47. Kisah Yang Usai Sebelum Waktunya

5.7K 706 520
                                    

Jangan lupa nabung gaes. The Last Rute terbit bulan ini🔥



🥀

I had all and then most of you
Some and now none of you
Take me back to the night we met
I don't know what I'm supposed to do
Haunted by the ghost of you
Oh, take me back to the night we met

🎵The Night We Met - Lord Huron🎵

🥀

Jujur saja, rasanya berat sekali menyambut pagi hari yang seharusnya disyukuri, justru menjadi sangat disayangkan. Semua ini terjadi semenjak Sury terlibat kerja sama dengan Liam dalam pembuatan film dokumenter. Jam tujuh pagi ia harus absen ke kantor dan di jam sembilan ia harus sudah sampai di rumah Liam, mempersiapkan segala keperluan film dokumenter. Untuk pengambilan film tidak terlalu banyak, hanya wawancara. Kemudian tujuan mereka selanjutnya pergi ke lapangan pacuan kuda. Jadwal tuan muda bermain olahraga kuda, kalau kata Sury.

Liam sukarela mengeluarkan mobil alphard nya untuk membawa Sury, Bimo dan peralatan syuting. Liam duduk di samping supir pribadinya. Jok yang ia duduki agak dibelakangi, tangannya terlipat dan topi hitam diposisikan turun menutupi wajahnya. Ia cukup kelelahan lantaran semalem ada rapat sehabis pulang dari rumah orang tuanya.

Sedangkan di kursi belakang, Sury dan Bimo duduk samping-sampingan. Sury menopang dagu dengan pandangan ke jendela, memperhatikan jalan raya yang begitu sibuk oleh kegiatannya. Ditatap pula langit pagi yang masih cerah.

"Udah sarapan pagi?" tanya Liam tiba-tiba.

"Belum," jawab Sury spontan. Ia memang tidak biasa makan terlalu pagi, paling cepat makan di jam sepuluh.

"Saya nggak nanya kamu. Saya nanya Bimo," tutur Liam kembali.

Mendengar hal tersebut sontak membuat tubuh Sury menegang kaku. Jika ia kucing, bulu-bulunya pasti sudah berdiri seperti landak. Kedua tangan mengepal dan wajah merah menahan malu serta amarah.

Berbeda lagi dengan respon Bimo dan supir pribadi Liam yang langsung memalingkan wajah menahan tawa.

"Makanya lain kali Pak Liam sebut nama biar nggak ada yang salah paham," protes Sury.

Liam tersenyum. Dibenarkan topi hingga tidak lagi menutupi wajah, ia putar kepala ke belakang menatap Sury. "Emang kamu pengen banget saya tanyain udah makan apa belum, Mbak Sury?"

Merasa diledekin membuat Sury semakin kepanasan, tapi ia harus menahan diri. Maka ia menoleh ke Bimo, memukul-mukul pelan tangan Bimo. "Bim, Pak Liam nanya tuh udah makan apa belum," katanya mengalihkan topik.

Bimo yang sedang susah payah menahan tawa terkejut, menolehkan kepala dengan tampang cengo kebingungan melirik Sury dan Liam bergantian. "Belum, Pak," jawabnya setelah itu.

"Oke." Liam kembali menghadap depan. "Pak, kita mampir ke drive thru KFC dulu."

"Iya, Pak Liam," jawab supir pribadinya.

Sury benar-benar tidak berharap apapun pada Liam. Tidak berharap laki-laki menyebalkan itu memberikannya makanan. Bahkan ia lebih yakin jika dirinya dibiarkan kelaparan. Harusnya seperti itu supaya Sury tetap memiliki alasan untuk kesal padanya.

"Mbak Sury, mau beli apa? Tenang aja saya bayarin. Saya orang yang bertanggung jawab."

Suara menyebalkan Liam yang menginterupsi lamunan Sury sangat menyebalkan, kata-kata penuh dengan hinaan. Tetapi Sury bukan tipe gadis yang munafik, yang akan menolak padahal mau. Maaf saja, ia tipe gadis yang agak tidak tahu malu dan jujur.

I'm not Antagonist II : The Last Rute (TAMAT dan SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang