"AKU MENCINTAINYA KAK, KAMI SALING MENCINTAI!" Mark mulai berontak.
Fergio terdiam sejenak, setelah itu pria itu tertawa. "Cinta? Lantas bagaimana dengan mantan kekasihmu? Kau tidur dengannya Mark!" Mark tidak mengeluarkan suara, pria itu tidak dapat memungkirinya.
"Lihatlah dirimu, kau bahkan tidak bisa menjawab pertanyaanku!" kekeh Fergio seraya memukul Mark untuk kesekian kalinya.
Pria itu memukuli adiknya dengan brutal. Ia meluapkan semua emosinya, seolah Mark adalah sebuah samsak yang tak memiliki perasaan. Fergio sesekali menendang perut adiknya itu. Membuat Mark terkapar tak berdaya.
Setelah puas, pria itu baru menghentikan aksinya. Menatap nyalang ke arah adiknya, kemudian menginjak adiknya yang terkulai di lantai.
"Ini akibatnya jika kau berani mengkhianati kakakmu!" kecam Fergio.
Mark meringkuk sesekali ia mengerang menahan sakit di tubuhnya terutama di bagian perut yang selalu menjadi sasaran pukulan kakaknya.
Wajah tampannya dihiasi dengan luka lebam berdarah.
Bukannya tak sanggup melawan, tapi ia tahu kali ini dia bersalah. Sehingga Mark hanya menerima apapun yang kakaknya lakukan.
"Bangun! ini belum seberapa, Mark! Aku akan membunuhmu jika kau berani melakukannya lagi." Fergio menarik baju Mark, pria itu tidak berdaya.
"BANGUN!"
Mark berusaha berdiri, tangannya memegangi perutnya yang terasa ngilu.
"Lakukan apapun kak, asal kau tidak menyakiti Kylie lagi," tutur Mark terbata.
"Siapa kau berani memerintahku? Apa kau tidak sadar bahwa kau jauh lebih bajingan dariku? Kau juga telah menyakiti hatinya Mark! Setelah semua ini kau pikir aku akan berubah? Kau salah, aku semakin membenci jalang itu!" sungut Fergio sembari menunjuk wajah adiknya itu.
"Kak, aku tidak meminta apapun, aku hanya minta kau berhenti menyakitinya! Apa untungnya jika kau menyakiti dia seperti itu?" Mark menatap Fergio tajam. Entah mengapa kakaknya itu belum juga berubah.
Fergio terkekeh, ia melepaskan cengkeramannya kasar. "Kau benar-benar benalu, Mark!" Fergio berjalan ke arah kursi di balkon itu.
"Tidak kak, aku hanya memperingatimu sebelum kau menyesal nantinya! Jangan menyalahkan dia atas kematian orang tua kita, Kak. Dia tidak mengetahui apa-apa." Mark sesekali meringis menahan nyeri di perutnya.
"Lihatlah wajahnya, Kak. Sesekali kau harus menatapnya, apakah kau pernah melihatnya tersenyum saat dia bersamamu? Kau telah merenggut kebahagiaan perempuan itu!" sambung Mark, pria itu tidak membela dirinya, dia hanya berharap keselamatan Kylie.
"Aku tidak peduli! apakah orang tuanya memikirkan kita saat dia membunuh ayah kita? Apakah dia tidak berpikir akan seperti apa jika kita hidup tanpa ayah? Itu jelas salahnya Mark!" kecam Fergio. Pria itu mengusap wajahnya kasar.
Fergio menunjuk wajah Mark, "Kau berusaha mengalihkan pembicaraan!" pria itu terkekeh.
Sementara Mark hanya menggeleng, rasa sakit diperutnya membuat dia kesulitan berbicara.
"MARK! lebih baik kau pergi dari rumah ini, ada begitu banyak rumah yang bisa kau tempati, kau bisa memilih salah satunya tapi bukan di sini!" penuturan Fergio kali ini membuat Mark tercengang.
"Kau mengusirku dari rumahku sendiri kak?"
"Apa kau tidak malu? kakakmu telah beristri dan kau tinggal serumah dengan kami lalu kau menggoda istriku!"
"Kakak itu tidak benar!"
"Pergi, Mark! Sebelum aku menyeretmu keluar dari rumah ini."
Mark menghampiri Fergio, pria itu memohon agar kakaknya tidak mengusir dia dari rumah ini, bukan tanpa alasan. Namun, Mark harus menjamin keselamatan Kylie, ia khawatir kakaknya akan memperlakukan perempuan itu lebih buruk lagi.
Jika Mark tidak ada disampingnya, lalu siapa yang akan menghibur Kylie? Meski mungkin saat ini perempuan itu tengah kecewa padanya. Namun, Mark tahu Kylie adalah sosok wanita pemaaf.
Fergio tidak memedulikan adiknya yang bahkan saat ini tengah bersimpuh di kakinya.
"Baiklah, Kak. Aku akan pergi dari sini!" Mark akhirnya menyerah, ia memutuskan untuk mengikuti ucapan kakaknya.
"Bagus!"
"Namun, aku ada dua permintaan."
Fergio melirik ke arah Mark, pria itu menatapnya tajam, "Kau mencoba bernegosiasi denganku?" geram Fergio.
"Tidak kak, kumohon ini bukanlah sesuatu yang berat." pinta Mark.
"Baiklah, katakan!"
"Izinkan aku bertemu dengan Kylie untuk yang terakhir kalinya!"
🍁🍁🍁
Mark berjalan gontai menyusuri lorong yang mengarah ke kamar Kylie. Kakinya yang dulu selalu melangkah dengan semangat kini langkahnya lemah tak berdaya.
Pria itu berjalan terbungkuk, berusaha menahan rasa sakit pada perutnya. Tangan kirinya masih setia memegang perut rata itu, sementara tangan kanannya bertumpu pada dinding.
Setelah mendapat izin dari kakaknya pria itu dengan cepat berjalan menuju kamar Kylie, ia ingin menemui perempuan itu untuk yang terakhir kalinya, dan ia tidak punya banyak waktu. Fergio hanya memberinya waktu lima belas menit.
Mark akan memanfaatkan kesempatan itu untuk meminta maaf pada Kylie, pria itu sadar jika ia telah melukai perasaan kakak iparnya itu.
Mark menatap pintu besar dihadapannya, tangannya mulai mengetuk pintu itu, berharap Kylie keluar dan mau berbicara dengannya. Sesekali pria itu mencoba mendorong pintu tersebut namun ternyata pintunya terkunci.
Tidak biasanya perempuan itu mengunci pintu kamarnya, apakah saat ini dia begitu marah?
"Kylie," lirih Mark, pria itu meringis menahan sakit di perutnya.
Tidak ada jawaban dari dalam, Mark sudah tidak kuat lagi untuk berdiri. Pria itu terduduk didepan pintu. Napasnya terengah, sesekali dia mengerang.
"Kylie, maafkan aku! Aku tidak bermaksud melukaimu, kemarin aku benar-benar tidak sadar! Perempuan itu menjebakku!" racau Mark, ia berkata dengan nada tinggi berharap Kylie akan mendengarnya.
"Kemarin dia mengajakku makan siang, tapi ... Arghhh." erang Mark. Pria itu tidak tahu apa yang harus ia katakan.
"Kylie kumohon bukakan pintu!"
Hening, pintu masih tertutup rapat, tidak ada pergerakan dari pintu itu, membuat Mark mengacak rambut frustasi.
"Kumohon izinkan aku bertemu denganmu untuk yang terakhir kali!" pinta Mark sembari terus mengetuk pintu itu.
"Kau boleh marah kepadaku tapi kumohon temui aku kali ini saja!" Mark kembali memohon namun pintu itu tidak kunjung terbuka.
"Aku akan pergi ke Amsterdam dan tidak bisa bertemu denganmu lagi, apakah kau tidak ingin bertemu denganku untuk yang terakhir kalinya?" hening, tidak ada jawaban.
Mark kembali bertanya, "Apa kau tidak ingin mengucapkan salam perpisahan kepadaku?" pria itu mulai menitikkan air mata, tidak ada yang lebih sakit selain di acuhkan oleh perempuan yang ia cintai.
Mark menyesal karena telah menyita waktu Kylie tadi pagi, sehingga Fergio memergoki Kylie saat keluar dari kamarnya.membuat mereka dalam masalah besar, terutama Kylie.
Yang lebih ia sesalkan adalah hubungannya dengan Lynelle. Jika saja ia tidak berhubungan kembali dengan perempuan itu mungkin Kylie tidak akan semarah ini.
Di sisi lain, Kylie yang sebenarnya masih terduduk di balik pintu itu kini tengah menahan isak tangisnya. Ia tidak mau siapa pun mendengarkannya.
🍁🍁 Bersambung🍁🍁
KAMU SEDANG MEMBACA
Unhappy Queen [ 18+ END ]
Romance[Berlatar di Amerika] Pertemuan tanpa sengaja yang mengantarkan Kylie Stephanie Caldwell pada sebuah kesengsaraan. Penculikan yang terjadi, membuatnya jatuh pada sosok pria dingin yang tak mempunyai hati. Kylie memang dilepaskan. Namun, bukan berart...