Noface

5 2 0
                                    

Kolaborasi by: Dhikayo (Science Fiction) & SilverJayz_ (HTM)

Brown menggebrak meja kerjanya sekali lagi. Puluhan kertas yang ditumpuk beterbangan akibat tindakannya itu. Gelas berisi air yang kebetulan juga ada di sana ikut terjatuh, tumpah dan membasahi seluruh permukaan kertas yang berserakan. Demi menyadari kecerobohannya, Brown menjambak rambutnya sendiri yang tak lagi lebat. Raut wajahnya kini persis bak gelandangan meskipun ia bekerja di kantor yang nyaman.

“Gagal,” bisiknya sembari berlutut pasrah. Meratapi seluruh usahanya yang ditorehkan pada sebuah laporan. “Gagal, gagal, gagal, gagal, gagal, gagal, gagal, gagal, gagal, gagal, gagal, gagal, gagal, gagal. Ah, gagal! Gagal! Kenapa? Apa yang salah? Jawab aku, Tuhan. Kau yang menciptakan semua kerumitan ini, ‘kan? Harusnya kau beritahu aku cara menyelesaikannya.”

Jarum jam terus berputar. Dentingnya tak berhenti berdentang. Namun harapan dalam diri Brown pupus sudah bak ombak yang meraih pantai.

Tiba-tiba pintu ruangannya dibuka. Brown segera bangkit, masih dengan rasa frustrasinya.

“Profesor. Percobaan ketiga gagal juga. Meski AI berhasil berkomunikasi secara normal, namun pikirannya tetap tersusun oleh enkripsi kode acak yang membuatnya tak mampu berpikir secara rasional seperti manusia. Kami memutuskan mematikannya agar ia tidak memberontak.”

“Aku sudah tahu,” jawab Brown.

Pria yang dipanggil profesor itu berbalik. Tatapannya segera bertemu dengan netra hijau milik seorang wanita muda. Calli, asistennya.

“Kau sudah mencoba seperti yang kuminta, bukan, Calli?”

Wanita itu dengan tegas menjawab, “ya. Saya melaksanakannya sesuai prosedur yang Anda rancang.”

Brown mangut-mangut. Ia mengeluarkan sebuah jam pasir di tangannya. Matanya lekat menatap pada sang asisten yang sedikit kebingungan.

“Berarti percobaan ini akan tetap gagal tidak peduli sejauh apa kita melakukannya. Seperti yang kukatakan, satu-satunya cara yang mungkin adalah dengan meng-copy pikiran manusia yang masih hidup.”

Calli segera menyanggah. “Tapi itu tidak etis. Sejak awal kita bekerja untuk kemanusiaan. Jika kita melakukan—“

“Diamlah, Calli!” bentak Brown. Wanita itu tutup mulut seketika.

“Tidak ada yang peduli pada kode etik. Semua ini tentang keberhasilan. Jika aku gagal di sini maka masa depan umat manusia akan dalam bahaya. Aku akan melakukan apa pun demi penelitian ini. Bahkan jika aku harus dianggap sebagai penjahat atau orang keji oleh seluruh manusia.”

Brown menatap lama pada Calli. Sebuah pandangan yang mengisahkan sedikit rasa sedih nan kesakitan mendalam di netranya.

“Waktu-waktu kita bersama memang sangat berharga, tapi ....”

Brown tiba-tiba menusukkan sebuah jarum suntik ke leher wanita di hadapannya itu. Calli seketika menjerit dan meronta-ronta kesakitan. Ia berlari ke pintu keluar sembari memegangi lehernya, namun dua orang bertubuh tegap telah menghadang jalannya. Tak lama kemudian, wanita muda itu terkulai lemas di lantai.

Brown tahu Calli masih sadar. Maka, ia mendekat seraya berbisik, “hanya kau yang bisa kukorbankan, Calli. Kaulah tikus percobaanku yang berharga."

~

Dunia digemparkan dengan ditemukannya AI yang sangat canggih, hampir tak ada bedanya dengan manusia. Diciptakan oleh Prof. Brown yang katanya sampai stress karena gagal berkali-kali.

Sementara itu, kasus menghilangnya Calli, asisten setia Professor itu sendiri tenggelam karena dikubur oleh berita AI yang sedang naik-naiknya.

AI itu dinamai No Face alih-alih No Name. Sempat beredar rumour bahwa Prof. Brown memang keadaan mentalnya tak stabil saat sedang menyelesaikan ciptaannya, bahkan hingga ia tengah di ambang kesuksesan sekarang. Karena itu, nama yang dibuat untuk AI itu pun terkesan asal tanpa latar belakang.

Namun, Brown tak menamainya tanpa alasan.

Netra hijau itu lagi-lagi memerhatikannya. Brown berteriak histeris sambil berlari, mengakibatkan kekacauan.

"Tidak! Tinggalkan aku sendiri!"

Para asistennya tentu kebingungan dengan tingkah laku Professor yang luar biasa jenius tapi juga luar biasa sinting ini.

Sementara itu, Brown tersiksa dengan Calli yang terus bergentayangan menghantuinya, meminta nyawanya yang diregut untuk menjadi tikus percobaan.

Brown jadi gila karena wajah Calli selalu muncul, seolah memerhatikannya dan menikmati penderitaan Brown.

'Aku hanya berharap wajah itu pergi dari pikiranku!'

No Face pun tercipta di tengah kegilaan sang jenius Brown.

UNBK (Ujian Nulis Bersama Kawan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang