Penjelajah Sejarah 2

4 1 0
                                    

Kolaborasi by: PatriciaAnggi (Science Fiction) & tibs_rhm (Romance)

Seno, lelaki 40 tahun itu mendesah panjang. “Aku siap.”

Sebagai seorang arkeolog dan sejarahwan yang sangat terobsesi dengan sejarah dan peninggalan-peninggalan zaman kerajaan, dia ingin menggunakan mesin waktu untuk kembali ke peristiwa sejarah masa lampau.

“Kali ini, zaman sebelum kemerdekaan, kan?” tanya Profesor Tama, ilmuwan gila yang telah menciptakan mesin waktu di tahun 2095.

“Ya.”

“Tapi, aku tidak tahu mesin ini akan membawamu ke peristiwa apa.”

“Ke manapun itu, aku siap.”

Profesor Tama mengangguk dan langsung mempersiapka  keberangkatan Seno yang sudah terbaring di kapsul raksasa.

Ketika sebuah tombol ditekan, Seno merasakan sensasi seperti menaiki roller coaster selama beberapa menit. Ketika membuka mata, dia melihat banyak lelaki berpakaian tentara. Ada yang sedang push-up, ada yang sedang jogging, ada yang menaiki papan kayu untuk latihan, dan lainnya. Dilihat dari situasi, dia sedang berada di pelatihan tentara, tapi tak hanya wajah Indonesia yang tampak. Ada tentara Jepang di antaranya.

“Hei, Supriyadi! Sedang apa kamu?Cepat berlatih!” seorang tentara Jepang yang fasih berbahasa Indonesia menyadarkannya.

'Supriyadi? Aku?’
Seno sangat tahu tokoh nasional itu.

‘Apakah aku akan menjadi pemimpin pemberontakan PETA?’

Mata Seno memanas ketika menyaksikan langsung rakyat Indonesia dipaksa melakukan pekerjaan berat. Kondisi Romusha (Pekerja paksa) hanya bisa dibaca melalui buku-buku sejarah kini terpampang nyata.

"Kamu ngapain di situ? Sini.." Tentara tadi mengayunkan tangannya menyuruh Seno bergegas masuk ke dalam mobil. Ia tidak bisa membantah.

Selama perjalanan, semua kekejaman orang Jepang terhadap rakyat Indonesia bisa  Seno saksikan dengan jelas. Pemuda itu tidak bisa lagi menahan air mata yang  sejak tadi sudah berusaha ditahan.

"Tenang saja. Setelah ini, kita bisa mencari cara agar mereka tidak tersiksa lagi," ucap seorang pemuda di sampingnya. Ia juga orang pribumi seperti wujud Seno saat ini. Hanya merek berdua dalam mobil itu yang sepertinya berasal dari Indonesia. Selainnya, dua orang Jepang lain duduk di jok depan sedang asyik mengobrol.

Beberapa jam kemudian, mobil berhenti di sebuah Batalyon. Seno dan pemuda pribumi tadi turun dari mobil, sementara dua pemuda Jepang meneruskan perjalanan.

"Apa semua rakyat diperlakukan seperti ini?" tanya Seno gusar.

Pemuda itu mengangguk. Raut wajahnya terlihat pilu. "Bahkan, aku harus kehilangan wanita yang ku cintai.."

Seno terdiam. Ia membiarkan pemuda itu mencurahkan isi hatinya tentang nasib malang yang harus wanita itu terima. Dipaksa melayani tentara Jepang sampai nyawanya melayang.

Setelah merasa cukup tenang, pemuda itu mengajak Seno ke sebuah rumah yang tidak jauh dari batalyon. Di sana, ada pemuda-pemuda pribumi lain dengan tekad yang sama. Seno berusaha untuk mengakrabkan diri dengan mereka. Berbekal pengetahuan dari masa depan, ia menyusun strategi sematang mungkin untuk melakukan pemberontakan.

Banyak hal yang menghalangi tujuan Seno. Mereka harus menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk menyusun rencana. Barulah pada bulan Februari saat di rasa semua keadaan memungkinkan, mereka sepakat untuk melancarkan aksi di tanggal 14 Februari 1945.

Malam hari sebelum pemberontakan dimulai, sekitar 79 orang yang tergabung berkumpul membahas rencana untuk terakhir kalinya.

"Besok, apapun yang terjadi, hidup atau mati, Indonesia merdeka!" ucap Seno dengan semangat membara yang diikuti sorakan dari yang lainnya.

Tepat pukul 03.00 WIB pada tanggal 14 Februari tahun 1945, pasukan PETA menembakkan mortir ke hotel Sakura yang merupakan kediaman dari para perwira Jepang. Dengan berbekal senapan seadanya, mereka menembaki markan Kempetai. Salah satu dari pasukan, merobek tulisan yang berisi janji Jepang untuk Indonesia. "Indonesia Akan Merdeka" diganti menjadi "Indonesia Sudah Merdeka."

Rasanya, kemenangan sudah hampir berpihak pada kami sebelum semua kacau balau terjadi. Seno merasakan tubuhnya melemah. Semua terasa berputar-putar dalam kepala. Sial! Seno melupakan batas waktu yang diberikan profesor Tama. Dia terlalu lama berada di sini.

Tubuh Seno dengan tiba-tiba menghilang meninggalkan peperangan yang sedang berlangsung. Pasukan yang tadinya bersatu, menjadi kehilangan kendali karena tidak ada lagi yang memimpin.

Seno kembali duduk di hadapan profesor Tama dengan tubuh bergetar. Air matany bercucuran. Rasa penyesalan yang teramat sangat, membuatnya terus-menerus mengutuki diri sendiri.

“Apa ku bilang. Tidak mudah mengubah sejarah.”

Begitulah ucapan profesor Tama sebelum meninggalkan ruangan, membiarkan Seno tenang.

UNBK (Ujian Nulis Bersama Kawan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang