dia dulu sudah pernah berani untuk melakukan nya. Namun sekarang?itu sangat berbeda dari yang pernah ia lakukan . Suasana dan detik jantung yang berbeda. Ditambah dengan hawa panas dingin yang menyerang Meridian di tubuh nya.
Mila duduk di kursi depan sambil memegang dadanya kuat kuat karena ritme jantung nya yang bekerja tak beraturan.
Jantung itu semakin tak bersahabat saat Rasya membantunya untuk memasang sabuk pengamannya karena kedua tangan nya yang masih bergetar hebat.
Jarak dua wajah yang sangat dekat hanya bisa membuat Mila untuk menahan nafasnya dan menutup mata nya erat. Dirinya sungguh tidak mau terangsang dengan aroma elegan yang tersimpan di rambut Rasya. Apalagi jika itu aroma hormon yang kuat untuk membangunkan semua bulu di tangan nya.
"Tidak usah bergetar gitu, lagian ini bukan salahmu"ucap Rasya melepas posisinya,"Aku sengaja melakukannya untuk mendidik mu lebih serius"
Mila menelan saliva nya kuat kuat,"ouh"respon nya gugup.
Rasya tersenyum,"ada apa dengan mu,apa AC nya gak bekerja"
"Gak kok pak ini sudah dingin"ucap Mila terbata bata,"bahkan Siberia juga tidak sedingin ini,AC nya ......bekerja dengan baik"
Rasya semakin tersenyum menatap nya,"baguslah kalau begitu,ayo kita pergi"ucap Rasya mulai menarik pegas nya.
Satu menit.
Dua menit."Pak, sebenarnya saya ingin terus terang sama bapak"ucap Mila setelah memikirkan nya berulang kali.
"Silahkan, biasanya kamu selalu terus terang tanpa saya persilahkan"
"Kenapa bapak....."ucap Mila sedikit gugup
Rasya menatap Mila datar walaupun sebenarnya ia sedang menahan tawanya,"saya kenapa?"
Mila menghembuskan nafasnya besar,"KENAPA BAPAK BERANI BUAT JANTUNG SAYA BERDEGUP KENCANG SAMPAI SAYA LUPA CARANYA BERNAFAS!!!"ucap Mila dengan satu kali nafas membuat Rasya menginjak rem mobilnya.
Rasya terdiam,"bernafas saja selagi tuhan masih memberimu Waktu untuk hidup"jawab Rasya kembali menarik pegas mobil nya.
Mila terdiam,membisu tak berucap sambil membenturkan kepalanya di kaca mobil membuat Rasya tersenyum melihatnya. Aneh. Batin Rasya.
Sejam perjalanan terasa menyenangkan bagi Rasya. Apalagi saat dirinya yang melihat Mila tertidur pulas di sampingnya.
Mila terbangun dan menghentikan Rasya saat jarak rumahnya masih 0,5 kilometer dari rumah nya.
"Berhenti disini saja pak"
Rasya menatap Mila lalu menyepikan mobilnya,"tapi ini belum sampai rumahmu"
Mila menggeleng,"disini saja soalnya saya gak enak sama suami apalagi kalau sampai berurusan sama tetangga"
Mila turun dari mobil dan tersenyum menatap Rasya,"terima kasih"
Rasya mengangguk lalu kembali ke rumah sakit karena dokumen yang belum ia selesaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
0,001 Detik Bersamamu (END)
Fanfiction"Cinta kita seperti Bunga Aster, tersembunyi tapi indah" ~Kamila Rasya adalah dokter tampan yang dikenal dengan sifat cekatan nya dan profesional dalam kerjanya. Seorang dokter yang menganggap satu detik adalah berharga terpaksa harus menggantikan...