UNBK (Ujian Nulis Bersama Kawan)

Wulanjar

Kolaborasi by: sid_safta (Historical Fiction) & WinLo05 (Fantasy)

Damara terus saja mengetuk-ketukan jemarinya di atas meja kayu jati. Pandangannya sama sekali tak lepas dari layar ponsel yang tengah mengunggah video TikTok-nya. Sejak lima belas menit yang lalu, videonya yang sedang menari-nari dengan memakai sebuah selendang berwarna emas, tidak juga berhasil diunggah ke laman media sosialnya.

Niat Damara hendak mengikuti trend seperti yang sedang viral di TikTok yang menirukan Badarawuhi dan Dawuhnya. Selendang berwarna emas itu, ditemukannya di lemari lama neneknya. Dulu, Damara pernah mengingat satu cerita dari sang nenek tentang Wulanjar--yang merupakan istilah janda rasa gadis di masa Majapahit dan kaitannya dengan selendang emas yang dimiliki oleh neneknya.

Tanpa ada rasa takut apa pun, Damara mengambilnya, dan mengikatnya di pinggang, lalu menggoyangkan pinggulnya bagai penari Gandrung Banyuwangi, dan hendak mengunggahnya.

Menit berlalu, videonya tak kunjung terunggah di laman beranda Tiktok-nya. Hingga membuat Damara terlelap di atas meja. Dari arah belakang, sosok gadis dengan rambut terurai panjang, mendekap tubuh Damara, dan berbisik dalam bahasa Jawa kuno,

Pamastu ubaysanmata upaya ning resun, Cah Ayu.

169 kata
Sidsat/Gisel

Damara tersentak, ia terjatuh mencium ubin dengan rasa sakit yang teramat menyakitkan.

"Nyai baik-baik saja?"

Alis Damara bertaut bingung. Ia menatap heran pada seorang gadis yang memakai kemben dan jarik. Perawakannya terlihat lebih muda dari usia Damara.

"S- Siapa kamu? Mengapa kamu di sini?"

Damara segera menarik diri. Ia tambah tercengang melihat kamarnya telah berubah menjadi kamar asing yang kuno. Tiang-tiang kayu jati menjadi tonggak di dalam ruangan. Pakaian rumahan yang ia kenakan turut berubah.

"Eh? Ini di mana?"

Tangan Damara bergetar hebat. Selendang kuning milik neneknya tiba-tiba disodorkan oleh gadis yang membangunkannya.

"Selendang Nyai." Gadis tersebut berucap. "Nyai tidak mungkin meninggalkannya, bukan?"