Jam sudah menunjukkan pukul empat belas lima belas menit. Mila terbangun karena alarmnya yang terus bergetar di bawah bantal. Mila beranjak dari tempat tidur nya untuk melangkah pergi ke ruang kecil yang disediakan khusus beribadah. Kedua kakinya berjalan lalu membuka tirai kecil mushala.
"Bangun juga?"tanya seorang pria yang kemungkinan sudah dari tadi ditempatnya.
"Mau shalat subuh?ayo gue imami"ajak Rafka melihat Mila yang masih sibuk dengan mukenah nya. Gadis itu masih belum membuat jawaban untuk ajakan pria Sholeh didepannya. Hahaha.
"Jangan gengsi kalau tentang dua rakaat yang senilai dengan dua puluh tujuh rakaat"ucap Rafka membuat Mila menggelar sajadahnya tepat di belakangnya.
Dua menit.
Lima menit.Rafka menoleh membuat Mila refleks hendak mencium tangannya. Rafka tersenyum membuat Mila tersadar dan menarik tangannya kembali,"maaf"lirih Mila membuat temannya yang baru saja datang ikut tertawa.
"Lihat,kalian berdua udah kayak suami istri"ucap zera,junior kecilnya. Mila tersentak dan langsung berdiri membereskan sajadahnya.
"Mila gue mau berdoa Lo mau dengerin gak??"
"Ya"
"Nanti Lo Aminin?"
Mila mengangguk dan mulai mengangkat kedua tangannya,"iya"
Rafka tersenyum dengan lesung pipi yang sudah menjadi ciri khasnya,"Ya Allah,semoga kamu selalu dalam lindunganNya,selalu bahagia sampai akhir dan di kabulkan semua urusannya"ucap Rafka membuat Mila menatap nya heran.
"Sudah itu saja,kamu boleh pergi"ucap Rafka membuat Mila bergegas pergi dari tempat nya,"eh tunggu²"
"Ap?"
"Sudah Lo Aminin gak doa gue?"
"Hmm udah"ucap Mila lalu pergi,"lain kali jangan lupa meminta lebih pada Tuhan untuk diri Lo sendiri"ucapnya tanpa menoleh ke arah Rafka.
"Untuk hari ini itu saja agar lebih cepat di kabulinnya"ucap Rafka yang sudah melihat kepergian Mila dari hadapannya.
"Milaaaaaa!!!!!!!!!Lo jahat banget nggak bangunin gue"teriak Salfa.
"Bukan Mila yang jahat tapi Lo nya aja yang belum tergerak sama kewajiban"ucap Rafka bak arus listrik yang baru saja keluar dari dalam mushala.
"Apaan sih Lo nyaut Mulu kek kabel kolor"
"Udah² jangan ribut,mending Lo solat sekarang sebelum pagi"ucap Mila pergi untuk menyiapkan sarapan bagi para pengungsi. Salfa yang kesal pun hanya bisa bergerak untuk segera masuk kedalam mushala.
🌿🌿🌿🌿
Dua menit kemudian,pagi sudah terbit di ufuk timur. Dedaunan sudah mulai basah karena embun pagi. Ditambah dengan burung burung yang sudah bernyanyi untuk menyapa mentari.
Mila tersenyum, merentangkan tangannya menikmati pagi. Kemudian dia bersiap untuk memulai tugas pentingnya.
"Anak² ayo waktunya sarapan"ucap Mila membuat anak-anak kecil mulai mengerumuninya. Mila terdiam saat melihat Kenzie yang duduk sendiri di atas lempengan batu besar. Mila beranjak lalu duduk di samping Kenzie yang masih sedih menatap langit di atasnya.
"Kenapa sendirian disini?ayo makan bersama"
"Aku nggak mau makan aku mau ibuku"
"Ibumu baik baik saja...di hanya sedikit melupakan mu"
"Dia bukan ibuku! jika dia ibuku dia akan memeluk dan menyayangi ku bukan.....menyuruhku pergi jauh darinya lalu memarahi ku"sedih Kenzie,"aku sangat merindukan ibuku"
"Apa hatimu juga bilang seperti itu?"
Kenzie menggeleng,"hatiku bilang kalau dia adalah ibuku"jawab Kenzie ragu.
"Kalau begitu percaya lah pada hatimu dan beri sedikit waktu untuk ibumu"ucap Mila sambil mengelus rambut Kenzie dan menyentuh dadanya,"Aku yakin kamu itu anak baik dan ibumu tidak akan melupakanmu semudah itu"
"Sungguh?"
Mila mengangguk yakin,"iya,aku kan ibumu juga?"
"Lalu dimana ayah?"
"Hah?"
"Ouh dia sedang makan,ayo pergi"
Kenzie mengangguk membuat Mila penasaran dengan sosok ayah kandungnya,"Ken,dimana ayah kandungnya?"
"Emmm dia sudah meninggal saat aku masih dalam kandungan"
"Jadi kamu belum tahu wajah ayahmu?"
Kenzie menggeleng,"mungkin sangat tampan seperti ayah Rafka"
Mila mengangguk lalu pergi bersama Kenzie dan makan bersama.
"Ada apa?"tanya Rafka melihat Mila yang seperti banyak pikiran.
"Gue cuma rindu tawa mereka"Jawab Mila melihat anak anak yang sedang makan dengan tangan kanannya.
"Itu gampang"ucap Rafka mengambil gitar yang entah milik siapa. Rafka berlari dan bergabung bersama anak2 lalu bernyanyi dengan petikan senar gitarnya. Semua nya terlihat bahagia dan menari nari di sekelilingnya.
"Bagaimana menurutmu?"tanya Evan yang tiba-tiba datang mengejutkan Mila dari belakang.
"Apanya?"
"Cowok muda itu?"
Mila menghembuskan nafasnya,"dia baik,aneh,dan pandai membuat anak anak bahagia"
"Lalu bagaimana dengan dokter Rasya?"
Mila menggeleng sambil tersenyum,"aku jauh lebih tidak bisa untuk menilai nya"
Evan tertawa,"hah?maksudmu dr Rasya sempurna?"
Mila tersenyum,"jauh lebih dari itu"
"Kamu memang pandai menilai orang"ucap Evan sambil mengacak-acak rambut Mila. Semua orang sudah tahu kalau Mila bagi Evan adalah seperti adik kandungnya sendiri.
Rafka tersenyum saat berfikir Mila dan Evan sedang membicarakan dirinya. Rafka sangat yakin kalau sebentar lagi sikap Mila akan menjadi hangat padanya.
🌿🌿🌿🌿🌿
Semuanya berkemas saat mendapat pesan dari bis travel mereka. Beberapa koper sudah berjajaran rapi di pinggir jalan. Perpisahan hangat dan rasa terima kasih dari para pengungsi membuat Mila senang melihatnya.
"Semoga Tuhan mengizinkan kita untuk bertemu kembali"Lirih rafka yang mulai melihat Mila memasuki bis nya.
"Semoga gue gak ketemu sama kabut asap kayak Lo lagi!"cetus Salfa.
"Aamiin gue juga ogah buat ketemu sama semur jengkol kek elo lagi"jawab Rafka lalu pergi.
Mila duduk di bangku bis paling belakang lalu memasang earphone di kedua telinganya. Mila tersenyum saat tugas berat di bahunya sudah terselesaikan dengan baik dan membiarkan udara segar mengenai wajahnya.
"Semoga bisa bertemu bapak lagi"ucap Mila yang tiba tiba memikirkan Rasya di otaknya. Lalu suaminya?entahlah,mungkin Mila menganggap suaminya sudah berada di kawasan zona nyaman bersama selingkuhan nya.
🌿🌿🌿🌿🌿🌿
KAMU SEDANG MEMBACA
0,001 Detik Bersamamu (END)
Fanfiction"Cinta kita seperti Bunga Aster, tersembunyi tapi indah" ~Kamila Rasya adalah dokter tampan yang dikenal dengan sifat cekatan nya dan profesional dalam kerjanya. Seorang dokter yang menganggap satu detik adalah berharga terpaksa harus menggantikan...