Bukan Kejutan

7 0 0
                                    

Kolaborasi by: sid_safta (Historical Fiction) & Rum97_ (Romance)

“Pokoknya lo harus bantuin gue siapin semuanya,” titah Genta pada Sakti temannya.

“Ah elah, lo tuh repot-repot banget, sih, Gen, cewek mah tinggal kasih cincin ada kilau-kilaunya aja udah klepek-klepek. Lagian, lo nggak perlu se-effort itu, kalau nantinya bakal ditolak gimana? Kan lo bisa tengsin juga,” ujar Sakti yang malah terdengar melemahkan semangat Genta.

“Cowok itu memang harus punya effort lebih. Apalagi kalau udah mau ngajak ceweknya nikah. Momen sekali seumur hidup, ya meski nggak mewah, harus dibikin berkesan ‘kan?”

Sakti berdecak cukup keras—seakan mengerdilkan pandangan Genta. Bagi Sakti, cinta dan komitmen adalah hal yang toxic, dan mampu membuat manusia lemah. Sehingga, melihat Genta yang sangat bucin sekali pada Ara—kekasihnya yang sudah berhubungan hampir tiga tahun itu—membuat Sakti geli sendiri. “Ya, terserah lo aja deh, Gen, tapi lo beneran yakin kalau mau ngelamar Ara? Lo udah siap nih, misalkan nanti lo bakalan jadi suami siaga dua puluh empat jam? Lo bakal diribetin dengan tetek bengeknya pasangan lo dan mungkin anak-anak lo nantinya?”

“Justru momen-momen yang begitu yang gue tunggu,” ucap Genta penuh semangat.

“Dasar bucin lo! Ya udah ntar gue bantu deh!”

***

Sakti sudah berada di depan museum Geologi, kota Bandung. Demi menjalankan misi dari Genta yang akan melamar Ara, tugas Sakti adalah pura-pura sedang membuat konten Youtube dan melakukan wawancara dadakan dengan pengunjung yang lalu lalang di depan museum. Rencananya, Genta dan Ara akan ke CFD Dago terlebih dulu di pagi hari, baru kemudian ke museum. Dan, saat nanti tugas Sakti lah yang akan membantu Genta melakukan lamaran spontan pada Ara.

Pukul sembilan lebih tiga puluh menit, Genta dan Ara sudah berada di depan museum dengan wajah yang sedikit lelah karena berjalan kaki dari Dago ke museum Geologi. Dari jarak beberapa meter, Genta yang melihat Sakti, sudah memberikan kode. Sedangkan Ara yang melihat penjual surabi, ingin membelinya.

“Genta, aku ke penjual Surabi dulu ya, kayaknya pengin banget nih surabi oncom.”

“Eh, ntar aja dulu Ra, nanti aku beliin, ya, itu kayaknya ada Sakti mau bikin konten dia.”

“Oh, Sakti,” ucap Ara yang juga menemukan keberadaan Sakti yang tengah merekam kegiatannya. “Enggak apa-apa deh, kamu samperin Sakti aja dulu, aku beli aja sekarang, ya.”

Genta menghela napas panjang dengan rasa tidak rela. Entah mengapa rasanya berat sekali memberi izin pada Ara. Namun, ia tetap mengangguk dan mengusap puncak kepala kekasihnya dengan lembut. “Hati-hati, ya.”

Setelah kepergian Ara, Genta menuju ke arah Sakti. “Gimana, Gen, lo udah siap? Gue take adegan ya, setidaknya lo kan harus cuap-cuap dulu sebelum lo ngelakuin misi, jadi biar penonton gue tahu gitu.”

Genta tersenyum ke arah kamera an Sakti sudah siap merekam sahabatnta itu. Dari belakang Genta, bisa terlihat Ara yang berada di seberang sana, sedang membeli surabi.

“Hai, gue Genta, dan hari ini gue akan melamar pacar gue---“

Suara dentuman dan teriakan bersahutan terdengar dari belakang tempat Genta berdiri. Sakti sudah menegang kaku dengan kamera yang masih ditangannya dan merekam kejadian yang begitu cepat. Genta yang menoleh ke arah belakang, pandangannya tiba-tiba berkabut oleh air mata yang tidak bisa berhenti.

Genta tidak bisa berkata-kata lagi, ia melihat dengan mata kepalanya sendiri Ara dan beberapa pengunjung museum tergeletak di halaman akibat ledakan yang menghancurkan gedung museum. Entah apa yang terjadi, Genta belum tahu. Yang jelas bangunan yang mulanya terlihat kokoh, kini hancur di bagian samping, di mana  para penjual makanan berjejer.

Tanpa membuang waktu, Genta segera berlari mendekati Ara, ia tidak memedulikan beberapa serpihan kaca mengenai sepatunya. Bahkan beberapa serpihan itu menancap hingga kaki.

“Ara! Ara!” panggil Genta panik setengah mati. Ia menggoyangkan badan Ara, lalu memeriksa denyut di pergelangan tangan.

Genta menarik napas lega saat menemukan denyut di sana, tetapi melihat lengan dan punggung Ara yang berdarah, rasa lega itu berubah menjadi khawatir. Tanpa memedulikan pengunjung lain yang butuh bantuan, Genta menggendong Ara yang terus meringis menahan sakit.

Genta membawa Ara ke rumah sakit terdekat. Begitu sampai Ara segera ditangani oleh dokter.

Genta menarik napas panjang. Rencana melamar Ara gagal. Kecelakaan entah apa penyebabnya itu membuat Genta kacau.

Setelah menghubungi Sakti dan mengabarkan keadaan Ara, ia segera masuk ruangan begitu dokter menyilakan masuk.

“Aku di mana?” tanya Ara sambil memegangi kepalanya yang sedikit pusing.

“Rumah sakit. Tadi ada kecelakaan di museum. Entah apa yang eror.” Genta menatap Ara dengan pandangan tidak biasa.

Ara memberengut, keinginannya melihat benda langka, gagal. Ia ingin sekali melihat beberapa fosil hewan yang belum pernah ia lihat secara langsung.

“Kamu kecewa gak jadi masuk museum?” tanya Genta hati-hati.

Ara mengangguk. “Tentu saja. Ini pertama kali aku datang ke museum. Ingin sekali ke sana melihat beberapa fosil hewan,” tutur Ara sedih.

Tidak tega melihat kesedihan kekasihnya, Genta merogoh ponsel lalu menjauh dari Ara. Ia menelepon Sakti untuk membantunya. Setelah mendapat jawaban, menghubungi orangtua kekasihnya itu untuk datang pukul 4 sore.

Tak terasa, waktu menunjukkan pukul 4 sore. Tiba-tiba pintu ruangan Ara diketuk. Saat Genta membukanya, muncul semua teman-teman seangkatan Ara dan Genta memakai baju berbentuk fosil hewan dengan berbagai bentuk. Mereka membawa buket bunga mawar dalam jumlah yang banyak.

Ara seketika menutup mulutnya dengan kedua tangan. Ia tidak menyangka teman-temannya menyiapkan itu semua. Apalagi saat melihat Genta mendekatinya lalu mengeluarkan kotak beludru berwarna merah.

“Maukah kamu menikah denganku?” ucap Genta sembari membuka kotak di depan Ara.

Mata wanita itu melotot saat melihat sebuah cincin bermata berlian yang disodorkan Genta. Ia menatap kekasihnya dan teman-temannya bergantian. Bahkan orangtua Ara datang sambil menahan senyum di belakang.

Seketika wajah Ara memerah menahan malu. Lucu sekali rasanya dilamar di depan orangtua dan teman-temannya yang memakai kostum fosil hewan di rumah sakit.

“Mau?” tanya Genta lagi, wajahnya mulai panik karena Ara tidak juga memberi jawaban.

Ara benar-benar tidak habis pikir dengan Genta. Laki-laki itu selalu saja bisa membuatnya tersenyum.

Dengan cepat, wanita itu mengangguk. Ia menunggu momen lamaran itu sejak lama dan baru sekarang Genta benar-benar melakukannya.

Seketika Genta melompat saking senangnya. Ia tak menyangka Ara mau menikah dengannya. Sorak-sorai teman-teman menggema di ruangan berukuran 4x5 meter itu. Mereka memberi selamat pada Ara dan Genta setelah laki-laki itu berhasil menyematkan cincin di jari Ara.

UNBK (Ujian Nulis Bersama Kawan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang