Di tengah malam yang sunyi, Erlangga terbangun karna merasa ingin kencing. Tapi dia tidak menemukan Jonathan di tempat tidurnya.
Anak itu perlahan membuka pintu kamar, tapi entah lampu ruang tengah maupun ruang tamu, semuanya dalam keadaan mati.
"Bang Jon..."
Panggil Erlangga berbisik sambil perlahan melangkah ke arah saklar lampu. Setelah lampu menyala, Erlangga merasa sedikit aman.
Kali ini dia memberanikan diri pergi ke dapur. Karna tidak ada sumber cahaya sama sekali, kegelapan dapur terasa lebih berat dari ruangan lain. Tapi rasa takut Erlangga menghilang karna dia melihat ada secercah cahaya di dalam sana. Saat dia masuk, ternyata pintu belakang terbuka lebar.
"Yaampun.. pintunya ke buka. Jangan-jangan ada maling," Pikirnya panik.
Erlangga perlahan berjalan ke arah pintu lalu melihat ada Jonathan berdiri di bawah sinar rembulan sambil mendongak menatap langit.
Separuh wajahnya hampir tertutup oleh topinya. Dia berdiri tegak memegang tongkat berbentuk gagang payung yang dia katakan kalau itu hadiah dari seseorang.
"Ah maaf.."
Erlangga tersentak karna Jonathan tiba-tiba berbicara menoleh ke arahnya sambil mengangkat topinya.
"Aku pasti berisik sampe bangunin kamu yah?" Tanya Jonathan.
"Ngga.. aku mau kencing.. temenin bang,"
Jonathan mendengus lalu berjalan menghampiri Erlangga sambil memutar-mutar tongkatnya.
*******************************
"Angga.. di makan dulu dong sarapannya," tegur Jonathan.
Dengan mata masih terfokus ke layar TV, Erlangga langsung menghabiskan sarapannya.
"Maap bang.." katanya dengan mulut penuh sambil pergi membawa piring kotor ke tempat cucian piring yang ada di dekat pintu belakang.
Sambil mencuci piring dan peralatan masak, Jonathan terkekeh melihat Erlangga bermain dengan ayam-ayam dan bebek yang dia beli bersama Jidan beberapa hari lalu. Dia juga memikirkan garasi mobil mereka yang sudah tidak terpakai karna belum terpikirkan akan di gunakan apa nantinya.
"Aduh... Pegel banget.."
Jonathan menoleh ke arah Jidan yang baru saja keluar dari rumah sambil meregangkan tubuhnya.
Dengan wajah lesu, Jidan duduk di tengah pintu dekat Jonathan sambil ikut memperhatikan Erlangga.
"Waw.. elu sadar ga sih kalo ternyata halaman belakang kita ini keliatannya gersang banget?"
Alis Jonathan terangkat mendengar keluhan Jidan sekaligus mendapatkan sebuah ide.
"Jidan maaf. Tapi.. aku boleh ga minta sesuatu untuk rumah ini?" Tanya Jonathan.
"Pake minta ijin segala. Apaan emangnya?" Tanya Jidan.
"Emm.. aku suka banget sama tanaman. Boleh ga aku tanam tanaman disini? Mungkin sekitar 5-6 pot ukuran kecil,"
"Mau nanem apa?" Tanya Jidan lagi.
"Buah atau sayur gitu, yang mudah-mudah saja. Cabai, emm.. jambu biji, tomat, jeruk, sama strawberry. Bibit nya juga tidak sulit di cari,"
Jidan menatap mata Jonathan lalu dia mengambil topinya.
"Minimal yah.. kalo masak sama nyuci itu topinya di lepas,"
Saat melepas topi Jonathan, Jidan terpaku melihat wajah temannya yang tampak lebih menawan tanpa mengenakan topi.
Tapi karna Jonathan terus menatapnya, Jidan pun terbatuk kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pewaris
FanfictionPerhatian: Cerita ini mengandung hubungan sesama jenis. Bagi yang tidak nyaman, di mohon untuk tidak melanjutkan. Dalam satu surat warisan, terdapat 4 orang yang pemilik rumah baru yang mereka dapatkan. Mereka berempat merasa aneh karna tidak ada sa...