Tinggal di sebuah kostan merupakan keharusan tersendiri bagi Kalista. Perempuan berusia duapuluh empat tersebut memutuskan untuk menyewa satu buah ruangan untuknya menetap di Jakarta. Satu ruangan tersebut cukup besar untuk dirinya sendiri. Apalagi biaya yang ditawarkan juga cukup terjangkau bagi Kalista.
Kendati demikian, Kalista pun terpaksa pindah ke tempat lainnya, yang cukup dekat dengan tempat kerja barunya saat ini. Kostan yang berjarak duapuluh kilometer itu pun, rasanya tak bisa membuat Kalista datang tepat waktu. Ketika, nantinya ia berada di tempat kerja yang baru. Belum lagi hiruk pikuk kemacetan di Ibu Kota di pagi hari. Rasanya tak akan sampai tepat waktu, jikalau Kalista tetap milih untuk menetap di tempat kostnya.
Oleh sebab itu, ia pun memilih untuk mencari tempat tinggal yang baru. Yang sekiranya dekat dari pusat perkantoran di Ibu Kota.
Sejak pagi, Kalista sudah sibuk memasukkan sebagian bajunya ke dalam koper besar berwarna hitam. Koper bermuatan tujuh kilo tersebut ia simpan juga bersamaan dengan dokumen-dokumen pendukung penting seperti, ijazah, surat kendaraan bermotor, serta sebuah kartu keluarga yang bertuliskan namanya sebagai kepala keluarga.
Selesai mengosongkan tempat tinggalnya, Kalista pun pamit kepada ibu dan bapak kost, serta teman-teman yang tinggal bersama selama kurun waktu tiga tahun.
Satu persatu ia bersalaman, saling memeluk teman-teman perempuannya dan tak lupa mengecup pipi teman-temannya secara singkat. Tapi begitu ia tiba di bagian tempat laki-laki, ia hanya bersalaman sebelum dirinya akan turun dan pergi ke kost tersebut pada malam ini.
Langkahnya terhenti, begitu lelaki berusia duapuluh enam tersebut tak menggubris uluran tangan Kalista. Melainkan, ia segera masuk ke dalam kamarnya dan mengabaikan perempuan yang saat ini masih mematung di depan pintunya.
Bukan karena marah, tapi Adjie tentunya malu dengan Kalista karena dirinya pernah terciduk mendesahkan nama perempuan tersebut dalam sebuah kegiatan rutinnya di malam hari.
"Ibu, Bapak, semuanya, Kalista pamit, ya? Kalau mau main, silahkan ke tempat aku, ya? Jangan sungkan-sungkan." ujar Kalista sengaja membesarkan suaranya agar sosok lelaki di balik pintu itu pun mendengar suaranya.
"Kalau kangen mau cari makanan bareng gimana, Ta?" tanya Rianto yang secara terang-terangan menggoda Kalista.
"Bisa telepon atau video call aja, To. Atau kalau mau mampir boleh juga kok."
Jelas Adjie mengepalkan tangannya.
Ia begitu marah mendengar Kalista yang sangat ramah akan lawan jenisnya. Serta memberikan godaan-godaan singkat melalui ucapannya barusan.
"Ta, pokoknya lo harus tawarin gue juga via whatsapp." batin Adjie yang kini menatap datar pintu di depannya.
Satu hari berjalan lancar. Kalista cukup senang tinggal berada di lingkungannya yang baru. Meskipun belum mengenal semua penghuni di tempat tersebut, Kalista tetap berusaha ramah kepada siapapun yang tengah berpas-pasan dengannya.
Bedanya di tempat kost sebelumnya, tempat kost ini jelas bebas. Membiarkan lelaki dan perempuan bersatu dalam satu ruangan, meskipun tak ada status perkawinan dalam sebuah kartu tanda pengenalnya.
"Ahhhhh....."
Baru saja Kalista memejamkan matanya, telinganya justru menangkap sebuah desahan yang nampaknya berasal dari kamar yang ada di sebelahnya.
"Ahhhhh...."
Kedua kalinya Kalista tak tahan.
Ia juga perempuan normal. Ingin merasakan milik lelaki meskipun ia sendiri tak tahu lelaki yang akan menjadi sasaran empuknya dalam kegiatan bercinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
ONESHOOT 21+
Fanfictiona part of mature content 🔞 harap yang masih di bawah 21 tahun untuk tidak mampir. full content on trakteer