8

2.6K 340 10
                                    

Note;
Please vote, comment,
and follow me 🙏

•Egosentris•

"Kau pikir aku tidak mengenalimu, Kim Sunoo?"

Tubuh telanjang itu bergetar hebat, jemari lentiknya meremas kimono yang ia peluk di dada. Kedua matanya tenggelam dalam obsidian kelam yang membawanya hanyut pada masa lalu.

Seringai yang terpatri di bibir Prince hanyalah secuil ekspresi kebengisan yang ada di dalam diri monster berwujud manusia. Sunny sangat tahu itu. Tetapi apa yang bisa ia lakukan tanpa selembar kain membungkus harga dirinya? Sunny hanya bisa menangis, antara malu, sesal dan juga ketakutan yang kembali membayangi dirinya.

Sedangkan Prince dengan beringas merebut bibir merahnya dalam pangutan. Meneteskan setitik bening di sudut mata Sunny. Kedua matanya memejam, bibirnya menggugu pilu. Sekali lagi harga dirinya dicabik-cabik oleh bajingan yang sama.

"Bagaimana aku bisa melupakan feromon ketakutanmu yang selalu menggoda ini, hm?" Pipi Sunny ditepuk lembut berulang kali.

"Kumohon, Tuan. Biarkan aku pergi." Wajah Sunny merendah, menyamaratakan dirinya dengan lantai. Ia bersujud di hadapan Prince, berharap kali ini alpha itu tidak akan memperlakukannya dengan keji kepadanya.

Namun Prince justru menarik rambut Sunny. Tatapan tajam dan dinginnya menusuk hingga ke relung hati. Sedangkan Sunny hanya bisa meringis kesakitan merasakan tarikan kuat di kepalanya. Sangat kuat hingga tubuh polosnya terangkat seiring kebangkitan Prince dari posisi berjongkoknya.

Tubuh Sunny dihadapkan ke cermin, perutnya dilingkari oleh lengan Prince, dan rona di tubuhnya seketika meremang kala sapuan lidah Prince mampir ke telinganya.

"Melepaskanmu?" Prince mengekeh di telinga Sunny. "Tidak akan pernah lagi."

Sunny menggeleng pelan. Dalam pantulan cermin ia memohon lewat tatapan sendunya. Namun Prince tidak peduli sama sekali. Ia hanya menatap dingin sembari mengeluarkan batang kejantanannya yang terlanjur mengeras dan melesakkannya ke lubang Sunny.

"Lihatlah bagaimana aku menikmati tubuhmu," bisik Prince seraya mencengkeram rahang Sunny.

Tulang-tulang di tubuh Sunny seakan rontok, terlepas dari tubuhnya secara magis dan itu membuat Sunny tak bedaya. Ia membenci ini. Ia membenci rasa ini. Sunny menggigit bibirnya hingga terluka, tidak ada kenikmatan dapat ia rasakan. Tidak ada kenikmatan yang bisa ia kenali lewat indera sensitif dalam dirinya. Yang ada hanyalah benci dan perasaan jijik yang mendominasi.

Entahlah, berapa kali Prince menumbuknya, berapa kali bajingan bernama asli Park Sunghoon itu menggeram penuh nikmat. Sunny tidak tahu, Sunny tidak ingin tahu. Ia bahkan tidak ingin memikirkan kenapa lubangnya basah oleh sentuhan pria itu. Yang ia tahu, ia hanya ingin waktu segera berlalu dan kutukan ini berakhir sampai di sini.

Desahan panjang memenuhi rongga telinga Sunny, membuatnya berdigik ngeri. Kini, lava hangat yang pernah membasahi tubuhnya kembali melakukan hal yang sama. Meninggalkan bercak kenikmatan yang Sunny anggap sebagai sebuah hinaan dan sesuatu yang teramat kotor.

"Kau masih senikmat dulu." Prince menyeringai. Ia menepuk pantat Sunny sebelum menyarungkan kembali miliknya dan melangkah pergi.

Suara pintu yang tertutup membawa udara dingin kesepian membelai tubuh Sunny. Ia terjatuh ke lantai, meringkuk di atas kimononya yang telah kehilangan harga diri. Sunny menjerit sejadi-jadinya, memukuli dada yang teramat sesak dirasakan. Meratapi betapa bodoh dirinya yang sempat meragukan bahwa Prince memanglah Sunghoon.

•Egosentris•

Butuh waktu setidaknya satu jam untuk mengenakan kimono secara umum. Tetapi Sunny menghabiskan tiga jam untuk membungkus tubuhnya dengan kain berbahan sutera itu seorang diri. Bukan karena ia tidak kompeten sebagai geisha, bukan juga karena ia kekurangan ilmu dalam hal pakaian tradisional tersebut. Ini semua karena tangisnya yang enggan reda sejak beberapa jam tadi.

Prince meninggalkan dirinya seorang diri di kamar ryokan tanpa sepatah katapun mengenai nasib Sunny selanjutnya. Sunny tidak mengharapkan apapun. Ia mematri dirinya di dalam cermin, menyisir rambut panjangnya dengan tangan yang masih gemetaran sejak tadi. Lalu mengusap lipstiknya yang berantakan seakan tidak apapun yang pernah terjadi.

Perlu waktu untuknya menstabilkan dadanya yang terlanjur carut marut seakan badai tidak mau berhenti menyambar di dalam sana. Namun Sunny adalah seorang geisha yang dituntut selalu pandai menyembunyikan perasaan dibalik senyum manawan.

Setelah menghela napas panjang, ia berbalik, keluar dari kamar mewah itu dengan tapakan anggun dan bahasa tubuh yang lugas seperti biasanya. Begitu membuka pintu, dua pria berjas itu masih disana, membungkuk hormat kepadanya dan mempersilahkan Sunny untuk diantar.

"Tidak perlu mengantarku, aku bisa pulang sendiri," tutur Sunny dalam langkahnya melewati lorong ryokan.

"Prince-sama memerintahkan kami untuk mengantarkan Anda, jadi—"

Sepenggal kalimat itu terputus kala Sunny menghentikan langkahnya, memutar tubuh dan menatap tajam pada dua pria tersebut. Terlihat jelas ada kilatan amarah yang menjadi gradasi dalam manik kelamnya, namun pada detik setelahnya Sunny menyunggingkan senyuman manis.

"Sampaikan rasa terimakasihku kepada Prince-sama. Dan katakan kepada beliau bahwa aku tidak memerlukan tumpangan." Sunny membungkuk santun, membuat dua pria berjas itu saling menatap bingung.

Sepeninggalnya dari ryokan, Sunny memilih pulang menggunakan taksi. Pagi mulai datang, jalanan Kyoto yang semula masyur di malam hari kini begitu sepi dan dingin seperti hati Sunny. Di dalam taksi ia terus saja menatap kosong ke luar jendela. Pikirannya tersesat entah di mana, mungkin di Korea, tempat segala kesakitannya bermula, atau masih tertinggal dalam obsidian kelam yang menatapnya bak serigala buas.

Sunny menggeleng pelan. Wajah cantiknya menunduk, berusaha menyembunyikan tetes air mata dari dunia. Dunia yang membuatnya malu karena terlahir sebagai seorang omega.

"Kita sudah sampai."

Air mata itu lekas-lekas dihapusnya. Setelah memberikan sejumlah uang kepada sopir taksi dan membubuhi ucapan terimakasih di akhir, ia turun dari taksi dan memasuki gang sempit menuju rumahnya.

Sesampainya di depan pintu rumah sederhananya, berulang kali Sunny menarik napas dan menghembusnya pelan. Sesekali menepuk lembut dadanya sendiri agar rasa dalam hatinya sedikit lebih stabil hingga ia siap membuka pintu. Langkah kecil Sunny mengarah ke dalam kamar putera semata wayangnya. Bocah itu masih terlelap dalam buaian malam, bahkan saat ibunya naik ke atas ranjang dan memeluk dirinya, ia tidak menyadarinya.

Sedangkan Sunny menangis dalam diam sembari mendekap tubuh kecil putera yang sangat dicintainya. Meratapi nasib Jungwon yang begitu tidak beruntung telah dilahirkan sebagai putera seorang bajingan Prince.

•To Be Continue•

[ON GOING] Egosentris || Sunsun BL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang