Kolaborasi by: _Shalsafira_ (Fantasy) & hwarien (Teenfict)
Tidak ada yang tahu alasan sang Raja membakar semua buku dan arsip dari perpustakaan dan tempat keilmuwan. Semua orang hanya bisa menatap asap bakaran yang membumbung tinggi dan bara api raksasa nun menari nari ria. Peraturan baru, tidak ada yang boleh memiliki buku atau arsip catatan sejarah dirumah dan diakui sebagai milik pribadi. Tidak ada pendidikan. Raja adalah mahluk agung satu satunya yang menguasai ilmu. Namun penguasa-penguasa tersebut sungguh pelit ilmu.
Apa jadinya bila ilmu pengetahuan dihapuskan dari dunia?
Kekacauan besar terjadi. Norma yang dianut luhur oleh masyarakat kini tinggal nama. Kerusakan terjadi dimana-mana. Perang dan penguasa yang semena-mena terhadap rakyatnya karena berkuasa tanpa aturan. Bangsa Elf yang selama ini dikenal menghormati ilmu leluhurnya sekarang predikat tersebut lenyap. Dunia berada diambang kehancuran. Elving menduga jika para penguasa memiliki phobia akut pada buku. Mereka tak ingin siapapun berada lebih tinggi dari para Raja. Mereka adalah Dewa.
Elving nekat menyembunyikan buku-buku miliknya di sebuah ruang bawah tanah yang gelap dan beraroma lembab. Peri itu asik menghabiskan waktunya, membaca habis semua buku empunya dari satu rak lalu ke rak lain, tetapi Kala dia mendengar ketukan pintu yang cukup keras dari atas, ia buru-buru meninggalkan ruangan ternyamannya. Menyegelnya dengan cakram rune sihir khusus agar tak bisa dibuka oleh siapapun.
Elving menggerutu kesal. “Iya aku datang!”
Ketukan pintu semakin keras seolah tak sabaran menunggu batang hidung tuan rumah muncul.
Elving memaki-maki dalam batin. “Iya iya! Tunggu sebentar!” Serunya sembari tergesa-gesa mencari kunci pintu rumah yang entah ia taruh dimana tadi. Setelah mengacak acak ruangannya kunci pintu rumah ternyata berada dalam kantung baju yang ia pakai. Dia menepuk dahi. “Astaga!”
Elving lekas membukakan pintu dan menyemprot tamunya dengan kasar karena telah mengganggunya di pagi buta seperti ini. “Heh kamu tidak bisa baca ini!” Elving menunjuk papan yang tertempel pada daun pintu. “Dilarang menggangu!”.
Pria dihadapannya menyeringai lantas membuka tudung jubah hitam nun menutupi wajahnya, membuat Elving tersebut terperanjat. “Elegast! Ah yang mulia maafkan aku.” Elving bergegas membungkuk sopan tapi Elegast memintanya untuk berdiri tegap.
“Dengar! Ada yang harus aku bicarakan!” lirihnya segera mendorong Elving masuk dan menutup pintu erat erat.
“Ada apa!” Elving tertegun akan sikap peri itu nang sepertinya hendak membicarakan hal penting kepadanya.
“Kita sudah dijadikan kelinci percobaan!” desisnya.
Elving terlonjak kaget. “Apa yang kau bicarakan!” teriak Elving sambil melangkah mundur.
Elegast mencengkram pundak Elving, menyuruh peri itu untuk memelankan suaranya. Elving menutup mulutnya lalu mangut-mangut.
“Kita dijadikan objek percobaan oleh manusia! Mereka mengendalikan kita dari luar dengan layar-layar aneh dan mesin-mesin yang bisa berjalan, dunia kita berada di dalam kubah seperti dijadikan seperti permainan papan. Kita tidak bisa melihat mereka karena mereka telah menipu kita dengan sihirnya! Bangsa manusia hendak menjatuhkan bangsa Elf dengan itu! Kita tak bisa tinggal diam!” Jelas Elving panjang kali lebar.
Elving tercengang dengan apa yang di ucapkan oleh Elegast. Dia tidak mungkin berbohong. Pangeran itu adalah orang kepercayaannya selama ini sekaligus sahabatnya sejak kecil.
“Darimana kau tahu?”
“Mazarine, putri bajak laut sekaligus agen rahasia bayaran.”
“Dan kau percaya? Bagaimana kalau dia menipumu?”
“Setelah banyaknya hal yang terjadi, apakah sulit buatmu memercayainya? Ini cukup masuk akal, Elving.”
“Tapi—”
Elegast menutup mulut Elving dan mendorong peri itu hingga membentur dinding. Selanjutnya, mereka menunduk dan bersembunyi di balik tumpukan barang tak terpakai. Suara langkah kaki yang samar-samar terdengar membuatnya melakukan demikian. Elving tak berkutik. Ia justru takut dan mulai berpikir bahwa semua ini nyata adanya.Setelah hening menguasai ruangan lagi, Elegast melonggarkan cengkeramannya dan berjalan mundur. Elving lekas mengatur napas lalu menatap Yang Mulia-nya itu lekat-lekat.
“Apa rencanamu sekarang?”
“Kita pergi dari sini terlebih dulu dan mencari bantuan dari luar.”
“Lalu yang lain?”“Biarkan mereka tidak tahu apa pun dulu.”
Elving menelan ludah. “Kenapa aku? Kenapa kau memberitahuku?”
“Hanya kau yang bisa kupercaya di sini, Elving. Kumohon, bantu aku.”
“Baiklah.”
Elving bersedia ikut bersama Elegast. Mereka berlari, keluar dari persembunyian dan melewati lorong sepi menuju belakang rumah. Sesekali berhenti guna mengecek sekeliling, lalu melanjutkan perjalanan lagi hingga sampai ke ruang penghubung ke tempat lain.
Elegast lekas mengeluarkan kunci yang ia ambil dari penjagaan depan sebelum bertemu Elving. Ia membukanya hati-hati sambil celingak-celinguk. Setelah bunyi ‘klik’ terdengar dan Elving mendekat, ia segera mendorong peri itu masuk lalu menutup pintu kembali.
“Elegast! Apa yang kau lakukan?”
“Terima kasih atas bantuannya, Elving.”
KAMU SEDANG MEMBACA
UNBK (Ujian Nulis Bersama Kawan)
Short StoryHasil uji kemampuan gen 6 setelah enam bulan belajar bersama di WGAVerse. Genre apa yang akan diujikan?