{16}

113K 9.6K 105
                                    

Syifa terbangun di pukul setengah 3 sore, ia tidak bisa tidur lama jika disiang hari. Syifa celingak-celinguk melihat sekitar kamarnya tidak ada suaminya itu, ia turun dari ranjang saat mencoba melangkah kaki kirinya masih terasa sakit hingga tidak bisa berjalan normal. Syifa melangkah dengan hati-hati menuju lemari untuk mengambil hijabnya.

Perutnya berbunyi kala Syifa merapikan hijab, ia memegang perutnya ia sangat lapar karena tadi saat pulang ia langsung tertidur dan suaminya itu juga tidak menawarinya makan. Syifa akan mengambil makannya sendiri saja ke dapur walaupun nanti pasti ia akan kesusahan karena kedua tangannya masih terasa sakit.

Syifa keluar kamar melihat sekitar ternyata tidak ada orang satu pun, Abi Zikri pasti masih di luar mengisi acara pengajian, Gus Faqih dan Umma Fitri pasti masih mengajar, lalu Hamzah dengan siapa? sedangkan semua orang tidak ada di rumah, tidak mungkin jika Umma Fitri membawanya mengajar.

"Hamzah dimana ya?"

Saat ia melangkah dengan pelan karena kaki kirinya masih terasa sakit ke ruang depan yang terdengar celotehan dan tawa gemas bayi yang tadi ia cari itu, Syifa melihat dari pintu depan ia lihat Hamzah sedang bermain di halaman depan dengan Fatimah dan Aulia yang merupakan abdi Ndalem mungkin Umma Fitri menitipkan cucunya pada kedua anak itu.

Setelah merasa Hamzah aman ia kembali ke dapur untuk melanjutkan tujuan awalnya yaitu makan, ia lihat telapak tangan sebelah kanan lukanya dalam kulitnya robek mungkin karena terkena batu saat jatuh dan tangan yang kiri lecet dibagian jari-jarinya sampai ke telapak nya.

Syifa mencoba mengambil piring di rak, namun saat mengangkat piring itu tangannya terasa perih ia mencoba menahannya namun alhasil piring itu terlepas dari pegangannya.

"Awas!" ucap seseorang yang dengan sigap menangkap piring yang akan jatuh itu, Syifa kira itu suaminya ternyata bukan, yang menolongnya adalah Andre.

"Hati-hati Syif, kalo tangan kamu lagi sakit mending minta tolong orang aja," ucap Andre lalu menaruh piringnya di atas meja.

"Mau makan?"

Syifa mengangguki pertanyaan singkat Andre. "Yaudah biar mas aja yang ambilin, kamu duduk aja!"

"Ga usah mas! Syifa bisa sendiri kok," jawab Syifa. Ia tidak mau merepotkan orang lain apalagi itu Andre bisa-bisa suaminya akan cemburu jika tau Andre masih memperhatikannya.

"Bisa sendiri gimana? tadi aja itu piring hampir jatuh, udah nurut aja!"

Syifa tidak membantah lagi, ia memilih untuk duduk saja memang benar kata Andre tadi jika ia melakukan sendiri pasti akan susah dan berakibat dapur jadi berantakan.

"Sebelum makan, mas perban dulu ya tangan kamu," ucap Andre yang sudah menyediakan kotak p3k di meja.

"Udah nurut aja tangan kamu keluar darah terus, gimana kalo nanti lagi makan darahnya jatuh ke nasi ga enak kn?" ucap Andre lagi ketika Syifa akan menggerakkan bibirnya untuk bicara, ia tahu pasti wanita didepannya ini akan membantah.

Andre berjongkok di depan Syifa yang duduk di kursi, Syifa mengangkat tangannya ke arah Andre, sebelum di perban Andre memberikan obat merah menggunakan kapas pada telapak tangan, ia berusaha untuk tidak menyentuh tangan Syifa karena ia tahu mereka bukanlah mahram, ia hanya menekan-nekan pelan kapas yang sudah ia beri obat merah itu.

"Awsh perih mas, pelan-pelan," ucap Syifa saat obat merah itu mengenai lukanya.

Andre dengan telaten mengobati kedua tangan Syifa, ia juga terkadang meniup-niup luka yang sudah ia beri obat.

Perilaku Andre ini mengingatkan Syifa pada kenangan dulu, walaupun saat itu ia hanya melakukan proses ta'aruf dengan Andre, pria itu sudah masuk ke dalam kriteria suami yang Syifa idamkan.

GUS DUDA IS MY HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang