Stalker

3 0 0
                                    

Kolaborasi by: Zia_Faradina (Historical Fiction) & Dhikayo (Science Fiction)

"Apa ini?"

Kututup laptop yang ada di hadapanku dengan muka sengit. Baru kali ini aku mendapatkan tugas berat. Menuliskan cerita horor dengan alur cerita yang membuat bulu kudukku merinding.

"Terimalah pekerjaan ini, Jo. Kamu pasti bisa menyelesaikannya."  Sebuah pesan singkat dari Alena datang. Dia berusaha merajukku.

Kuakui pekerjaan sebagai ghost writer sangat menantang. Aku harus menuliskan cerita sesuai dengan keinginan klien. Selama ini semuanya berjalan baik-baik saja. Klien selalu puas dengan hasil karyaku. Itu yang membuat Alena selalu memprioritaskanku jika ada tawaran menulis, dibandingkan yang lainnya. Sejak pandemi pekerjaan ini jadi penyelamat kantongku yang kering.

"No, untuk naskah ini. Tolong mengertilah!" Kuhubungi Alena untuk menyelesaikan konflik kecil.

"Kau tahu berapa uang yang kau terima jika menyelesaikan naskah ini, Jo?" Aku hanya terdiam. Mengindahkan segala bentuk materi yang akan disebutkan Alena.

"Seratus juta. Ini nominal yang besar. Kau bisa gunakan uang ini untuk melunasi biaya kuliah yang menumpuk dan membangun bisnis sesuai impianmu."

"Kau tawarkan saja pada penulis lainnya. Maaf, kali ini aku menyerah."

"Dia memilihmu, Jo, tak mau yang lain. Kumohon terimalah, demi aku!" Wajah Alena memelas.

Situasi yang sulit bagiku harus memutuskan mana yang terbaik Bagaimanapun Alena adalah orang yang berjasa di saat kondisinya terpuruk. Jika gadis itu sudah meminta dengan sangat, aku tak kuasa menolak.

"Okey, aku terima." Wajah Alena yang murung berubah ceria.
Sehari setelah deal kesepakatan dengan klien. Aku mendapatkan pesan aneh. Kehidupanku tidak sebebas dulu, ada yang sengaja mengintaiku ke mana pun aku pergi.

Pertama sekali, aku menemukan pesan dari emailku. Isinya ancaman yang memaksaku untuk menunjukkan diri ke publik. Awalnya aku tidak terlalu menghiraukannya. Aku yakin itu hanya ulah orang-orang iseng yang secara acak mengirimkan email tanpa alasan.

Namun semua berubah ketika kamera CCTV di rumahku mendadak berputar kencang, mengeluarkan aliran listrik yang menyambar di udara, lalu meledak begitu saja.

Aku terdiam. Masalahnya tidak hanya satu. Seluruh CCTV di rumahku mengalami hal serupa.

Aku segera menelepon Alena tetapi sama sekali tidak dijawab. Napasku kian memberat ketika tanpa sengaja telingaku mendengar suara dari luar. Sebuah rintihan pria tua yang berat. Serta denting besi-besi yang saling berpadu.

Keluar dari kamar untuk melarikan diri, aku mencoba mengendap-endap. Pandanganku menyisir seluruh ruangan. Jantungku berdetak tak karuan. Telapak kakiku penuh keringat. Sedangkan kewaspadaan membuat seluruh bulu kudukku berdiri bak disengat listrik.

Tepat di ruang tamu, tatapanku tanpa sengaja bertemu dengan sosok itu. Seorang pria berkacamata hitam. Di punggungnya rangkaian tangan besi yang bergerak-gerak kaku membuat napasku terhenti.

Teleponku berdering. Rasa panik membuatku tanpa sengaja mengangkatnya.

“Halo, ada apa?”

“Alena, dengar—“

Kata-kataku terhenti ketika pria itu menatapku sambil bersenandung, “Hei, beby, come here ‘cuz you’re my flower life.”

UNBK (Ujian Nulis Bersama Kawan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang