Stalker

10 1 0
                                    

Kolaborasi by: SilverJayz_ (HTM) & AlmayNadia15 (Teenfict)

Sudah hari ke 3 sejak adanya kasus pembunuhan di sekitar kawasan rumahku. Orang-orang ketakutan, berharap para polisi dengan cepat mencari pelakunya, karena takut si pembunuh masih berkeliaran.

Sudah hari ke 2 juga sejak aku dibuntuti oleh seorang pria.

Tapi, aku tak mungkin meminta bantuan polisi.

Berkat shift sialan ini, aku masih bekerja hingga larut malam, padahal, toko cukup sepi malam ini.

"Zoey." Seseorang mengaburkan lamunanku, aku mendongak mendapati Splendid—temanku—tersenyum sembari menodongkan sebotol minuman dan selembar uang.

"Kau jadi banyak melamun akhir-akhir ini, ada apa?" tanya lelaki itu.

Aku membalas sembari memberikan kembalian kepadanya. "Yah, aku sial sekali karena harus shift malam."

"Tapi sebentar lagi shift-mu selesai, 'kan?" tanya Splendid. "Karena kebetulan aku ada di sini, kau mau aku antar pulang ke rumah?" tawarnya.

"Um, tidak." Aku menolak sembari mengecek jam tanganku. Ia benar, sudah saatnya aku pulang ke rumah. "Aku harus menutup toko ini, permisi."

"Kau tak takut soal kasus pembunuhan yang terjadi di kawasan rumahmu?" tanya Splendid lagi.

Aku menggeleng. "Aku bisa jaga diri."

"Lalu kenapa kau tak mau pulang bersamaku? Apa karena kau membenciku?" tanya Splendid sembari merengek jahil.

'Ya, aku membencimu, stalker sialan,' batinku.

"Rasanya aneh saja jika pulang bersamamu, bagaimanapun juga, kau ini lelaki," ujarku kasar.

"Ahh ayolah ... Zoey—"

Telepon milik Splendid berdering. Akhirnya ia pamit pergi dan meninggalkanku sendirian!

Aku buru-buru menutup toko, lalu pulang.

Stalker itu tak membuntutiku, hal itu membuat perasaanku semakin tak enak.

Aku sampai di rumahku, lalu mendapati sebuah kertas kecil terjatuh di dekat keset. Aku menyadari bahwa ada seseorang yang sudah membuka pintu, karena harusnya kertas itu masih terapit di pintu.

Aku masuk ke dalam dengan jantung berdebar-debar, mendapati jejak kaki yang menuju ke lantai atas. Jangan sampai, jangan sampai hal yang tak kuinginkan terjadi!

Ponselku habis daya, jadi aku berlari ke ruang tengah untuk menggunakan telepon.

BRAK!

Pintu ruang tengah tertutup begitu aku masuk. Belum sempat aku menoleh, seseorang memitingku ke tanah, memelintir tangan kananku ke belakang punggungku.

"S-Splendid." Aku merintih kesakitan, lelaki ramah itu tak pernah berbuat sekasar ini padaku. "A-apa yang kau lakukan! Itu menyakitkan!"

"Kau tak bisa berpura-pura polos lagi, Zoey." Ujaran Splendid membuatku terdiam selama beberapa saat.

"Ah, apa yang kau tahu?" tanyaku.

"Semua barang bukti pembunuhan 3 hari lalu ada di sini, di rumahmu!"

***

Aku berusaha mengambil napas panjang untuk kesekian kali, pasokan udara di ruangan ini benar-benar terasa habis. Selain pengap, bayangan tentang wajah sangar petugas kepolisian membuatku semakin gerah. Sudah tiga jam aku dikurung di sini, tanpa peduli suara perutku yang bergemuruh karena belum makan apapun sejak pulang kerja tadi.

Pandanganku mengedar ke sembarang arah dan terfokus pada sosok yang baru masuk. Sosok yang menyeret paksa badanku setelah mengetahui rahasia yang kusimpan rapat-rapat.

"Kapan kau akan membebaskanku Splen? Aku sudah sangat lapar. Bisakah kau mengambil makanan untuk temanmu ini?" pintaku mencoba tetap santai.

Laki-laki bertubuh kekar itu berdecih. Menatap mataku dengan sangat tajam. Tatapan yang aku tahu pasti maksudnya apa. Aku yakin, dalam hati ia sedang menyumpahi diriku.

"Tolonglah, Splendid. Aku tidak bersalah. Semua bukti itu hanya---"

BRAK!

Splendid memukul meja di depanku dengan sangat keras. Aku tau dia sedang memaksaku untuk diam.

Shit! Bisa-bisanya aku tertipu dengan tampilan detektif berkedok preman. Sejak bertemu pertama kali, rupanya laki-laki itu sengaja meng-cosplay dirinya menjadi pria petakilan agar bisa mencari informasi tentangku. Dan aku salut dengan penyamaran itu.

"Oke. Sekarang apa maumu?"

"Jelaskan apa motif dibalik kasus ini?!"

Aku menyerah dan memilih untuk mengaku. "Oke, aku akan jelaskan semuanya. Korban pertama, wanita berusia 28 tahun. Aku membunuhnya setelah melihat dia membuang bayinya ke sungai. Aku tidak bisa menahan emosiku waktu itu." Aku melihat Splendid menyimak dengan seksama.

"Kedua, pria pemabuk yang berusaha melecehkanku. Aku membunuhnya dengan gunting yang kubawa saat akan memperbaiki sesuatu di rumahnya."

Splendid tercengang dengan penjelasanku barusan. Mungkin dia sedang bertanya-tanya, 'bagaimana mungkin?'

"Dan yang ketiga, aku nggak peduli kau mau percaya atau tidak. Yang pasti, aku tidak sengaja membunuhnya. Dia adalah remaja yang ingin menghabisi nyawanya sendiri. Ketika aku hendak mengambil pisau yang akan ditancapkan perutnya, dia malah menekan tanganku. Akhirnya dia menemui ajal," jelasku berhasil membuatnya terperdaya.

UNBK (Ujian Nulis Bersama Kawan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang