Di pintu, Jonathan terheran melihat Gama yang bertingkah layaknya anak kecil sungguhan padahal saat ini di rumah hanya ada mereka berdua. Gama cekikikan tertawa bermain dengan ayam dan bebek di halaman belakang.
Meski dia mengidolakannya, tapi Jonathan sadar kalau dia tidak tau apapun soal Gama.
Selama seminggu belakangan ini, Gama benar-benar bertingkah seperti anak kecil, bukan akting. Bahkan Gama juga sempat manja padanya.
"Apa ini akibat luka di kepalanya yah? Tapi itu kan bukan luka, itu bekas operasi," gumam Jonathan heran sambil berfikir di ruang tamu.
"Nathan..."
Jonathan mengangkat alisnya menoleh ke arah Gama yang datang memelas.
"Ada apa?" Tanya Jonathan tersenyum.
Saat ini Jonathan sudah memutuskan bagaimana dia akan memperlakukan Gama dari sikapnya. Jika Gama yang terlihat tegas dan keren, dia akan bersikap sopan seperti bagaimana dia mengidolakan nya. Tapi kalau seperti ini, Jonathan akan menganggapnya seperti adiknya sendiri.
Gama perlahan mendekat sambil memainkan jarinya.
"Sini duduk," ajak Jonathan.
Gama naik ke sofa duduk di sebelah Jonathan.
"Emm.. kemaren kan kakek Sabi kesini, terus om besar yang sama kakek ga ikut masuk,"
Jonathan mengangguk paham yang Gama maksud adalah kakeknya dan Ribut.
"Apa.. om besar gamau masuk gara-gara Gama?" Tanyanya menatap Jonathan dengan mata berkaca-kaca.
Jonathan menarik nafas lalu dia tersenyum.
"Aku sudah bilang pada semuanya kalau paman kamu baru saja meninggal. Dan kebetulan Ribut mirip sama Paman kamu kan? Makanya kamu nangis?" Tanya Jonathan.
Gama mengangguk pelan.
"Gama bukan anak kandung ayah. Tapi Paman, ayah, kakek, Ady sama Rendra sayang sama Gama. Makanya Gama masih ga terima kalo Paman udah ga ada,"
Jonathan menelan ludah lalu dia berfikir sejenak.
"Mau kesana?" Tawar Jonathan tersenyum.
"Kemana?" Tanya Gama masih memasang wajah lesu.
"Ke rumah kakek Hasbi. Ribut orangnya baik meskipun mukanya.. tidak menyenangkan. Gimana?" Tanya Jonathan.
"Tapi Gama gamau naik mobil,"
"Bener juga," ucap Jonathan kembali berfikir.
Jonathan melihat jam di dinding lalu dia menelpon seseorang.
"Halo bang.. Abang udah berangkat kerja belum?"
Gama terheran memperhatikan Jonathan menelpon.
Tidak lama mereka menunggu di teras, muncul seorang pria besar yang membuat Gama bersembunyi di belakang Jonathan.
"Selamat pagi.. maaf mengganggu Abang," sapa Jonathan mengangkat topinya.
Tria mengerutkan kening melihat anak kecil yang ada di belakang Jonathan.
"Yaampun!! Kita punya anak?" Tanya Tria terkejut.
"Itu.. tidak mungkin. Dan jangan katakan itu di depan orang lain," kata Jonathan tersenyum kecut.
"A- maaf.."
Tria melangkah perlahan lalu berjongkok di hadapan Jonathan. Dia mengulurkan tangannya ke anak itu, tapi dia tidak mau meraihnya.
"Jadi gitu. Pantes Jonathan bilang kesini sambil bawa ini," pikir Tria berdiri dan kembali membawa plastik kecil yang tersangkut di motornya.
Gama yang bersembunyi di belakang Jonathan, mengangkat alisnya saat melihat Tria memberikan sebotol teh padanya. Apalagi itu adalah teh kesukaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pewaris
FanfictionPerhatian: Cerita ini mengandung hubungan sesama jenis. Bagi yang tidak nyaman, di mohon untuk tidak melanjutkan. Dalam satu surat warisan, terdapat 4 orang yang pemilik rumah baru yang mereka dapatkan. Mereka berempat merasa aneh karna tidak ada sa...