Sacrifice

11 2 0
                                    

Kolaborasi by: @HlriudiumSeagull (Romance) & allth_ (Fantasy)

Berlin memandang Robert lewat jendela kaca yang membatasi mereka. Banyak peralatan dan bahan sampel yang bertebaran dimana-mana.

Akhir-akhir ini, Pria itu sering tertangkap menghabiskan waktunya di ruang isolasi laboratorium tersebut. Padahal Berlin telah melarangnya.

Sudah 5 bulan mereka hidup didalam laboratorium kaca dibawah laut, semenjak terjadinya ledakan senyawa beracun dari pusat pabrik kimia terbesar di dunia yang meracuni udara dan membinasakan setiap makhluk hidup.

Kini, tidak ada satupun tempat didaratan yang aman. Hanya dibawah lautlah tempat teraman.

Tetapi, manusia butuh oksigen. Hanya beberapa orang seperti Robert dan Berlin yang beruntung bisa bertahan. Itupun karena mereka memiliki labolatorium  yang dilengkapi cadangan oksigen.
Karena itulah ia dan suaminya dapat bertahan.

Berlin berhenti mengingat kejadian itu dan mengetuk jendela laboratorium. Robert dengan pakaian APD-nya menoleh,  tampak kegugupan diwajahnya sebelum sebuah cengiran terbit disana.

***

"Jujur padaku, apa yang kau pikirkan. Akhir-akhir ini kau selalu berada diruang isolasi."

Berlin mengintrogasi Robert saat pria itu keluar dari ruangan. Aroma disinfektan tercium tajam dari tubuhnya yang kurus dari waktu ke waktu.

"Hanya mengotak-atik beberapa sampel saja. Maaf membuatmu terbangun." Jawabnya santai.

Robert berusaha mencium puncak kepala Berlin, tapi wanita itu menghindar. "Jangan mencoba menipu istri dari seorang ilmuan jenius, walau tidak sepintar dirimu, aku juga seorang dokter, Robert."

Robert menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Segalanya akan bertambah runyam bila Berlin sudah memulai pertengkaran.

Robert tidak butuh keadaan yang lebih kacau diwaktunya yang terbatas ini.

"Maaf. Aku buka meremehkanmu--"

Berlin memotong. "--Kalau begitu apa? Kau mendekam diruangan isolasi dengan bagian tubuh manusia yang terkontaminasi, sejak awal seharusnya aku melarangmu membawanya saat kita menyelamatkan diri. Bagaimana jika tubuhmu terkena bagiannya?! Dan lihat, wajahmu pucat, kau kelelahan! Apa yang ada dipikiranmu? Apa kau tidak memikirkan diriku, jika kau kenapa-napa?!"

Emosinya yang beberapa waktu tertahan, kini meluap. Berlin benci dengan sifat Robert yang selalu seperti itu. Padahal Berlin ingin dapat diandalkan.

"Apa kau sudah tenang?" Tanya Robert lembut.Tatapan sendu Robert membuat Berlin luluh.

"Sekarang bolehkah aku memelukmu?"

"Jika kau mau jujur padaku."

"Kemarilah."

Mereka berpelukan. Robert mengusap punggung istrinya dengan lembut.

"Aku melakukan berbagai ekperimen dari tubuh itu..." Ucap Robert memberi jeda. "Aku hampir menemukan obatnya, Berlin. Jika aku bisa mendapatkan komponen batang otak dari sampel yang terkontaminasi, kita bisa menyeleseikannya. Dunia yang hancur akan bisa pulih."

Robert melepas pelukannya. "Aku, ingin kedaratan, Berlin."

Berlin terdiam mematung mendengar penjelasan Robert.

"A-apa yang kau katakan? Tidak ada jaminan kau bisa kembali dalam keadaan hidup jika terkena udara daratan! Lagipula kita bisa hidup disini. Pasokan oksigen cukup untuk 2 tahun kedepan, jadi kenapa kau mengambil tindakan berbahaya?!" 

"Aku sakit, Berlin! Jantungku tidak kuat bertahan lebih lama lagi. Semua obat-obatanku hanya tinggal 1 kali pemakaian lagi. Fasilitas oksigen yang berjangka 2 tahun, bagaimana bisa aku tenang meninggalkanmu dengan durasi itu?"

Tangisnya pecah. Pria itu menangis. Pria malang yang sangat mencintai istrinya itu tengah berputus asa.

Putus asa karena memikirkan keberlangsungan hidup istrinya, bukan hidupnya.

"Kumohon biarkan aku pergi. Jika aku terkontaminasi saat aku mendapatkan bagian tersebut, kumohon tolong jadikan tubuhku sebagai wadah percobaan selanjutnya."

"Tidak, kita hanya perlu membuat alat untuk menjelajahi waktu dan kembali dimasa lampau untuk mengubah takdir," ujar Berlin.

Alat penjelajah waktu tidak buruk bukan? mereka hanya perlu membuat alat gila semacam itu untuk kembali pada masa lampau guna menghentikan ledakan itu.

"Apa maksudmu? alat seperti itu sangat mustahil di masa kini, aku tidak yakin dapat membuatnya," ujar Robert dengan nada penuh keraguan.

"Kita belum mencobanya, bahkan tinggal dibawah laut juga terlihat mustahil namun kita bisa melakukannya. Kita hanya memerlukan usaha dan semua akan baik-baik saja." Berlin berusaha meyakinkan sang suami.

"Baiklah itu tidak buruk, mari kita mulai membuat alat gila itu. Waktu kita hanya satu hari, sebelum keadaanku melemah dan otakku tidak dapat bekerja."

Mereka menghabiskan waktu berjam-jam di laboratorium untuk projek mereka membuat alat penjelajah waktu itu. Kini sebuah kaca dengan tinggi 2 meter, serta diameter 1 meter dengan banyaknya kabel yang melekat pada sekitarnya berada pada tengah laboratorium. Alat itu hampir selesai, Robert memundurkan langkahnya guna melihat mahakaryanya dan tersenyum puas.

"Apa yang kurang dari alat ini?" tanya Berlin.

"Kita hanya perlu menyambungkan kabel berwarna merah dan hitam itu dan selesai," jawab Robert sembari menunjuk kabel beda warna itu disisi kiri alat itu.

"Menunggu apalagi? waktu kita tidak banyak, cepat sambungkan."

Robert melangkahkan kakinya pada bagian sisi kiri sang alat, lalu menyambungkan kabel dua warna berbeda itu.

"Selesai, apa kita akan mencobanya sekarang?" Robert berujar.

"Tunggu apalagi, waktu kita tidak banyak," ujar Berlin seraya melangkahkan kakinya pada kaca besar itu.

Robert terlihat mengikuti sang istri, dan kini keduanya berada dalam kaca itu. Robert menekan beberapa tombol pada remote control dan cahaya yang sangat terang muncul. Mereka menghilang, dan berharap mereka benar kembali pada masa yang tepat.

UNBK (Ujian Nulis Bersama Kawan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang