Haruto

16 2 4
                                    

Kolaborasi by: sid_safta (Historical Fiction) & @HlriudiumSeagull (Romance)

Pandanganku rasanya kabur, diikuti dengan nyeri hebat di kepala bagian belakang. Aku menelengkan kepala ke kanan dan kiri, sembari melemaskan otot-otot di bahu yang terasa kaku. Hawa dingin memeluk tubuh ini, hingga membuatku begidik. Aku memberanikan diri untuk berdiri dan melihat ke sekitar.

Ruangan dengan penuh foto-foto Haruto memenuhi kamar yang aku taksir berukuran 3×4 meter. Aku mengernyitkan dahi ketika mengamati lagi bahwa ruangan ini mengerikan. Seluruh dindingnya penuh dengan foto-foto Haruto dengan berbagai macam ekspresi, bahkan satu foto berukuran besar ditempelkan di langit-langit kamar.

Aneh!

Tak ada benda satu pun; seperti lemari, meja atau bahkan tempat tidur. Aku melihat ke arah pintu kamar, menempelkan telinga ke daun pintu terlebih dulu, mencoba mendengarkan apa ada seseorang lain. Setitik peluh mengucur di dahi, beriringan dengan jantung yang tiba-tiba berdentam kuat, kala sekelebat ingatan beberapa jam lalu hadir di kepala.

Segera saja aku menoleh ke arah sudut ruangan ini, dan melangkah cepat. Dengan sedikit berjongkok, aku melihat sebuah pisau yang sudah berlumur darah. Bibir dan tanganku bergetar, tanpa banyak berpikir lagi, segera aku robek ujung kaus dengan sekuat tenaga.

Pisau berlumur darah itu, segera aku bungkus dengan sobekan kaus. Lalu, aku pun melepas kaus dan kembali membungku pisau tersebut agar lebih tidak kentara. Peduli setan walau hanya dengan tanktop ketat yang membungkus tubuh ini, yang aku pikirkan adalah segera keluar dari ruangan sialan ini.

Segera aku kembali menuju pintu, menghela napas panjang dan membukanya. Namun, mataku membeliak lebar kala melihat seringai bibir dari laki-laki berkulit putih pucat itu. Suaranya terdengar begitu dingin saat menyapaku,

"Hai, Sayang, kamu pembunuh yang hebat."

"Ha-haruto! Ke-kenapa...?!"

"Mhh? Kenapa, apa?" Ia tertawa. Haruto tertawa.

"Aha! Maksutmu, kenapa aku masih hidup, begitu ya?" Bisiknya rendah sembari  berjalan mendekatiku.

Bagaimana dia masih hidup? Jelas-jelas aku mengingat dia sudah tertikam dengan pisau yang telah kubungkus itu!

Aku mundur dengan cepat hingga tersungkur kebelakang. Pisau tadi, kusembunyikan kebelakang tubuhku dengan cepat.

"Sayang, kenapa kau ketakutan begitu?"

"Ma-maaf." Cicitku. Aku bersimpuh didepannya dan memohon. "Tolong lepaskan aku."

Dahi Haruto berkerut. Tentu, tentu saja dia akan seperti itu. Bagaimana mungkin pacar yang sudah membunuhnya, kini bersimpuh meminta pengampunan.

"Hah... ini tidak seru. Apa obsesimu padaku hanya sampai disini? Lihatlah ruangan ini, kau menempeli setiap tempat dengan berbagai macam fotoku."

Haruto melayangkan telunjuk ke berbagai arah hingga berakhir padaku. "Kau juga mengatakan jika aku harus menjadi milikmu seutuhnya. Kau menusukku berkali-kali agar aku mati." Ucapnya kecewa.

Benar, semua ucapannya benar! Aku mengingatnya. Ta-tapi.... _itu bukanlah aku!_

"Hah...aku sampai menangis terharu karena rasa cintamu untuk memilikiku, begitu dalam, Sayang." 

Haruto perlahan menunduduk, tangannya mencengkram daguku kuat.

"Kau pasti penasaran, kenapa aku masih hidup. Aku menghipnotis-mu untuk melihat seberapa beraninya pembuktian itu."

Aku tersentak. "A-apa? Hipnotis?" Pria tampan berkulit pucat itu mengangguk.

"Orang yang kau pikir aku, mati karena tusukanmu karena hipnotisku."

Astaga. ASTAGA!!

"Sekarang, waktunya aku melakukan apa yang kau lakukan padaku. Aku juga ingin membalas cintamu seperti apa yang kau lakukan."

Sebuah pisau yang tampak tumpul keluar dari saku celana belakangnya. Gila! Aku bisa mati!

Kutepis tangannya yang memegang daguku dengan kasar, dan berdiri sejauh mungkin hingga punggungku membentur dinding.

"Dasar pria gila!" Jeritku. "Aku bukan dia! Aku tidak mencintaimu! Dia bukanlah aku!"

Haruto terdiam menatapku. Akhirnya aku mengatakan kejujuran itu. Kejujuran yang selama ini kusembunyikan, karena aku juga menikmati waktu saat bersama pria tampan ini. Pria yang dikencani diriku yang lain, diriku yang berjiwa jahat.

"Dia?" Haruto menelengkang kepalanya. "Kau jadi aneh lagi. Tingkah lakumu tidak seperti _pacarku_ saja."

"Karena aku memang bukan pacarmu itu! Maksutku, dia bukan aku, tapi dia berada didalam diriku. Aku.... memiliki kepribadian ganda!"

"Jadi, orang yang kusukai bukan kamu, tetapi jiwa lain yang ada di tubuhmu, begitu?"

Harito memang pintar. Karena itulah _dia menyukai haruto_

"Benar! Aku bahkan tidak tahu tempat ini dan semua foto-foto itu. Kumohon biarkan aku pergi dari sini." Ucapku kembali memohon dan berharap kepada psikopat itu.

Haruto memainkan pisau ditangannya.

"Jadi itu,.alasan tingkahmu sering berubah-ubah ya? Mmh...menarik juga. Tapi..dia tetap dirimu, bukan? Jadi walau aku membunuhmu, itu artinya aku membunuh dia."

Aku terbelalak ketika melihatnya dengan cepat mengayunkan pisau kearahku. Kurasakan nyeri dibahuku yang tertancap benda tumpul itu.

Haruto perlahan terus menekannya semakin dalam. Ini amat menyakitkan!

Aku tidak ingin mati. Aku ingin hidup! Tuhan tolong maafkan aku.

Dengan berat hati, kuhunuskan pisau yang kusembunyikan tadi ke matanya.

Dan dua jeritan, seolah berlomba memekakkan telinga.

Tapi aku tidak berhenti disana. Aku menusuk, menarik, lalu menusuk kembali kedua mata itu bergantian. Berkali-kali lebih cepat, hingga tubuhku bermandikan darahnya.

UNBK (Ujian Nulis Bersama Kawan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang