Terkadang, seseorang yang kita anggap tenang, menyenangkan, dan ceria, justru orang itu menyimpan perasaan kelam yang tidak ingin di ketahui oleh orang lain. Sampai saat ini aku masih tidak percaya, kalau Erlangga punya masalah di kehidupannya yang begitu berat.
*******************
Di tengah malam yang sunyi, hanya terdengar suara jarum jam yang bergerak setiap detiknya.
Suara mobil datang di ikuti ketukan pintu membuat Nanda yang terbangun dari tidurnya. Di dalam kamar hanya ada dirinya dan Erlangga yang juga ikut terbangun, memandanginya dengan wajah lesu yang tampak masih mengantuk.
Nanda perlahan turun dari tempat tidur, lalu pergi keluar untuk melihat siapa yang datang. Saat Nanda keluar, Jonathan baru saja membukakan pintu depan untuk tamu mereka.
"Jam setengah 11?" Pikirnya sambil mendekati Jonathan.
"Apa benar saudara Jidan Tirani tinggal disini?" Tanya pria berjas hitam bersama rekannya yang menunggu di dekat mobil.
"Iya betul. Ada apa ya pak?" jawab Jonathan cemas.
"Kami datang kesini untuk membawakan kabar, kalau saudara Jidan menjadi salah satu korban pembacokan. Sekarang dia ada-"
"Bang Jidan kenapa!!!"Jonathan dan Nanda yang sedang terkejut mendengar kabar tentang Jidan, bertambah kaget karna Erlangga secara spontan berteriak dengan wajah pucat.
"Bang Jidan kenapa pak!?" Tanya Erlangga lagi menghampiri mereka dengan mata berkaca-kaca.
Pria itu merapatkan topi yang dia pakai karna tidak tega melihat raut wajah Erlangga.
"Sebaiknya kalian datang ke rumah sakit RSUD Koya untuk memastikan identitas korban. Semoga saja itu bukan anggota keluarga kalian. Saya pamit dulu,"
Usai orang itu pergi, Jonathan yang sudah tidak bisa menahan kakinya akhirnya jatuh terduduk ke belakang. Nanda sempat menangkap dan menahan Jonathan lalu dia perlahan menurunkan Jonathan duduk di lantai.
"I-ini pasti gara-gara aku.." katanya gemetar.
Nanda menelan ludah lalu menoleh ke arah Erlangga yang sedang menelpon Tria sambil menangis. Tangisan Erlangga semakin kencang mendengar Tria mencoba menenangkannya sambil mencari mobil pinjaman ke tetangganya.
"Udah. Ini bukan salah elu oke.. kalian tenang, tunggu disini. Gua mau siapin barang-barang dulu," kata Nanda setelah membantu Jonathan duduk di sofa.
"Ga, kamu malem ini tidur di rumah pak RT dulu yah," kata Nanda sambil masuk ke dalam rumah.
"Ngga!! Aku mau ikut!" Teriak Erlangga membentak Nanda.
"Besok kan kamu ada penilaian sekolah. Kalo udah pulang, baru nanti kita ke rumah sak-"
"AKU GAMAU!!!"Suara Erlangga semakin menggema kencang di rumah itu.
"Yaudah iya kamu ikut. Jangan nangis, cuci muka terus ganti baju. Kita tunggu bang Tria di teras depan," kata Nanda berjongkok mengelus kepala Erlangga. Erlangga mengangguk sambil menyeka air matanya lalu dia bergegas pergi ke kamar mandi.
Sebelum masuk ke kamar, Nanda kembali melihat ke arah Jonathan yang masih tertunduk di sofa.
Selama dalam perjalanan ke rumah, tidak ada seorang pun yang berbicara. Nanda ingin mengatakan dan menyemangati Erlangga dan Jonathan, tapi mau di lihat bagaimanapun, nama dan rumah yang di datangi polisi sebelumnya tidak bisa di sebut kalau mereka salah orang.
Setibanya di rumah sakit, mereka langsung di antar ke tempat ruang tunggu karna Jidan masih dalam penanganan oleh dokter.
Bukan hanya mereka, ada beberapa anggota keluarga lain yang tampaknya mendapatkan kabar yang sama seperti mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pewaris
FanfictionPerhatian: Cerita ini mengandung hubungan sesama jenis. Bagi yang tidak nyaman, di mohon untuk tidak melanjutkan. Dalam satu surat warisan, terdapat 4 orang yang pemilik rumah baru yang mereka dapatkan. Mereka berempat merasa aneh karna tidak ada sa...