19

1.7K 234 11
                                    


•Egosentris•

"Siapa yang datang, Prince?"

Prince sedang menikmati decap manis bibir Sunny saat suara itu mengetuk gendang telinganya. Menyegerakan ia untuk mencampakkan bibir yang masih ia damba lalu berbalik sembari menyaku kedua tangannya.

"Sunny datang untuk bertemu denganmu." Prince menjawab santai sembari menjilat bibirnya, menghapus sisa kecupan Sunny di sana.

"Aku?" Beomgyu menunjuk dirinya sendiri, langkah kakinya semakin mendekat ke arah pintu.

Disana Sunny menunduk, menghapus sisa saliva Prince di bibirnya dengan jemari. Hal itu membuat liptint di bibirnya berantakan.

"Kenapa kau mencariku?" tanya Beomgyu heran. Awalnya ia tidak memperhatikan bibir Sunny, sampai geisha cantik itu menatap padanya dengan senyuman.

"Saya membawakan beberapa makanan untuk Anda," tutur Sunny sembari menyodorkan sebuah totebag hitam pada Beomgyu. "Sebagai ucapan selamat datang."

"Aku menghargainya, Sunny. Masuklah." Beomgyu menerima pemberian Sunny dengan senang hati. Tetapi manik matanya masih saja membingkai rasa penasaran pada bibir Sunny yang belepotan.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi kurasa kau perlu memperbaiki makeup-mu," lanjutnya sembari menunjuk area bibir Sunny.

Geisha bersurai panjang itu berlagak salah tingkah, ia lekas-lekas mengambil sapu tangan di dalam lipatan kimono-nya dan mengusap bibirnya dengan gerakan lembut.

"Maafkan aku," pintanya halus.

Kau punya sapu tangan, Sunny? Kenapa tak kau rapikan bibirmu sejak awal? Apa kau sengaja? Ah, sebenarnya itu memang jelas terlihat, sih.

"Masuklah, Sunny. Kau tamu kami." Itu Prince. Ia menepuk punggung Sunny pelan dan berlagak sopan di depan tunangannya. Oh, apakah masih ada lowongan menjadi shinigami? Kurasa akan banyak yang mendaftar untuk mencabut nyawa Prince sesegera mungkin.

"Tidak, Prince-sama. Saya hanya mampir sebelum pulang. Hari sudah malam, saya harus segera kembali ke rumah," tolak Sunny halus.

"Kalau begitu biar kuantar kau pulang." Prince bukan menawarinya, alpha jangkung itu bahkan sudah berlari masuk ke dalam rumah untuk mengambil kunci mobil tanpa berniat menunggu persetujuan Sunny lebih dulu.

Beomgyu tertegun melihatnya. Ia mengenal Prince sejak mereka kuliah di Harvard. Meskipun ramah, Prince tidak mudah bergaul bahkan nyaris tidak memiliki teman. Seingat Beomgyu, Prince tidak memperlakukan omega semanis ini selain kepadanya.

Apakah hubungan antara Prince dan Sunny memang sedekat itu? Atau aku yang terlalu berlebihan? Beomgyu tenggelam dalam lamunan, sampai Sunny harus menyentuh lengannya.

"Oh? Kau mengatakan sesuatu, Sunny?"

Senyum Sunny ramah. "Ikutlah bersama kami."

"Tidak, biar Prince yang mengantarmu. Aku harus menyelesaikan beberapa pekerjaan." Beomgyu mengangkat tas bento pemberian Sunny. "Dan memakan ini," lanjutnya.

"Baiklah, kalau begitu saya pamit. Selamat malam, Beomgyu-sama." Sunny membungkuk sebelum melangkah pergi dan menghilang di balik pintu mobil hitam Prince.

Beomgyu menatap kepergian Prince dan Sunny dengan hati yang mengambang di antara kebimbangan. Ia menghela napas lelah, menyalahkan diri yang dengan mudah mengikis kepercayaan hanya karena seorang geisha. Hei, selera Prince tidak akan serendah itu, bukan?

Anggukan mantap Beomgyu sematkan sebagai keyakinan diri bahwa kekasihnya pastilah hanya sekedar berbaik hati semata.

"Sepertinya aku harus lebih mengenal Sunny supaya aku tidak berpikiran picik seperti ini," gumamnya sebelum memasuki rumah dan menutup pintunya kembali.

•Egosentris•

Sunny sangatlah berubah. Satu hal yang berarti besar untuk Prince dimana akhirnya geisha cantik itu sadar diri bagaimana seharusnya ia bersikap sebagai milik Prince. Ia tidak akan munafik, ia senang Sunny memeluk lengannya di sepanjang perjalanan.

Jalang memanglah harus tahu diri, membuang kesombongan akan harga diri dan bersedia bersikap manis agar bisa menyenangkan hati. Itu keyakinan Prince. Keangkuhan dalam dirinya pastilah sedang bersorai penuh kemenangan karena omega yang selama ini dibencinya mengibarkan bendera putih. Bukan untuk menyerah akan pertarungan, tetapi menyerah pada dogma yang Prince junjung setinggi langit.

Sunny sendiri tidak masalah Prince menilainya serendah itu. Di hadapan Prince, ia sudah kehilangan segalanya. Tidak ada satu hal pun yang dapat ia pertahankan dalam dirinya selain dendam. Ia menyimpan rapi kebencian di dalam hatinya tanpa melupakan setiap luka yang terus menganga. Tetapi jemari lentiknya menari penuh cinta di punggung tangan Prince, menggodanya untuk melepas kemudi dan membiarkan tangan besarnya diciumi oleh Sunny.

"Merindukanku, Kim?" seringai Prince menertawai betapa rendah harga diri Sunny.

Tetapi Sunny justru menganggukinya. "Eung. Sangat. Dan sentuhanmu juga."

Telapak tangan besar Prince diletakkan di pipi Sunny. Terasa hangat, Sunny berlagak menyukainya, ia memejam sementara Prince masih berfokus pada kemudi yang membelah jalanan Kyoto.

Pipi halus dan kenyal itu menggodanya, membuat Prince terbayang setiap jengkal tubuh Sunny yang tanpa cela. Belum lagi pantat putih yang akan kemerahan begitu ia tampar. Tanpa sadar ludahnya tertelan diam-diam, menggelitik hasratnya untuk memindah tangan besar dari wajah Sunny, beralih menelusup ke cela yukata dan mengusap kulit halus paha Sunny.

"Hnghh.." Sunny melenguh, tangannya mencengkeram lengan Prince yang ia jadikan sandaran kepala. Bukan desah kenikmatan sejujurnya, karena di balik bibir merahnya ia mengeratkan gigi kuat-kuat menahan keinginan untuk memotong tangan iblis itu.

Sunggingan di bibir Prince kembali mengembang. Ia membanting kemudi ke bahu jalan dan menenepikan mobilnya dalam sepi. Sunny menatapnya bingung, alisnya menukik menuntut sebuah penjelasan namun Prince enggan menjelaskan apa yang ia kehendaki lewat rangkaian kata. Ia memberikan sebuah jawaban dengan membingkai wajah Sunny dan membunuh jarak diantara keduanya lewat cumbuan yang sempat terjeda.

Suara lantunan lagu Señorita yang keluar dari audio mobil menambah nuansa sensual berkali-kali lipat. Menggoda tubuh Sunny untuk menyibak bagian bawah yukata-nya lebar-lebar dan merangkak naik ke pangkuan Prince tanpa berniat melepaskan pangutan panasnya yang membuat darah dalam tubuh Prince mendidih.

Jika Sunny berusaha membuat Prince mabuk akan dirinya, maka ia telah berhasil sejak awal. Atau mungkin lebih dari itu, ia sedang berusaha membuat Prince tak hanya sekedar mabuk, melainkan kecanduan sehingga ia akan mati jika Sunny menghilang dari hadapannya. Karena seperti seorang jenius, begitu pangutan mereka terlepas, Sunny mengurung Prince lewat tatapan seduktif sembari mengikuti alunan suara Camila Cabello,

"Ooh, when your lips undress me. Hooked on your tongue. Ooh love, your kiss is deadly. Don't stop."

Prince menatapnya lekat dan dingin seperti apa yang selalu ia lakukan kepada Sunny. Penuh diktatorasi. Sedangkan tangannya dengan sangat terampil membuka tali yukata Sunny. Lalu dengan gerakan tegas ia mencengkeram kerah yukata si geisha dan menyentak tubuh rampingnya hingga kedua ujung hidung mereka saling bersentuhan, dan kedua manik kelam mereka saling mengunci bayangan masing-masing dalam tatapan posesif.

Napas Sunny nyaris tak dapat dihembuskan. Pada obsidian kelam yang selalu menatap diktator kepadanya, ia tenggelam. Untuk sesaat ia kehilangan dirinya, terrenggut rasa yang tak pernah ia damba untuk menyentuh relung hatinya. Bibirnya mendesiskan gelegar yang merambat lewat sentuhan Prince di permukaan punggungnya, tubuhnya menggeliat lapar akan sebuah kepemilikan yang absolut.

Sampai sebuah ritme rendah yang menggelitik gendang telinganya mengalunkan kalimat tanya, "apa kau heat, Baby?"

Candy membolakan matanya. Oh, sial! Ia melupakan obat penahan heat-nya lagi.

• To Be Continue •

[ON GOING] Egosentris || Sunsun BL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang