Menjadi Siluman Demi Menyelamatkan Dunia

11 2 1
                                    

Kolaborasi by: chieszstory (Fantasy) & ichaaurahmaa (Romance)

Perdamaian dunia mencapai puncaknya pada tahun 2101. Setahun setelahnya, perang dunia keempat meletus antara Amerika bersama sekutunya dan China yang didukung sebagian negara Asia.

Negara-negara yang tidak mendukung kedua belah pihak pun menjadi agen abu-abu. Mereka menawarkan bantuan di bawah meja kepada siapa pun yang menguntungkan mereka. Salah satunya adalah Indonesia.

Seorang ilmuwan muda Indonesia menemukan bom yang bisa meretakkan ruang dan waktu. Awalnya hanya terlihat seperti bom biasa, tapi kemudian semua organisme yang ada di dalam jangkauan bom menghilang tanpa jejak seperti dikirim ke dunia lain, menyisakan dataran yang kosong melompong.

Bom ruang dan waktu itu dinilai efektif. Tidak ada alam yang rusak, tidak ada radiasi yang tersisa, dan tidak ada yang tercemar. Hanya organisme seperti manusia, binatang, hingga tumbuhan yang menghilang.

Bom pertama dijual pada pihak Amerika. Kemudian pihak China menawarkan untuk membayar lebih demi mendapatkan bom yang sama.

Kedua belah pihak pun saling mengirimkan bom ruang dan waktu. Kemudian mereka memutuskan untuk membuat bom berskala raksasa yang diluncurkan dengan roket khusus yang bisa melewati Samudra Pasifik. Dua bom ruang dan waktu bertemu di samudra, menghasilkan ledakan putih dahsyat sehingga tercipta gelombang tsunami di mana-mana.

Hasil dari ledakan tidak berhenti sampai di situ. Titik di mana bom bertemu, menghasilkan celah dimensi yang berbentuk oval berselaput cahaya ungu. Mendadak bumi yang kita kenal dipenuhi makhluk-makhluk asing.

Makhluk itu menyebut diri mereka Bangsa Grouda. Bangsa Grouda serupa dengan apa yang di peradaban timur disebut siluman dan di peradaban barat disebut shapeshifter. Tubuh manusia mereka bisa berubah menjadi hewan atau setengah hewan.

Karena fisiknya serupa binatang dengan akal manusia, Bangsa Grouda jauh lebih kuat daripada manusia biasa dan mulai menjajah manusia. Posisi manusia semakin inferior karena berbagai macam kekuatan aneh yang dimiliki tiap Bangsa Grouda, tergantung hewan perubahan mereka. Misalnya, Grouda rupa rubah dapat menghasilkan kabut asap yang menghipnosis manusia yang terjebak di dalamnya.

Manusia yang terdesak pun bersatu. Di daerah-daerah yang menjadi benteng pertahanan terakhir manusia, para ilmuwan bekerja keras mencari cara untuk melawan Grouda.

Semua penelitian menemui jalan buntu. Setiap ada terobosan baru, Bangsa Grouda dengan cepat meniru dan membuat hal yang sama dengan manusia.

Sampai akhirnya, ada seorang ilmuwan muda Indonesia yang membawa ide gila. Ya, dia adalah ilmuwan yang membuat bom ruang dan waktu: Profesor Aira.

Profesor Aira memulai penelitian untuk membuat manusia menjadi seperti Bangsa Grouda. Ia menculik dan memutilasi, baik Grouda yang masih hidup ataupun yang mati, agar bisa menemukan rahasia di balik para makhluk tersebut. Ia bahkan mengumpulkan segala legenda tentang siluman atau shapesifter dari seluruh penjuru dunia.

Satu persatu tentara menjadi bahan penelitian Profesor Aira. Namun, semua gagal. Mereka berubah menjadi makhluk aneh tak berbentuk dan berujung pada kematian.

Penelitian yang tidak manusiawi itu pun dijadwalkan akan dihentikan minggu depan. Karena geram pada keputusan tersebut ditambah sindiran dari rekan-rekan ilmuwannya, Profesor Aira akhirnya mengajukan diri untuk menjadi kelinci penelitian terakhir.

“Jangan lakukan hal bodoh, Aira,” kata Joshua.

“Lantas, apa yang harus aku lakukan sekarang, Jo? Aku yang menyebabkan kekacauan ini. Dan sekarang, aku harus bertanggung jawab,” kata Aira kepada laki-laki yang selalu menemaninya melakukan percobaan.

“Kita bisa memakai cara lain.”

“Kau ada ide?” tanya Aira.

Joshua terdiam. Usaha Aira selama ini belum membuahkan hasil. Berbagai macam cara sudah mereka lakukan. Namun, ada satu hal yang belum mereka coba.

“Aku rasa, aku sudah menemukan satu ide. Tapi, aku tidak bisa menjamin keberhasilannya.”

Kening Aira berkerut. “Apa itu, Jo?”

Joshua segera membawa Aira menuju laboratorium. Ada sebuah otak Grouda yang mereka awetkan. “Kita harus mencoba mengambil sel yang ada di dalam otak Grouda.”

Aira terdiam sejenak. Agak merinding juga saat melihat otak Grouda tersebut. Apa yang akan terjadi jika ia menyuntikkan sel otak Grouda ke dalam tubuhnya?

“Aku akan menjadi kelinci percobaanmu. Lakukan padaku,” lirih Joshua.

Aira sontak menoleh. Kedua matanya melebar. “Kau gila, Jo! Bagaimana bisa aku menjadikanmu kelinci percobaan? Aku sudah mengatakan, aku menawarkan diri secara sukarela.”

“Karena aku mencintaimu, Aira. Aku tidak ingin kau mengorbankan dirimu untuk hal ini,” ucap Joshua seraya mengusap pipi Aira.

Kedua mata Aira berkaca-kaca. Mengapa Joshua harus mengatakan hal itu di saat-saat terakhir hidupnya? Kini, apa yang harus ia katakan? Jujur, ia memiliki perasaan yang sama untuk Joshua, tetapi …

Aira tak menjawab. Ia malah fokus memulai mengambil sel otak Grouda dan memasukkannya pada sebuah tabung kecil dengan jarum di ujungnya.

“Aira,” panggil Joshua.

Aira menoleh dan tersenyum menatap Joshua. Diusapnya pipi Joshua dengan lembut, ditatapnya kedua mata laki-laki itu dalam. “Mengapa kau baru mengatakannya sekarang, Jo?” tanya Aira.

“Aku takut kau akan—“

“Asal kau tahu, aku juga mencintaimu,” bisiknya dengan suara bergetar. Sebulir air menetes dari sudut matanya. “Maafkan aku, Jo.”

Joshua mengerutkan kening mendengar ucapan Aira. Aira meminta maaf padanya? Untuk apa? Namun, kedua mata Joshua melebar saat mengetahui Aira sudah menyuntikkan sel Grouda ke dalam tubuhnya sendiri.

“Aira!” seru Joshua panik saat tubuh Aira ambruk begitu saja. Tidak ada respons dari tubuh Aira. Namun, secara perlahan fisik Aira mulai berubah. Joshua tidak berlari. Ia hanya ingin berada sangat dekat dengan perempuan yang dicintainya. Jika Aira berubah menjadi Grouda dan membunuhnya setelah ini, ia rela. Mungkin ini memang ditakdirkan Tuhan untuknya, juga untuk Aira.

UNBK (Ujian Nulis Bersama Kawan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang