3 Laki-laki

2.1K 46 2
                                    

"ANJING!!!"

Sakit, pusing, Jidan yang tergeletak di lantai memegangi kepalanya. Tanpa menunggu rasa sakitnya hilang, orang yang memukul Jidan kembali menarik kerah kausnya dan membuka tutup kepala Hoodie berwarna ungu gelap yang dia pakai.

"Emangnya elu kira utang bokap elu sedikit hah!!!" Bentaknya.

Jidan menepis tangan orang itu lalu dia menyeka darah yang keluar dari bibirnya.

"Udah setahun gua nganter sabu disini. Gua aja gatau utang bokap gua berapa, yang ke bayar berapa. Gua bukan bocah, gua juga butuh duit buat makan," katanya tampak tenang.

Pria yang lebih tinggi darinya itu merasa semakin kesal melihat Jidan sangat tenang menanggapinya.

"Kalo elu ga jawab pertanyaan gua, gua gamau jadi kurir elu lagi. Sekalian aja gua cepuin tempat ini," ucap Jidan.

Karna terlalu geram, pria itu mengeluarkan pistol dan menodongkannya ke dahinya.

"Ayo tembak aja. Gua udah nyuruh temen gua, kalo gua ga balik satu jam lagi, gua jamin tempat ini bakal di kepung polisi. Gua cuman pengen tau utang bokap gua doang, ga minta apa-apa,"

Pria itu menggertakan giginya lalu dia kembali menarik pistolnya.

"Utangnya sisa 70 juta. Sebulan, utang elu berkurang 2.8 juta,"

Jidan mendongak dan menghitung di dalam kepalanya.

"Pantesan lama, dapetnya cuman segitu. Berarti emm.. 2 tahunan lagi yah," gumam Jidan sambil mengucek matanya.

Jidan memungut tas selempang nya yang terjatuh lalu berjalan ke arah pintu keluar yang di jaga 2 orang.

"Oh iya bos, besok gua boleh kan minta libur sehari? Soalnya mau pergi," ucap Jidan berhenti dan menoleh ke belakang.

"Awas aja lu kalo sampe ngelaporin,"

"Santai.. kan gua juga butuh makan disini," kata Jidan melanjutkan langkah kakinya.

Butuh 30 menit berjalan kaki sampai Jidan tiba di rumahnya. Saat masuk, dia langsung berbaring di kasur lantainya memandangi langit-langit.

"Dan.."

Jidan perlahan bangkit karna ada tetangganya muncul dari pintu.

"Kenapa Bu?" Tanya Jidan dengan wajah lesu.

"Ini tadi ada surat dari kantor pos. Kamu belom Dateng jadi di titipin ke ibu,"

Jidan mendekat dan menerima surat berukuran lebar dengan amplop yang menurutnya aneh.

Karna penasaran, Jidan pun membuka amplop itu dan membaca isi suratnya.

Bola matanya bergerak mengikuti setiap kata di surat itu. Saat di pertengahan, matanya terbuka lebar sampai jantungnya berdebar kencang.

*******************************

Hidup mewah, serba tercukupi, apapun ada. Jonathan dengan santainya duduk di kantornya sambil melihat ke arah luar jendela.

"Aku penasaran, kira-kira hidup enak begini kelarnya kapan yah?" Gumamnya.

Sesaat setelah Jonathan mengatakan itu, seseorang datang membawakan surat untuknya. Jonathan terkejut karna perusahaannya yang sudah lama dia bangun tiba-tiba saja bangkrut. Salah satu orang kepercayaannya kabur membawa sebagian besar keuangan perusahaan.

"Emm.. cepet juga," ucap Jonathan berdiri. Dia mengambil jas rompi lengan panjang berwarna krem miliknya, serta topi pork pie yang di gantungkan di depan pintu masuk.

"Pak??" Panggil wanita yang membawa surat nya tadi.

"Oh, iya Tia. Perusahaan ini bangkrut, tapi tenang aja. Sisa gaji kalian ga bakal saya lupain. Saya tinggal jual rumah ke bank," ucapnya tersenyum.

"Lah, bapak ko biasa aja?" Tanya Tia heran.

"Selalu ada jalan di setiap masalah. Saya pamit dulu yah, semoga kamu sama yang lainnya bisa dapet pekerjaan yang lebih baik dari disini," ucap Jonathan membungkuk sedikit sambil mengangkat topinya dan meletakkannya lagi di kepalanya.

Dalam waktu 2 hari, Jonathan berhasil menjual rumahnya beserta isinya. Dia hanya membawa beberapa set pakaian yang dia bawa di dalam koper.

"Gaji karyawan udah.. utang udah semua.. uang ku sisa 1 juta. Mungkin bisa di pake buat nyari kosa-"
"Permisi..."

Di saat Jonathan sedang berfikir di depan rumahnya. Dia kedatangan seseorang yang mengantarkan sepucuk surat padanya.

"Hmm.. terimakasih kawan. Suratnya punya segel bagus, pasti dari...."

Jonathan membaca surat itu secara perlahan lalu dia tersenyum lebar.

"Ternyata ga perlu nyari kosan. Selalu ada jalan di setiap masalah.."

Jonathan menarik kopernya ke pinggir jalan sambil memesan taksi online dari HP-nya.

**********************************

Oh, I hope, you're, happy..
But not like how you were with me..
I'm selfish, I know, I can't let you go..
So find someone great, but don't find no one better..

Di tengah keramaian, di bawah gelapnya langit malam, Nanda bernyanyi bersama gitarnya.

Mulai dari lagu ceria sampai sedih, dia mengamen di tengah sebuah taman. Berharap kalau dia akan mendapatkan cukup uang malam ini, Nanda bernyanyi dengan penuh antusias.

Satu-satu persatu orang berdatangan untuk mendengarkan nyanyian Nanda dan memberikan uang receh untuknya. Terkadang ada juga orang yang memberinya makanan dari pada uang.

Di tengah nyanyiannya, Nanda terhenti karna melihat mobil Rajia yang berlari ke arahnya.

"Terimakasih semua karna udah dengerin lagu saya. Sekarang saya pamit dulu," katanya menyeringai.

Nanda langsung lari membawa gitarnya untuk menghindari Rajia. Beberapa pengamen lain ada yang lolos, tapi ada juga yang tertangkap.

Setelah 30 menit bersembunyi, Nanda akhirnya memutuskan untuk pulang.

Nanda tinggal di rumah milik bibinya yang sedang tidak terpakai. Selain gitar, hanya ada TV tua yang sudah tidak bisa menampilkan gambar lagi.

Nanda yang baru membuka pintunya, menyadari kalau ada sesuatu yang mengganjal di bawah pintunya.

"Surat? Hahaha bagus amat, kayanya salah alamat deh," gumam Nanda meletakkan surat itu di dekat TV.

Nanda duduk menyetel gitarnya dan mencobanya. Setelah beberapa kali Nanda melihat surat itu, rasa penasarannya semakin membesar.

"Ah, kalo memang bukan buat gua tinggal bilang gatau soalnya ada disini," ucap Nanda terkekeh.

Sambil tiduran, Nanda membuka amplop itu dan membaca suratnya. Senyumannya yang tadi terukir, perlahan berubah cemberut.

"Warisan??" Katanya terkejut.

"Dengan ini, saya menyerahkan seluruh harta saya kepada Ananda Riski. Yaitu berupa rumah beserta isinya.

Jika ingin mengambilnya, datanglah ke alamat Alun Laut no. 282b pada tanggal 16 April 2016"

Nanda sedikit tidak percaya dan meragukan surat itu meskipun di dalamnya memang benar namanya.

"Ini Ananda Riski gua apa bukan sih? 16 April kan besok.." Gumam Nanda.

Karna rasa penasarannya yang besar sampai membuatnya tidak bisa tidur. Nanda memutuskan untuk pergi saat pagi tiba.

Sebelum pergi, Nanda menatap rumahnya sejenak.

"Kalo bener, seenggaknya gua ga perlu tinggal di rumah ini lagi," pikirnya.

Dengan tas ransel berisi beberapa pakaian dan gitar di tangannya, Nanda tersenyum lalu berbalik dan pergi meninggalkan rumahnya.

Ketiga orang yang sedang dalam perjalanan itu tidak mengetahui apapun dengan apa yang terjadi ke depannya.

PewarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang