Putih

8 2 0
                                    

Kolaborasi by: leavethequiet (Fantasy) & PatriciaAnggi (Science Fiction)

Sepatu hitam, celana hitam, baju hitam, bahkan rambut dan mata hitam semua aku koleksi. Tindik cantik berkilau dengan bentuk yang sama pun aku kumpulkan.

Aku menyukainya; warna hitam.

Tidak silau, tidak kusut, tidak kotor, tidak diperhatikan. Warna yang begitu anggun itu tidak bisa dinodai atau dibersihkan. Dia akan tetap seperti itu.

Akan tetapi, orang-orang lebih suka memberiku warna putih. Sebuah kehampaan tanpa batas yang mudah untuk dirusak.

Di ruangan ini, rasanya aku ingin menumpahkan air kotor sebanyak-banyaknya, menghapus kesucian palsu yang mereka tunjukkan.

"Tunggu sampai hari pengadilan ditentukan," kata mereka.

Bahkan jika ada sesuatu untuk dimakan sembari menunggu, itu hanya nasi putih dan susu yang hambar. Kenapa mereka tidak mecabut lidahku sekalian saja?

Akulah pembunuhnya.

Kalian hanya harus menghukumku, tidak perlu disidang segala. Asal bukan denda uang, aku akan menerimanya tanpa perlawanan.

Namun, untuk menunjukkan kekejaman manusia, mereka memilih untuk menunda-nunda.

Haruskah aku makan sambil gemetar? Haruskah aku tunjukkan hari-hari tanpa tidur?

Aku tidak bisa.

Kehidupanku sejak awal sama. Mau di mana dan bagaimanapun, aku dapat menjalani kehidupan yang baik.

Bahkan dalam kehampaan sekalipun, tidak ada yang bisa menghalangiku untuk menikmati diriku sendiri.

"Tunjukkanlah sedikit rasa bersalah," kata mereka.

"Apakah kau tidak menyesal sedikit pun?" tanya mereka.

"Kau seharusnya mengamuk di ruangan seperti ini!" suruh mereka.

Terus mendikte, terus mendikte, terus mendikte tentang apa yang seharusnya terjadi di ruangan ini. Sangat lucu.

Pada akhirnya, yang menjadi depresi bukan aku, 'kan?

"Jadi, apa motifmu melakukan pembantaian itu?"

Pertanyaan itu sudah puluhan kali kudengar dan kujawab. Kenapa mereka masih tidak percaya?
Saat ini, aku duduk di sebuah kursi ‘panas’, istilah yang mereka gunakan untuk penjahat di ruang isolasi yang disekelilingnya tidak ada warna selain putih. Aku membenci warna ini.

Aku ditangkap karena terbukti melakukan pembunuhan dan mengoleksi organ dalam korban.

“Bukankah sudah kubilang? Aku melakukannya untuk bersenang-senang.”

Lelaki berpakaian putih di seberang layar hologram di depanku mengetuk-ngetuk meja. Entah di mana ruangannya, aku hanya diinterogasi secara virtual.

Di belakang lelaki itu banyak sekali botol-botol dengan cairan warna-warni dan mesin-mesin yang tidak kukenal. Dia lalu mengambil dokumen dan membolak-balikkan lembar demi lembar.

“Sebagai seorang pembunuh berdarah dingin dengan IQ 200 dan latar belakang menjadi pembunuh, sepertinya kau tidak semengerikan yang kami harapkan. Kau terlalu tenang dan tidak terlihat mengancam. ”

Aku tak mengerti apa maksudnya.

“Dengar, seorang pembunuh berdarah dingin seharusnya bersikap lebih dari ini di ruang interogasi. Kau harus menatapku dengan tajam, tertawa keras saat polisi membacakan dakwaanmu, atau kalau perlu ancam jika tidak akan melepaskanmu, dia akan mati di tanganmu. Bukan duduk tenang menjawa pertanyaan seperti anak SD.”

Aku semakin tidak mengerti maksud ucapannya.

“Kami menciptakanmu untuk menjadi pembunuh kelas kakap yang ditakuti masyarakat bahkan polisi.” Lelaki itu mengambil pena lalu menuliskan sesuatu di dokumen yang dipegangnya. “Keluarkan chip dari MP 4827, lalu hancurkan! Dia tidak lolos dari seleksi ini, aku akan menandainya sebagai produk gagal.”

Setelah lelaki itu berkata demikian, layar hologram menghilang, lalu kursi yang kududuki bergetar hebat. Aku tidak bisa bergerak karena tanganku terikat dengan baja. Helm yang ada di kepalaku seakan menekan kuat tengkorakku hingga serasa mau pecah, lalu terdengar suara robot perempuan berkata,

“MP 4827 akan segera dihancurkan dalam 5… 4… 3… 2… 1!”

Oh oh. Baiklah, tamat sudah riwayatku.

***

UNBK (Ujian Nulis Bersama Kawan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang