Kolaborasi by: Niiflaaa (Teenfict) & HIriudiumSeagull (Romance)
Libur musim panas telah tiba. Kebetulan karena ini tahun pertama aku memasuki kelas sepuluh sehingga sekolah mengadakan kegiatan kemah bersama selama tiga hari dua malam. Sungguh, ini adalah momen yang aku tunggu-tunggu.
Setelah melewati beberapa jalanan yang terjal, tibalah rombongan kami ke tempat tujuan. Tempat ini masih asri, bahkan tumbuhan liar dengan pepohonan yang menjulang tinggi masih terkesan alamiah membuat kami antusias untuk mengikuti kegiatan ini.
Entah, menurut rumor yang tersebar, dulunya tempat ini ada perumahan--yang jaraknya hanya beberapa meter saja di tempat kami mendirikan tenda. Namun, karena ada kasus pembunuhan berantai besar-besaran yang membuat mereka pergi meninggalkan pemukiman tersebut.
Begitulah informasi yang aku dapat dari salah satu timku saat kami sedang membereskan barang-barang hingga tenda itu bisa berdiri sekarang.
"Sudahlah, lagian itu cuman rumor kan? Belum tentu ada. Pasti pihak sekolah juga sudah memastikan bahwa tempat ini aman agar kita bisa menginap di sini."
Aku adalah orang yang pertama kali menyangkal informasi itu. Zaman sudah maju, bahkan teknologi juga semakin canggih. Mana mungkin ada orang gila yang hobi membunuh orang yang tak bersalah?
Selama kami tidak membuat masalah, saya pikir itu tidak akan jadi masalah.
"Tapi, Jo. Kamu juga harus waspada. Berjaga-jaga lebih baik daripada ada apa-apa."
"Tentu." Aku mengibaskan tanganku ke udara. "Di mana pun aku selalu siaga."
Namun, entah tiba-tiba saja saat aku mengatakan hal tersebut ada sesuatu yang mengawasi.
Aku merasakannya, hingga membuat jantungku ikut berdebar tetapi saat aku memutuskan untuk menoleh. Yang ada hanya pepohonan rindang dengan angin yang membuat bulu kuduku terasa naik.
Ah, tidak. Barangkali itu hanya pikiranku saja karena habis membicarakan rumor tersebut.
Malampun tiba. Setelah berbagai acara malam seperti bakar-bakaran dan bernyanyi didepan api unggun, kami semua kembali ke tenda masing-masing.
Didalam tenda, aku mulai menepuk-nepuk bantal dan bersiap untuk tidur.
"Eih, lihatlah si Bejo ini, Cav. Cepat sekali tidurnya, Ayo kita lanjut mainlah!"
Aku menatap kedua temanku itu. Yah... sedikit permainan sebelum tidur, kenapa tidak, kan?
"Kita maen apaan nih?" Tanya Cavlang.
Ogep tersenyum rada mistis. Kilauan yang tiba-tiba timbul dari lampu senter dibawah dagunya.
"Apa kalian berani kalo kita main... Truth or dare?"
"Ah, jangan cari masalah Gep! Lagian kita nggak boleh keluar dari tenda kata guru!" Tolak Cavlang mentah-mentah.
"Kamu juga nolak Jo?" Tanya Ogep yang tampak lemas.
Aku menggaruk tengkukku yang tak gatal. "Menurutku sih, gapapa kalo masih disekitar sini buat Dare-nya."
Astaga kenapa aku plin-plan begini? Ah sudahlah. Aku juga bingung dengan karakterku.
"2-1 berarti kita maen!" Ucap Ogep melirik Cavlang yang tampak jengkel.
Ogep mulai memutar botol minumnya diantara kami. Putaran pertama tertuju pada Cavlang.
"Truth or dare?"
"Truth dong! Yakali aku milih dare. Aku ga mau cari masalah diluar."
"Aihh lemah."
"Oke, mhh... siapa cewek pertama yang kamu sukai di sekolah ini?" Tanya Ogep dengan wajah menggoda.
"Kak.. Vivi." Jawabnya mantap, menyebut nama kakak kelas kami yang tak lain adalah kakaknya Ogep sendiri.
"Eh kuyuk!!!"
"Lah kan katanya harus jujur. Ya aku jujur. Dah..sekarang giliranku yang mutar...nah! Kena juga kamu Gep. Truth or dare?"
"Dare-lah." Sahutnya percaya diri.
"Berani ambil bekas kayu bakar di tengah hutan tempat kita ngumpul tadi nggak?" Tantangku dengan niat bercanda mendahului Dare-ran dari Cavlang.
"Siapa takut."
Aku dan Cavlang sontak kaget. "Hei ini udah malam. Jangan cari masalah." Ujar Cavlang lagi-lagi mencegah.
"Nanti diburu pembunuh berantai loh hahaha." tambahku bercanda.
Ogep mendengus sombong. "Aku ga takut sama pembunuh berantai. Kalo ketemu kuputus palanya!"
Aku hanya melongo saat Ogep membuka tenda dan pergi menembus kegelapan malam. 20 menit berlalu, rasa gelisah mulai tampak diwajah kami.
"Aku susulin Ogep ya, dari pada ada apa-apa kan? Kalo aku nggak balik dalam 10 menit, atau kamu dengar bunyi peluitku ini, kamu keluar, karena itu tandanya ada apa-apa dan butuh bantuan. Oke!"
"Aku ikut aja!"
"Jangan! Nanti kalo ada sidak guru gimana? Kamu jaga, aku yang cek." Tegas Cavlang.
Astaga. Seharusnya aku tidak memberi candaan menantang Ogep. Seharusnya aku tidak setuju untuk bermain. Kini masalahpun mulai terjadi.
Sudah 8 menit berlalu dan aku hanya duduk didalam tenda sendiri dengan lampu senter yang temaram.
Tiba-tiba bunyi peluit samar membuatku segera keluar dan mencari asalnya ke arah hutan yang lebih dalam.
Aku melihat seseorang berlari aneh dari kejauhan. Kuarahkan senterku padanya.
Holy Crap!
Lengannya buntung dengan kaki pincang yang berusaha berlari. Tubuh itu berlumuran darah!
"LARI JO! LARI! OGEP DIBUNUH! PEMBUNUHNYA NGEJAR!!! CARI BANTUAN--"
'Wuuzzzzzz'
Kepala Cavlang terpenggal lalu jatuh mengelinding kearah kakiku.
Seseorang topeng putih berdiri dibelakNg tubuh Cavlang yang tegak buntung dengan pedang panjang yang terangkat.
"Kau selanjutnya." Ujar suara layaknya bisikan setan.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNBK (Ujian Nulis Bersama Kawan)
Short StoryHasil uji kemampuan gen 6 setelah enam bulan belajar bersama di WGAVerse. Genre apa yang akan diujikan?