Vanilla dan Mimpinya

6 0 0
                                    

Kolaborasi by: PatriciaAnggi (Science Fiction) & Dhikayo (Science Fiction)

Pagi itu, Vanilla tergesa-gesa berangkat ke sekolah. Gadis pecinta novel itu mengutuk diri sendiri karena terlalu malam begadang saking senangnya masuk SMA. Jarak rumah ke sekolahnya sekitar 10 km. Hanya 5 menit menggunakan kereta cepat atau mobil terbang. Vanilla sebenarnya merasa sangat beruntung lahir di zaman yang sudah serba canggih, meskipun banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang kurang menguntungkan bagi manusia kloning sepertinya. Di zaman ini, manusia kloning dapat diadopsi secara gratis dan legal. Yah… Vanilla merasa beruntung juga dapat orang tua adopsi yang sudah lama tidak mempunyai anak biologis meskipun bisa dibilang kehidupan mereka sangat sederhana.

Diadopsi dan menjadi anak seorang pegawai bank, tentu gaji orang tua Vanilla tak cukup untuk membeli mobil terbang yang harganya lumayan tinggi. Gaji pegawai bank tidak besar, karena semua transaksi hampir seluruhnya menggunakan mesin. Sehari-hari, Vanilla hanya menggunakan transportasi umum seperti kereta cepat atau bus sekolah. Sayangnya, dia ketinggalan jadwal bus sekolah.

Vanilla sudah pasrah terlambat di hari pertama sekolah. Ah, seperti adegan novel-novel yang sering dibacanya. Selagi menunggu kereta cepat di stasiun, Vanilla membayangkan hal-hal menyenangkan ketika masuk ke sekolah. Mungkinkah seperti dalam novel yang dibacanya? Terlambat sekolah, dibantu cowok ganteng, ditaksir most wanted sekolah, berantem dengan anak-anak cheerleader, atau ditaksir cowok paling tajir. Oh, senangnya.

Sayangnya, semua itu hanya angan saja. Vanilla terpaksa harus menumpang pada salah satu tetangganya dengan mobil terbang. Ia seorang wanita tua tanpa keluarga. Manusia paling baik yang pernah dikenalnya di dunia ini.

Vanilla mengucapkan terima kasih ketika tiba di depan gerbang akademi. Ia mengepalkan tangan erat sembari membuat pose ‘aku siap!’. Akan tetapi, tepat sebelum melangkah masuk, gerbang di hadapannya secara otomatis tertutup dengan proyeksi hologram yang tak akan bisa ditembus. Proyeksi itu menampilkan emoticon amarah beserta tulisan, “dilarang keras telat terutama di hari pertama sekolah!”

Seketika itu juga Vanilla sadar bahwa hidupnya telah berakhir sia-sia. Usahanya untuk masuk ke akademi ternama persis lenyap di hari pertamanya masuk sekolah pula. Pupus sudah harapannya untuk menjadi politikus dan menegakkan hak-hak manusia kloning sepertinya.

“Ternyata memang hidupku tidak seperti di dalam novel. Ya ampun, Tuhan—atau siapa pun yang menciptakanku, kenapa hidupku seperti ini?” gerutunya.

Ia menghela napas berat, lalu berbalik. Harapannya saat ini hanya rumah yang akan ia tuju.

Satu langkah, dua langkah, lalu ia berhenti. Di hadapannya kini berdiri sosok gadis yang wujudnya sangat mirip dengan Vanilla. Gadis itu persis membelalak saat menatapnya.

“Kamu ... siapa? Saudara kembarku?”

Vanilla menggeleng kaku. Tatapannya masih fokus pada seragam yang dikenakan gadis di hadapannya itu. Seragam akademi yang sama.

“Aku tidak punya saudara kembar,” jawab Vanilla.

“Lalu ... kau?”

Vanilla menunjukkan cincin permanen yang ada di jari manisnya. Dari sana muncul hologram berisi informasi rinci dengan dirinya.

“Klon X-176897205Sn. Kode nama: Vanilla,” ucapnya. Gadis di hadapannya sedikit terkejut sebagai respons. Vanilla melanjutkan, “model klon dari Cream S. Victorique.”

Vanilla tersenyum canggung. Ia berbalik, mengambil napas, kemudian menatap gadis yang merupakan ‘dasar’ dari model dirinya itu.

Dengan sedikit senyuman di wajahnya, Vanilla berusaha tetap tenang sembari berkata, “a-apa kamu juga terlambat?”

UNBK (Ujian Nulis Bersama Kawan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang