Imperfect

11 2 0
                                    

Kolaborasi by: jhounebam (Teenfict) & SilverJayz_ (HTM)

Andrea berusaha mengatur napas karena dadanya yang sesak. Tubuhnya merosot di tembok kamar, lalu tangannya memeluk kedua lututnya. Gemetar. Ia ketakutan dan menangis dalam diam. Kondisi kamarnya yang berantakan membuatnya semakin kalut. 

Andrea melihat sekeliling dan pandangannya berhenti pada lukisan yang belum ia selesaikan. Ia langsung bangkit karena teringat ia harus menyelesaikan lukisannya untuk dibawa ke pameran sekolah besok. Ia menghapus air matanya dan bangkit berdiri. Tangannya menari-nari dengan kuas di atas kanvas. Hatinya merasa jauh lebih baik ketika ia sudah berhadapan dengan kanvas dan palet cat di tangan.

Andrea mengukir senyum saat melihat karyanya yang hampir selesai. Ia melukis seorang balerina yang sedang melompat dengan pose anggun. Di sekelilingnya ia tambahkan cipratan cat biru tua dan ungu. Baru sepuluh menit Andrea berkutat melanjutkan lukisannya, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Andrea terkejut dan langsung menoleh.

Di ambang pintu, berdiri Cellina, ibu Andrea. Andrea langsung ketakutan karena melihat raut wajah ibunya yang menampakkan amarah.

"Apa ini, Andrea?" Cellina bertanya dengan suara tajam. Tangan kanannya memegang sebuah kertas yang sudah sedikit luntur karena air. Andrea yang mengenali kertas itu seketika terbelalak.

"Bu.. itu.."

"Kau ini belajar tidak, sih? Kerjaanmu hanya melukis terus! Apakah kau tidak malu dengan nilai dibawah rata-rata ini?" Hati kecil Andrea tergores karena perkataan Cellina yang bagaikan silet itu.

"Ibu.. Aku memang suka melukis, Bu. Melukis memberikanku ketenangan dari hari-hariku yang penuh tekanan. Tidak bisakah Ibu menghargai hobiku ini?"

"Hobi katamu? Ck! Hobi seharusnya tidak merusak akademis! Itu namanya kecanduan! Lagipula Ayah sudah menyuruhmu untuk belajar menjadi pengusaha agar masa depanmu terjamin." Cellina berkata tegas.

"Kalau begitu biarkan aku kecanduan dengan melukis! Daripada aku kecanduan dengan narkoba dan rokok!" Andrea tidak bisa menahan emosinya lagi. Ia berkata lantang di depan ibunya sendiri.

"Beraninya kau melawan orang tua!"

Andrea tersentak. Cellina mendengus marah dan meremas kertas ulangan yang ditemukan basah saat ia hendak mencuci baju. Cellina berjalan masuk dan mengambil beberapa botol cat yang tergeletak di lantai.

"Bu jangan, Bu!! Ibu!!" Andrea berteriak kepada ibunya yang berlari keluar rumah sambil membawa botol-botol catnya yang masih ada isinya.

Cellina membuang semua cat itu ke tempat sampah di depan rumah langsung di hadapan Andrea. Ia mengikat plastik sampah dengan ikatan mati. Kemudian ia masuk kembali ke dalam rumah tanpa mempedulikan putrinya yang menangisi botol cat nya itu. Andrea meneteskan air matanya deras.

Tiba-tiba refleksnya mengatakan bahwa ia harus kembali ke kamarnya. Instingnya memberitahu seperti ada yang tidak beres. Segera Andrea berlari ke dalam rumah. Ia menghiraukan Cherlie, adiknya, yang kebingungan melihat ibu dan kakaknya yang dari tadi berlari-lari.

"TIDAK!!" Andrea berteriak kencang saat ia sampai di depan pintu kamarnya yang terbuka, memperlihatkan Cellina yang dengan kesal menuangkan cat hitam diatas lukisan balerina nya.

"I..bu…"

"Segera bereskan semua peralatan lukis itu. Jika sampai besok kamarmu belum rapi, Ibu akan membuang semua barang di kamarmu." Cellina mengancam tanpa melihat luka yang tersirat di mata putrinya.

"Ibu.. jahat sekali.." Suara Andrea bergetar.

Andrea memilih untuk masuk ke kamarnya dan membanting pintu dengan kasar. Ia menangis hebat di dalam kamar melihat lukisan terbaiknya yang akan ia persembahkan untuk pameran telah hancur.

Andrea menumpahkan semua emosinya di dalam kamar. Mengapa kehidupannya selalu tak sesuai dengan apa yang ia inginkan? Kenapa semuanya selalu berjalan tak sempurna sesuai keinginannya?

Ah, andai saja Andrea mendapatkan kehidupan yang ia idam-idamkan. Hidup tenang tanpa tekanan orangtuanya dan meraih cita-cita sebagai pelukis.

Kenapa ia tak bisa memiliki keinginannya yang simple itu? Kenapaaa?!

Hanya satu jalan keluar yang terlintas di pikiran Andrea kala itu. Satu-satunya solusi untuk mendapatkan kehidupannya yang sempurna.

Malam yang tenang kala itu menjadi saksi di mana Andrea mengambil tali, berjalan ke kamar Cellina, membuat sebuah pembunuhan yang sempurna.

"Maaf, Bu ... ini semua agar aku mendapatkan kehidupan yang kuinginkan."

Selesai dengan itu semua. Andrea pergi ke kamarnya dan melukis kembali dengan riang.

"Hanya ini satu-satunya jalan keluar."

UNBK (Ujian Nulis Bersama Kawan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang