[END] Pewaris

184 16 6
                                    

"Aku berangkat dulu.." kata Erlangga dengan cerianya pamit pada Jonathan.

Jonathan tersenyum lalu menoleh ke arah kakak kelas Erlangga yang datang menjemputnya.

"Maaf yah jadi merepotkan," kata Jonathan melepas topinya.

"Hahaha santai bang.. kan aku juga searah kalo ke sekolah," kata Fahmi tersenyum meskipun matanya terlihat sangat santai.

Erlangga mendekati Jonathan lalu dia berbisik.

"Bohong, padahal rumahnya kak Fahmi ga searah," bisiknya.

"Aku juga tau dia bohong," balas Jonathan tersenyum.

Erlangga bergegas menghampiri Fahmi sambil memakai helmnya lalu naik ke atas motor.

"Dadah bang Jon.. aku berangkat dulu.."

"Iya.. hati-hati," jawab Jonathan sambil memakai topinya.

************************************

"Nah jadi di ketik begitu.. ngerti kan?"

Jidan menarik nafas panjang setelah menelan semua pelajaran hari ini dalam waktu singkat.

"Iya ngerti.. tapi baru sebagian hehehe," kata Jidan tertawa malu.

Seorang wanita yang merupakan ketua grup di tempat Jidan bekerja, tersenyum mendengarnya.

"Gapapa.. pelan-pelan aja, nanti pasti ngerti ko. Kalo ada yang mau di tanya kamu bisa nanya sama semua orang. Kalo masih canggung, coba aja nanya ke Pak Emir yang ada disana," katanya sambil menunjuk ke satu orang.

"Laki-laki yang badannya kecil itu?" Tanya Jidan memastikan.

"Iya. Dia orangnya paling ceria disini. Yaudah, saya tinggal dulu yah, semangat kerja di hari pertama.."

"Iya mba.. makasih yah," kata Jidan tersenyum.

Jidan menghela nafas melihat pria kecil yang sedang bernyanyi di tengah-tengah grup mereka.

Suaranya sangat merdu, tidak kalah dengan Nanda.

Tapi hal ini juga membuatnya teringat pada Gama. Ucapan teman-teman tongkrongan ojeknya soal Gama ternyata memang benar. Saat kejadian Gama menangkap para gengster itu, memang terasa menyeramkan karna dia memotong tangan mereka. Tapi saat mendapatkan elusan kepala, Jidan merasakan kehangatan seorang ayah yang ingin melindungi anaknya.

"Jadi kangen sama Gama.." gumamnya pelan menunduk.

"Mas Jidan.. salam kenal, saya Emir. Tapi temen-temen manggil saya Amil, gatau kenapa,"

Mata Jidan berkedut melihat pria kecil teman kerjanya ini datang menghampirinya. Mungkin kalau Jidan yang lama, dia pasti akan mengusir dan memakinya. Tapi sekali lagi, Pak Amil benar-benar mengingatkannya pada Gama.

**********************************

"Terimakasih semuanya.. kita istirahat dulu satu jam yah. Silahkan ngumpul lagi jam 1 nanti,"

Orang-orang yang berkumpul untuk mendengarkan nyanyian Nanda akhirnya pun bubar sambil meletakkan recehan ke tempat gitar yang Nanda siapkan.

Sambil memakan bekal, Nanda sangat senang karna pendapatan setengah hari ini lumayan meskipun ini hari biasa.

"Permisi mas.."

Nanda yang sedang menyedot es nya, terkejut dengan kedatangan dua orang laki-laki dan perempuan.

"Iya mba, ada apa?" Tanya Nanda mempersilahkan mereka duduk di mejanya.

"Perkenalkan mas, saya Indah dan ini rekan saya Mukhlis,"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 11, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PewarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang