Memiliki sebuah rumah pada usia muda merupakan sebuah anugerah untuk Citra. Karena biasanya gadis seumuran dengannya masih senang-senang menghabiskan uang dengan membelanjakan barang pribadi, tapi berkedok sebagai self reward. Citra tahu bahwa semakin lama harga tanah akan semakin mahal tiap tahunnya, maka itu ia pun memberanikan diri mengambil rumah di kawasan Tangerang.
Bagi Citra antara keinginan dan kebutuhan merupakan hal yang selaras. Kadang kala, kita tak sadar bahwa suatu keinginan merupakan kebutuhan yang nantinya harus kita miliki. Seperti rumah yang tengah ia tempati ini. Citra membeli rumah ini karena keinginannya, bukan semata karena ia tengah membutuhkan rumah untuk tempat tinggalnya. Perempuan itu bisa saja pulang dan pergi ketika tengah bekerja. Tapi, Citra tak mau karena itu memakan waktu banyak untuknya.
Dan sudah terhitung tiga bulan Citra berada di rumah ini secara sendirian.
Takut? Ya, terkadang Citra suka merasa was-was ketika tengah sendirian di rumah. Tapi ia selalu berfikir positif agar aura negatif yang tengah menguasainnya akan hilang dengan segera.
Tesss Tesss Tesss
Rintik hujan menetes pada kanopi rumah Citra. Perempuan itu lantas keluar dari rumahnya dan mengangkat pakaian yang ia letakkan di atas mobilnya.
Sebenarnya ada ruang cuci jemur di belakang rumahnya, tapi sinar matahari yang masuk sangat sedikit. Sehingga, pakaian Citra sering tak kering meski di jemur seharian.
Selesai memindahkan pakaiannya ke dalam kursi taman, Citra melihat pakaian anak kecil yang masih berada di luar. Jelas sekali bahwa itu milik tetangganya yang berada di sebelah kanan.
"Gue pindahin ke rumah gue dulu aja, deh. Nanti kalau yang punya rumah udah pulang, gue kasih deh." gumam Citra saat ini.
Perempuan itu pun akhirnya memindahkan besi penjemur tersebut ke dalam rumahnya. Tak berat, karena isi pakaiannya hanya beberapa pakaian anak-anak.
Begitu selesai dengan pakaiannya, Citra pun kembali ke halaman rumahnya untuk mengambil pakaian milik tetangganya, dan akan ia bawa ke dalam rumahnya.
Sudah mau magrib, tak baik juga jika pakaian masih berada di luar rumah.
"Yahh, gue kelamaan ngambilnya ini mah." monolog Citra begitu ia memegang beberapa lembar pakaian yang ada di tangannya, dan merasakan bahwa pakaian tersebut lembab.
"Udah lah, gue keringin aja pakai hair dryer. Kasian kalau anaknya tiba-tiba mau pakai pakaian yang ini lagi."
Sudah hampir dua jam hujan tak kunjung reda, pemilik rumah di sampingnya pun sepertinya belum juga tiba. Citra memutuskan untuk bangkit dari sofa dan memasak mie instan untuk dirinya sendiri.
"Daddy! Mana baju sepidemen aku!" anak kecil itu berteriak dengan kencang, mencari pakaian kesayangannya yang di berikan oleh ibunya.
"Tuhan, kemana ya, tadi pagi daddy jemur di depan kok sayang." ujar lelaki muda berusia dua puluh delapan tahun.
"Biain aja, aku malah sama daddy. Aku nanti tefon mami bial aku tidul disana!"
"Ehhh jangan dong, nanti daddy cariin dulu ya, ganteng? Kayaknya keselip deh."
Jelas saja Hardin berbohong, keselip dari mana? Ia bahkan belum mengangkat jemurannya sama sekali hari ini.
Selagi Ariel merajuk, Hardin berusaha mencari keberadaan pakaian anak semata wayangnya di halaman rumahnya. Ya, siapa tahu saja terselip di antara kolam ikan yang ada di rumahnya.
Hardin membungkukkan tubuhnya, mencari-cari pakaian anaknya di setiap kolong kursi yang ada di halaman rumahnya.
"Mas!" tegur seorang perempuan dari seberang sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
ONESHOOT 21+
Fiksi Penggemara part of mature content 🔞 harap yang masih di bawah 21 tahun untuk tidak mampir. full content on trakteer