Cairan Halu

18 2 1
                                    

Kolaborasi by: sid_safta (Historical Fiction) & William_Most (HTM)

Samitha dipaksa diam dengan ujung pisau yang lancip menempel di leher. Dia tidak bisa melihat dengan jelas, siapa yang sudah membius tubuhnya, menghilangkan kesadarannya, dan kini harus berakhir dengan keadaan yang mengenaskan. Pakaiannya sedikit koyak di bagian lengan dan sialnya, dia yang memakai rok tutu lipat selutut, membuat roknya itu sedikit tersingkap.

"Kamu cuma perlu diam, adik manis, jangan ngelawan apalagi sampai teriak, atau ujung pisau ini nggak cuma nempel tapi bisa mengoyak urat nadi lehermu," ancam laki-laki yang menggunakan topeng berwajah Jarjit Singh--teman Upin dan Ipin yang mahir berpantun.

Samitha hanya merespons dengan memelototkan matanya, sama sekali tidak gentar. Namun, ketika pandangannya mulai menyisir ke arah seluruh ruangan yang Samitha taksir berukuran 4x5 meter itu, bulu kuduknya meremang seketika. Ruangan ini penuh dengan botol-botol yang biasanya Samitha jumpai saat di laboratorium biologi atau kimia. Bau cairan seperti NaCl dan asap yang seperti dari zat nitrogen itu, membuat kepala Samitha semakin pusing.

Ruangan apa ini? Apa yang sedang mereka lakukan? Samitha hanya bisa berteriak dalam hati, sembari terus berpikir apa yang harus dilakukannya agar bisa keluar dari tempat pengap ini.

"Jit, lo harus pegangin tuh cewek! Kita harus lihat reaksi tubuhnya setelah cairan ini masuk ke tubuhnya," titah pria lainnya lagi yang memakai topeng Iron Man.

Samitha semakin membeliakkan matanya lebar ketika pria Iron Man itu mendekat. Ekspresi wajahnya tentu tidak bisa Samitha lihat, terdengar kekehan kecil yang keluar dari mulutnya.

"Tenang, cewek manis, sakitnya cuma sebentar, karena setelah ini, kamu akan bertemu dengan pangeran impian." Setelah mengucapkannya, pria Iron Man itu menyuntikkan cairan tersebut pada lengan kiri atas Samitha.

Baru beberapa detik, Samitha merasa tubuhnya seringan kapas. Dalam penglihatannya seperti sedang terbang di taman bunga dan di ujung sana, Samitha melihat seorang pria dengan pakaian masa lampau dan terselip pedang di punggungnya. Samitha segera terbang ke arah sang pangeran dan segera memeluknya dari belakang, menyandarkan kepalanya.

Siapa aku? "Kamu adalah Pemain."

Di mana ini? "Ini dunia gim Kingdom Monera."

Kamu siapa? "Aku adalah Pemandu."

"Bagaimana aku bisa ada di sini?"

"Kamu sudah mati."

Pria itu, Pemandu, mengajarkan bagaimana cara mengontrol pergerakan sebagai Pemain. Tombol menu yang mudah.

Samitha di tugas pertamanya melawan monster lemah seukuran beruang, adalah bakteri basil yang suka meracuni makanan, O-157. Dia langsung mencakar sekaligus, mulai menetak satu per satu sampai musuh babak belur, menikam tubuh mereka dengan tangan kosong, lubang-lubang yang terbentuk menyemburkan cairan kekuningan, tampak segar.

Ketika habis sudah para lawan, Samitha hendak bertualang, menjelajah dunia lebih dalam. Namun, Pemandu memberi isyarat. Samitha mengecek, ada batang di sisinya yang terisi merah penuh, tampak memendar.

"Gim selesai! Kamu hidup lagi. Sampai jumpa nanti!"

Samitha berkedip, berdiri, menengadahkan kedua telapak tangan. Darah berlumuran, tampak segar, merah pekat. Badannya gemetar, mata terbelalak, raut wajah ketakutan. Lalu, dia menjilatinya.

Di hadapan, tergeletak tubuh-tubuh yang terpotong-potong dan tercabik-cabik, organ dalam berserakan tak berbentuk lagi, ceceran daging menjadi bubur, genangan darah meluas.

Samitha bergegas mengobrak-abrik barang di meja, mencari spuit yang sama. Setelah ketemu, segera disuntikkan jarum ke lengan bawah. Sensasi yang sama terasa, Samitha mati. Dia menginginkan cairan halusinogen itu membawanya kembali ke dunia Kingdom Monera lagi.

Saat Samitha membuka mata, yang terbentang luas ialah hamparan daratan kasar berwarna krem, ada banyak pori-pori yang tidak rata, dan kemudian berdatangan bola-bola aneh yang bergerak dengan kaki semu.

Samitha menjadi sel bakteri.

UNBK (Ujian Nulis Bersama Kawan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang