Kiviak

13 1 0
                                    

Kolaborasi by: William_Most (HTM) & A_Ogies (Romance)

Selama satu caturwulan menjadi asisten Prof. Charles Darwin, aku mengetahui satu kebiasaan yang unik. Tiap kali bertualang, Profesor suka mengumpulkan hewan dan memasaknya. Entah itu ayam, ikan, kelinci, atau hewan-hewan endemik yang berbeda.

Pada musim salju yang berkepanjangan di Greenland, Prof. Darwin mengajakku berkeliling hutan selagi badai mereda. Pasti mencari hewan untuk dijadikan makanan seperti biasa.

Hutan di Tanah Hijau cukup menggidikkan, pohon konifera begitu tinggi dan langit dipenuhi putih nan gelap. Masa itulah kami menemukan batu raksasa yang tampak sengaja ditata di atas gundukan tanah. Aku tidak begitu paham apa hal terjadi, tetapi Profesor berkata bahwa, 'Ini sudah selesai' sesuai ujaran penduduk lokal. Maka, kami berdua menggali gundukan dengan sekop yang dibawa, dan bau menyengat menusuk hidung begitu tanah terangkat.

Aku pikir itu mayat manusia, rupanya bangkai binatang. Seekor anjing laut berukuran besar.

Ada bekas jahitan di perutnya, dan Profesor membukanya dengan gunting, menampakkan puluhan bahkan ratusan burung mati disumpal di dalam kulit anjing laut, berlumur cairan kekuningan yang baunya amat menyengat.

Aku hampir muntah menyaksikan Profesor mengambil seekor burung mati itu, kemudian melalui anus si hewan, menyerot cairan dari isi perut burung itu. Lalu dia memungut yang lain dan menawarkan kepadaku.

Saat itu kupikir Profesor sudah hilang kewarasan. "Tidak dimasak dahulu?"

"Ini makanan fermentasi, tradisi penduduk lokal sini. Kau harus mencobanya. Terima burung Little Auk ini."

Aku mengamati dengan risi burung mirip bebek bernama Little Auk itu. Bulu serta paruhnya masih ada, mengapa dibuat utuh begitu saat difermentasikan? Mual aku menyambut lalu memegang makanan dengan tekstur berlendir. Apalagi ketika menghadapkan mulutku dengan anus burung.
Namun, kala aku mengisap sedikit cairannya, ternyata rasanya enak juga. Maka tak sadar aku menyedot isi perut burung Little Auk sampai kering.

Baru aku ingin menambah, Profesor mendadak bermuka masam.

"Muntahkan semua yang kau telan."

"Apa?" Aku mematung.

"Itu bukan burung Little Auk ...." Profesor mengeluarkan sebuah kornet kalengan basi. "Itu burung Eider."

"Ma-maksud Prof apa?"

Tanpa membalas ucapanku, Profesor seketika membungkam indera penciumanku dengan bau yang teramat menganiaya hidung minimalis ini. Seketika rasa mual berhasil membuatku memuntahkan semua isi perut. Jangan tanyakan lagi bagaimana rasanya. Menyiksa, badan menjadi lemas, dan tiba-tiba penglihatanku diambil alih oleh kegelapan konstan.

***

"Kau sudah membaik sepertinya."

Suara khas Profesor Darwin muncul di balik pintu saat aku baru saja mencoba untuk bangun dari tidur. Matanya memicing dengan kedua tangan memegangi nampan berisi air putih. 

"Apa yang terjadi, Prof?"

Aku mencoba memberanikan diri untuk bertanya saat Profesor mulai duduk. Terdengar samar Profesor sedang mengembuskan napas berat.

Marahkah dia karena kecerobohanku? Melihat ekspresi datarnya yang semakin kentara, aku diliputi rasa panik tak jelas.

"Kau nyarisi keracunan."

"Benarkah?"

Dasar bodoh! Sudah pasti aku keracunan jika tak segera mendapat pertolongam. Pria yang telah menua di makan usia itu kembali menggeleng.

"Ya, bukankah seharusnya kau tahu, bahwa tidak semua Kaviak bisa difermentasikan dengan burung. Itu hanya berlaku untuk burung Litte Auk."

"Maafkan aku Prof, aku akan lebih teliti dan berhati-hati lagi," ucapku menyesal.

Benar-benar memalukan, bagaimana bisa aku begitu ceroboh dan tak memperhatikan apa yang pernah Profesor katakan.

"Baiklah, untuk kali kau kumaafkan, tapi dengan 1 syarat."

Deg! Matilah aku. 

"Syarat apa itu Prof, aku akan berusaha untuk memenuhinya."

"Tiga hari ke depan, bantulah Edgar. Anak dari seseorang wanita yang selalu berbaik hati, menawarkan kita makanan. Kudengar dia sedang kesusahan menjaga ternaknya di musim dingin ini."

Aku geming. Harus membantu Edgar katanya? Dia lelaki  tak beres yang pernah menjahiliku dengan laba-laba. Aku benci dia.

Namun, tak ada pilihan lain. Keinginan Profesor adalah titah bagiku.  "Baiklah, Prof."

Keesokan harinya aku sudah berada di depan empat ekor kuda, bersama Edgar.

"Apa kau benar-benar ikhlas membantuku?"

Aku mendengkus.

"Tenanglah, di sini tidak ada laba-laba. Sekarang perhatikan bagaimana cara merawat kuda."

Aku sama sekali tidak tertarik dengan ucapan Edgar.  Sebaliknya,  hewan-hewan di depanku mampu menarik seluruh antensi. Namun, aku terlalu terpukau dan akhirnya melamun, hingga aku tak sadar saat satu kuda hampir menendangku. Sial!

"Awas!"

Spontan kupejamkan mata, tubuh ini ikut menegang. Namun, bukannya hantaman yang aku dapatkan, melainkan dekapan hangat yang menyelimuti tubuh.

Detik berlalu, saat kesadaranku kembali, kudorong tubuh tegap itu dengan kuat.

"A-apa yang kau lakukan?" pekikku.
"Cantik ...."

Ada hawa panas menjalar seketika memenuhi pipiku. Gila! Jantungku rasanya seperti nyaris meledak. Oh, tidak!  Aku tidak mungkin menyukai Edgar, bukan?

###

Catatan:
Kiviak adalah makanan tradisonal Inuit yang terbuat dari burung Little Auk yang difermentasikan di dalam perut/kulit anjing laut. Namun, jika bukan burung Little Auk yang digunakan, seperti burung Eider misalnya, bakal menimbulkan keracunan karena adanya bakteri  Clostridium botulinum yang mengontaminasi makanan tersebut.

UNBK (Ujian Nulis Bersama Kawan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang