56. Don't Watch Me Cry

198 26 0
                                    

Setelah selesai memesan minumannya, Kylie berbalik badan hingga akhirnya mata mereka bertemu. Senyuman di bibir perempuan itu seketika sirna berganti dengan ekspresi tegang dan ketakutan.

Perempuan itu perlahan mundur hingga pada detik selanjutnya Kylie berlari keluar dari cofee shop tersebut dan membiarkan pesanannya begitu saja.

Fergio yang melihat itu seketika bangkit untuk mengejarnya dan menyerukan namanya.

"Kylie!"

Fergio berseru, tapi perempuan itu terus berlari tak menghiraukannya.

Fergio tidak ingin kehilangan jejaknya kali ini, pria itu kemudian berlari berlari secepat mungkin, tak peduli dengan cercaan orang-orang yang tanpa sengaja tertabrak olehnya.

Pria itu berlari ke arah pintu, ia mendahului seseorang yang hendak masuk ke dalam kafe membuatnya kembali terkena makian.

Fergio terus berlari menyusuri trotoar yang dipenuhi oleh para pejalan kaki. Pria itu mendorong setiap orang yang menghalangi jalannya.

Sementara itu, heels yang Kylie kenakan membuatnya kesulitan untuk berlari. Belum lagi jarak di antara mereka semakin menipis.

Kylie berdoa pada Tuhan agar dirinya dijauhkan dari pria itu. Ia tidak ingin tertangkap dan diseret oleh Fergio. Namun, untuk kali ini Dewi Fortuna tidak berpihak kepadanya, tangan perempuan itu berhasil di raih oleh Fergio.

Dengan cepat Fergio menarik tangan Kylie hingga perempuan itu menghentikan langkahnya.

"Tuan, aku mohon jangan sakiti aku lagi." Kylie berujar dengan napas terengah. Begitupun dengan Fergio yang saat ini tengah terengah sembari memegang pergelangan tangan Kylie.

Fergio menatap mata Kylie, pria itu bisa merasakan ketakutan yang terpancar dari iris coklat itu. Rasa bersalah semakin menghantui kala ia teringat akan setiap perlakuannya pada Kylie.

Dalam sekali entakan Fergio menarik tangan Kylie dan membawa perempuan itu ke dalam pelukannya.

"Lily ... ," lirih Fergio, pria itu mengelus rambut Kylie yang dibiarkan terurai.

Sementara itu Kylie hanya tercengang dengan apa yang Fergio lakukan. Ia lebih terkejut lagi saat mendengar Fergio memanggilnya dengan panggilan masa kecilnya. Apakah pria itu sudah mengetahui semuanya?

"Lily, aku mohon maafkan aku." Fergio melepaskan pelukannya dan menatap Kylie tepat di manik mata perempuan itu.

Kylie hanya balas menatap Fergio tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam pikirannya.

"Kita pulang, ya?" Fergio mengelus pipi Kylie yang mulus, tak terdapat setitik jerawat pun di sana.

Kylie menggeleng. "Bagaimana kau bisa mengetahui nama kecilku? Apa kau sudah tahu sedari lama?" Kylie memberanikan diri untuk bertanya.

"Kita bicara di dalam kafe, ya?" bujuk Fergio. Mengingat saat ini gerimis sudah mulai turun.

"Tidak, katakan sekarang. Kapan kau mengetahuinya?" desak Kylie, entah mengapa air mata selalu menggenang di matanya kala ia beradu tatap dengan pria itu.

"Saat aku membaca buku diary mu."

Tess

Setetes air mata jatuh di pipinya disertai hujan yang turun semakin deras menyamarkan air mata yang saat ini mengalir di pipinya. Di saat orang lain berlari menghindari hujan, Kylie justru membiarkan air itu menghujam tubuhnya. Perempuan itu lebih memilih untuk tetap diam dan menangis di bawahnya. Tak peduli jika nanti dia akan terserang demam.

"Itukah sebabnya kau menjadi baik kepadaku?" tanya Kylie. Entah mengapa hatinya merasa tidak senang saat ia mendengar pernyataan itu.

"Kylie aku mohon, kita-"

"KAU BERUBAH HANYA KARENA AKU TEMAN MASA KECILMU?" Kylie menyela pembicaraan Fergio dengan menaikkan satu oktaf nada bicaranya.

Belum sempat Fergio menjawab, Kylie sudah kembali memberikan pertanyaan. "JIKA AKU BUKAN LILY MAKA KAU TIDAK AKAN PEDULI?"

Perempuan itu menelan saliva, tenggorokannya terasa tercekat. "Kau bahkan enggan memaafkanku meski aku telah bersujud kepadamu. Aku rela merendahkan harga diriku agar mendapat ampunanmu, tapi apa? Kau justru berniat menghabisiku! Berkali-kali kau mencoba untuk membunuhku. Kau mencekikku bahkan kau menenggelamkanku." Kylie kembali memelankan suaranya.

Melihat Fergio yang hanya bergeming Kylie seketika tak kuat menahan isak tangisnya. Perempuan itu mengeluarkan suara tangis yang membuat Fergio seketika menatapnya.

"Kau bahkan tidak membiarkanku untuk menghubungi kedua orang tuaku, sampai aku tidak mengetahui kematian ayahku sendiri!"

Fergio yang mendengar itu seketika menatap mata Kylie yang saat ini telah memerah karena air mata yang tak berhenti keluar dari matanya. Ia bahkan tidak tahu jika Albert telah meninggal.

Dan ini bukan bagian dari rencananya.

Detik selanjutnya Fergio memeluk Kylie, berusaha untuk menenangkan perempuan itu. Untuk kali ini Kylie tidak berontak, ia berusaha untuk mengeluarkan semua, perasaan sakit yang ia selama ini ia bendung.

"Kau jahat, Tuan! Kau membuatku kehilangan segalanya ... ," lirih Kylie di sela tangisnya. Perempuan itu memukul dada Fergio pelan. Dunianya benar-benar telah hancur.

Hati perempuan itu sudah sangat rapuh, entah apa yang akan Kylie lakukan jika saja Lucas memberitahu jika ia juga kehilangan janinnya. Mungkin Fergio akan di cap sebagai seorang pembunuh.

Hati Fergio terasa perih saat mendengar isak tangis yang keluar dari mulut perempuan itu. Ia membiarkan Kylie menangis dalam pelukannya, menumpahkan segala kekesalan pada dirinya.

🍁🍁🍁

Fergio telah berhasil membujuk Kylie, agar istrinya itu mau berbicara dengannya. Di sinilah mereka berada, di kamar hotel milik Fergio. Kylie sempat terkejut mengetahui bahwa, selama ini mereka menginap di hotel yang sama.

"Minumlah terlebih dahulu, kau pasti kedinginan." Fergio menyuguhkan segelas teh hangat pada Kylie yang baru saja keluar dari kamar mandi. Perempuan itu hanya mengenakan sebuah bath robe yang tersedia di sana.

Perlakuan yang tidak biasa itu membuat Kylie menatap curiga pada Fergio.

"Ambil lah, aku tidak menambahkan obat tidur pada tehmu. Kau adalah istriku, aku bisa bebas melakukan apa saja pada istriku bukan?" Fergio terkekeh.

Candaannya itu tidak membuat Kylie tersenyum sama sekali. Perempuan itu meraih cangkir di tangan Fergio. "Katakan, apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Kylie kemudian meneguk teh hangat itu perlahan.

Fergio menggamit tangan Kylie dan membawanya untuk duduk di sofa yang berada tepat di samping jendela.

Pria itu melipat bibirnya sehingga membentuk sebuah garis lurus. Detik selanjutnya pria itu mulai membuka mulut. "Sebelumnya aku minta maaf, telah menjadikanmu objek balas dendamku."

Fergio menggenggam tangan Kylie dan mengelusnya perlahan. "Aku menyesal karena telah menyakiti orang yang tidak bersalah sepertimu. Semua itu ku lakukan bukan tanpa sebab. Kau sudah tahu penyebabnya bukan?"

Kylie mengangguk. "Ya, tentu saja. Namun, kau akan lebih menyesal setelah kau mendengar cerita ini, Tuan."

Fergio yang mendengar itu seketika mengerutkan dahi. "Cerita apa?"

"Ayahku bukanlah orang yang membunuh ayahmu. Saat itu ... ." Kylie menceritakan semua yang tertulis dalam surat peninggalan ayahnya.

🍁🍁Bersambung🍁🍁

Unhappy Queen [ 18+ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang