Karna tuntutan dari keluarga Anggi, Jonathan terpaksa menceritakan kejadian yang menimpa pada Jidan dan Nanda. Awalnya mereka marah, tapi akhirnya Jonathan bisa menenangkan mereka karna Jonathan sendiri sudah memprediksi hal ini akan terjadi, jadi dia sudah menyiapkan senjata nya.
"Erlangga jadi hari ini ga masuk?" Tanya Jidan.
"Ngga. Pihak keluarga Anggi pengen Erlangga juga ikut hadir," ucap Jonathan.
Jidan menggertakan giginya lalu pergi ke kamar.
"AAAAAARRGH!!!"
Jonathan dan lainnya yang ada di ruang tengah terdiam memperhatikan pintu kamar mereka karna mendengar suara Jidan berteriak kencang. Tidak lama Jidan kembali keluar dengan senyuman berseri seakan tidak ada yang terjadi hari ini.
"Bagaimana kalau kita nunggu bang Tria jemput di teras aja?" Tanya Jonathan sambil berdiri dan memakai topinya.
"Bener juga. Cari udara segar di depan emang ide bagus," sahut Nanda.
Mereka semua setuju, dan pergi ke depan di dahului oleh Jonathan yang sudah membuka pintu.
Tapi saat ada di depan pintu, Jidan, Nanda dan Erlangga terheran karna Jonathan terdiam mematung dengan wajah kaku seakan dia tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
"Jon, elu kenapa?" Tanya Nanda menghampirinya dan melihat ke luar. Karna penasaran, Erlangga dan Jidan juga ikut melihat karna Jonathan berjalan perlahan dengan kaki gemetar keluar dari rumah.
Jidan dan Erlangga terheran melihat ada seorang kakek yang baru saja keluar dari mobil hitam. Berpakaian mirip seperti Jonathan, hanya saja kakek itu memegang tongkat dengan ujung melengkung seperti gagang payung.
Langkah Jonathan terhenti tepat di hadapan kakek itu. Mereka berdua saling berhadapan dan menatap, tapi ekspresi kakek itu terlihat seperti akan meledak.
"Apa!! Dasar, ga ada sopan santun nya. Bukannya salam atau apa, malah bengong," katanya memarahi Jonathan.
Jonathan kembali tersenyum, bahkan senyumannya jauh lebih cerah dari senyuman yang dia tunjukkan pada semua orang.
"Siapa itu? Ko bang Jon di marahin?" Tanya Erlangga.
"Heh!!! Malah senyum-senyum kaya orang gila," kata kakek itu sambil memukuli pelan Jonathan dengan tongkatnya.
Jidan yang kesal berniat menghampiri kakek itu, tapi Erlangga dan Nanda menahannya karna Jonathan tiba-tiba berlutut dan memeluk kakek itu sampai topinya jatuh dari kepalanya.
Kakek itu tampak terkejut, suasana hatinya jadi lebih tenang lalu dia memeluk kepala Jonathan dan mengelus kepalanya.
"Selamat datang kakek,"
"Iya, kakek pulang," bisik kakek itu dengan nada lembut.
Nanda dan yang lainnya seketika terkejut mendengar Jonathan memanggilnya, "KAKEK!!"
*****************************"**
Suasana menjadi hening dan canggung di dalam rumah. Jidan dan yang lainnya terdiam melihat kakek Jonathan bersama pengawalnya yang bertubuh besar seperti Tria namun lebih tinggi duduk di hadapan mereka.
Jonathan yang tadi pergi ke dapur, akhirnya datang membawa dua cangkir teh.
"Hmm.. ini warisan aneh yang kamu dapet?" Tanya kakek itu melihat ke sekitarnya karna rumah ini terasa kosong.
"Hahaha jangan bilang begitu. Gimana pun juga karna rumah ini aku jadi ga telantar," kata Jonathan tertawa.
"Ah ada-ada saja. Kalo kamu dengerin ucapan Olivia soal ga masukin Dino kerja di perusahaan kamu, kamu pasti ga bakal bankrut,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pewaris
FanfictionPerhatian: Cerita ini mengandung hubungan sesama jenis. Bagi yang tidak nyaman, di mohon untuk tidak melanjutkan. Dalam satu surat warisan, terdapat 4 orang yang pemilik rumah baru yang mereka dapatkan. Mereka berempat merasa aneh karna tidak ada sa...