59. Sang Pengkhianat

195 24 0
                                    

Beberapa hari setelah perbincangan itu, Aku sudah memantapkan hati dan memutuskan untuk mengajukan gugatan cerai ke pengadilan setempat. Aku tidak ingin Kylie terlibat dengan kehidupanku yang terlalu berbahaya untuknya.

Aku pun menelepon salah satu orangku—yang merupakan orang dalam di kejaksaan, tentunya untuk mengurus dokumen yang saat ini kubutuhkan. Mudah sekali bukan?

Sementara aku harus segera pergi ke Jerman untuk menemui John Theodor. Aku sudah tidak sabar untuk menghukum pria bajingan itu. Theodor, dialah yang merenggut ayah dan ibuku. Serta memfitnah Tuan Caldwell sehingga aku menghukum putrinya yang sama sekali tidak bersalah. Lalu untuk keluarga Eiddwen, aku sudah menjamin keselamatan mereka serta pengobatan untuk Tuan Eiddwen.

Setelah menempuh perjalanan lima belas jam menggunakan pesawat. Aku langsung tancap gas menuju markas Wilde Männer, tanpa mempedulikan rasa lelah di tubuhku. Aku tidak sabar mencabik-cabik keparat itu.

Tempag itu telah berada di hadapanku. Markas baru yang ia dirikan dengan dana bantuan dariku. Sebentar lagi aku akan merobohkan bangunan itu dan memastikan si keparat itu sengsara!

Dengan cepat aku menerobos masuk ke dalamnya. Tidak ada yang menghalauku, tentu saja karena the manners sudah mengenal siapa aku.

Saat aku akan membuka pintu,  aku bisa mendengar suara dua orang yang tengah berbincang. Dengan penasaran aku akhirnya mengurungkan niatku, dan mencoba menguping pembicaraan mereka.

Ku dekatkan telingaku ke arah lubang kunci agar pembicaraan mereka bisa terdengar jelas.

"Tapi beruntungnya perempuan itu saat ini telah melarikan diri. Jika tidak, mungkin dia akan menjadi biang masalahnya." Suara itu terdengar familier. Seorang wanita ... apakah dia yang Alice maksud? Kalau begitu aku bisa menangkap dua ikan dalam satu jala.

Aku kembali mempertajam indera pendengaranku. "Ya, kau benar. Tugasmu selanjutnya adalah mengalihkan perhatiannya agar pria itu lengah. Perlahan aku bisa melebarkan sayap dan menjadi penguasa perdagangan gelap di Amerika." Itu adalah suara John, pamanku. Apakah mereka kini tengah membicarakanku? Tentu saja! Siapa lagi penguasa perdagangan gelap jika bukan aku? Sialan pria itu mencoba menyingkirkanku.

Aku memegang handle pintu dan dalam satu kali entakan ku dorong pintu itu. Aku sempat terkesiap beberapa detik, otakku seolah blank dan tidak dapat berpikir.

Wanita yang berada di ruangan ini adalah ... Jennifer, kekasihku sendiri. Jadi gadis itu adalah kaki tangan pamanku? Sialan, aku merasa seperti orang bodoh saat ini.

"H-honey?" Suara gadis itu terdengar gemetar, dia pasti takut jika aku mendengarkan semuanya.

"Fergio, keponakanku." Pria bajingan itu merentangkan kedua tangan mencoba untuk menyambutku, apa dia pikir aku tidak mendengar setiap ucapannya?

Dengan lantang aku berkata, "Oh, sepertinya aku datang di waktu yang tepat. Sedang ada kumpulan serigala berbulu domba di sini." Dua manusia itu saling tatap satu sama lain, tentu saja mereka terkejut.

"A-apa maksudmu berkata seperti itu, Honey?" Gadis itu mendekat ke arahku dan mulai bergelayut manja di lenganku, benar-benar menjijikkan.

Dengan cepat aku menepis tangannya dan mendorong gadis sialan itu. Hingga tubuhnya terbentur meja.

"Enyahlah wanita jalang! Selama ini kau mendekatiku hanya untuk menjebakku! Kau sangat menjijikkan!" Aku menatap gadis itu nyalang.

"Tenanglah, Nak. Kita bisa membicarakannya baik-baik." Saat ini pria itu berada di belakangku. Dengan cekatan aku menunduk, berbalik badan kemudian menangkis tangan pria itu. Benar dugaanku, John tengah menodongkan pistol ke kepalaku.

Satu tangan pria itu memegang tangan kanannya yang mungkin terasa ngilu akibat tangkisanku. "Cih, kau berusaha untuk membunuhku? Tidak semudah itu, John." Aku berjalan ke arahnya.

Pria itu kembali menodongkan pistol ke arahku, kali ini ia memegang pistol itu dengan kedua tangannya. Aku memberikan seringai untuk mengejeknya. Kemudian dalam satu tendangan saja aku sudah berhasil menjatuhkan pistol yang ia pegang.

Saat aku hendak mendekati pria itu, aku merasakan sebuah hantaman pada kepalaku, beserta suara pecahan beling yang berserakan. Aku memegang kepalaku, terdapat cairan kental yang aku yakini adalah darah.

Detik selanjutnya kepalaku berdenyut nyeri disusul dengan suara berdenging yang membuatku tidak bisa mendengar suara lain. Sebelum kesadaranku hilang, aku sempat menoleh ke belakang dan mendapati Jennifer tengah memegang kepala botol yang kini telah pecah.

🍁🍁🍁

Rasa pusing, berdengung dan ngilu masih terasa di kepalaku, membuat mataku sulit untuk terbuka. Aku hanya bisa merasakan hawa dingin di ruangan ini. Bau amis dan apek menjadi satu. Di mana aku sekarang?

Perlahan mataku mulai terbuka, meski pandanganku masih buram tapi aku yakin jika saat ini aku pasti berada di ruang bawah tanah, karena hawa di sini sangat sesak dan gelap.

Sayup-sayup aku mendengar langkah dua orang mendekat. Itu pasti John dan Jennifer.

"Lihatlah Tuan Mafia kita, apa yang bisa dia lakukan dengan kondisinya yang seperti ini?"

John tertawa puas di hadapanku. Aku berusaha untuk melayangkan satu pukulan di wajahnya. Namun, baru ku sadari jika tanganku dalam posisi terikat. Ahh keparat!

"Apa kau ingin tahu siapa Jennifer sebenarnya?" tanya bajingan itu.

Aku melirik ke arah Jennifer yang saat ini tengah berdiri angkuh dengan melipat kedua tangannya. Cih, aku tidak peduli siapa pun dia. Aku akan membunuhnya, lihat saja.

"Berhubung nyawamu berada di tanganku, aku akan memberitahumu sekarang. Carlos Beatrix adalah sepupuku! Itu artinya Jennifer adalah keponakanku."

Sialan, jadi mereka terhubung satu sama lain?

"Dan kau pasti penasaran pada pembajakan barang selundupanmu bukan? Itu adalah ulahku, lalu untuk kematian para pembajak itu adalah ulahnya, dia menyelinapkan racun untuk diminum oleh para pembajak itu. Gadis itu pintar bukan?"

Pintar? Hah dia adalah gadis licik! Mark benar, orang yang melakukan ini adalah orang terdekatku. Sialan aku lebih mempercayai gadis itu ketimbang adik kandungku.

"Kalian semua pengkhianat! Kalian pasti akan ku hukum setelah ini," ucapku dengan santai, aku yakin sebentar lagi aku pasti akan bebas dari tempat terkutuk ini.

"Hahaha kau terlalu yakin ... Honey!" Cih, gadis itu berbicara dan menekan kata honey, seolah sedang mengejekku.

"Bagaimana bisa kau melakukan itu sementara kau sendiri tengah terikat saat ini?" John tertawa geli tepat di hadapanku. Ingin rasanya aku rontokkan gigi kuning pria itu.

Aku tersenyum tipis. "Aku memang tidak bisa, tapi mereka bisa!" ucapku sembari menunjuk beberapa anak buahku —yang dipimpin oleh Lucas—
dengan dagu.

Tentu saja aku tidak bodoh untuk pergi ke tempat ini sendirian, aku sudah memberitahu Lucas untuk menjemputku jika dalam beberapa jam aku tidak kembali ke penginapan.

Lucas berlari ke arahku dan mulai membuka ikatan pada tanganku. "Fergio, kau terluka." Lucas memapahku untuk berjalan keluar dari ruangan ini. Sementara kedua manusia itu di urus oleh anak buahku.

🍁🍁Bersambung🍁🍁

Unhappy Queen [ 18+ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang