3. Badminton.

1.5K 47 0
                                    

Hallo semuanya...
Jangan lupa vote dan komen nya!!

Happy reading

----

Deka menuruni tangga dalam keadaan bertelanjang dada. Suasana rumah yang sepi bukan hal baru lagi bagi Deka. Mungkin selama dia tinggal di rumah ini, sepi sudah sangat akrab dengan dirinya.

Meskipun rumah ini sepi tapi di meja makan sudah tersaji berbagai macam makanan yang pastinya tidak akan bisa Deka habiskan seorang diri. Deka duduk di kursinya dan menuangkan susu ke dalam gelas miliknya.

Di antara semua makanan, Deka hanya akan sarapan dengan sepiring buah dan segelas susu. Setelah ini Deka akan melanjutkan kegiatannya dengan melakukan olahraga.

Sebelum memulai boxing, Deka akan melakukan pemanasan terlebih dahulu. Saat di rasa sudah cukup, Deka meraih sarung tinju dan mengenakannya.

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Semua emosi dan kemarahan yang bersarang di kepalanya, Deka lampiaskan dengan samsak di hadapannya. Tanpa memberi sedikit pun celah bagi samsak untuk beristirahat.

Setelah kurang lebih satu jam, Deka memilih untuk menyelesaikan latihan tinjunya. Dengan keringat yang bercucuran Deka segera berjalan menuju kamarnya untuk membersihkan diri.

Dengan tubuh yang masih mengenakan handuk di pinggangnya, Deka membuka handphone untuk melihat jam berapa sekarang. Deka ingat kalau hari ini mereka ada janji untuk bermain bulu tangkis di rumah Kelano.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, Deka segara mengenakan kaos dan celana pendek. Tidak lupa pula memakai kaos kaki beserta sepatu. Kemudian Deka meraih kunci mobilnya dan bergegas menuruni undakan tangga.

Langkah Deka terhenti saat matanya tidak sengaja menatap meja makan yang sudah di penuhi dengan makanan yang berbeda dari sarapan tadi. Deka hanya menatap kemudian pergi begitu saja tanpa ada niat memakannya.

Sebelum menuju ke rumah Kelano, Deka akan lebih dahulu menjemput pacarnya, Kara. Tanpa sadar Deka jadi tersenyum begitu mengingat nama Kara. Senyum yang belum terlihat dari pagi tadi.

Tidak ingin pacarnya menunggu terlalu lama, Deka segera melajukan mobilnya membelah panasnya kota Jakarta. Deka juga baru menyadari saat mengantar Kara untuk pertama kalinya, kalau ternyata rumah mereka tidak cukup jauh.

Hanya perlu sepuluh menit saja, Deka sudah bisa melihat kalau pacarnya itu melambaikan tangannya ke arahnya. Deka bisa menangkap senyum yang terlihat sangat bahagia itu.

Deka turun dari mobilnya dan membuka kan pintu untuk Kara. “Did I make the princess wait too long?” tanya Deka dengan mengecup tangan Kara.

Kara tidak mampu menahan senyum dan pipinya yang sudah memerah. “No.” Jawab Kara dengan senyum malu.

“Please come in baby!” Deka menuntun Kara untuk masuk mobil. Setelah memastikan Kara sudah duduk dengan nyaman, Deka segera menutup pintu dan memutari mobil dan masuk ke dalamnya.

Sepanjang perjalanan Deka tidak sekalipun melepas genggaman tangannya dengan Kara. Bahkan sesekali Deka membawa tangan Kara untuk di ciumnya.

“Aku boleh tanya gak?” tanya Kara yang membuat Deka langsung menatap dengan bingung.

“Sure, baby.” Deka mengangguk.

“Kamu kemana aja? Kok dari pagi enggak aktif sama sekali? Aku hampir aja berpikir kalau kita enggak jadi pergi.” Tanya Kara.

Dahi Deka yang semula berkerut kini di gantikan bibirnya yang tidak tahan untuk tertawa tapi Deka menahan tawa itu sebisanya.

Mobil yang semula melaju kencang itu perlahan mulai melambat. Deka mempererat genggaman tangan mereka dan tersenyum menatap Kara.

“Maaf ya karena enggak sempat buat kasih kamu kabar. Tadi pagi aku bangun kesiangan dan langsung olahraga jadi enggak sempat pegang handphone.” Suara lembut Deka mengalun dengan sangat halus di telinga Kara.

Rasanya Kara ingin menunjukkan kepada kedua sahabatnya kalau tuduhan mereka terhadap Deka itu salah besar. Buktinya sampai hari ini Deka selalu memperlakukannya layaknya seorang princess. Kara jamin tidak akan ada yang bisa memperlakukannya sebaik Deka.

Kara mengangguk dan segera tersenyum membalas senyum Deka. Tatapan Kara  kembali melihat ke arah depan berbeda dengan Deka yang masih mencuri pandangan ke arah Kara. Senyum miring tercetak jelas di bibir Deka sebelum matanya fokus menatap jalan.

----

Kara menatap gerbang tinggi yang perlahan terbuka. Baru di gerbangnya saja, Kara bisa melihat banyak penjaga berpakaian hitam. Kara menatap Deka penuh tanya.
“Ini rumah Kelano.” Ucap Deka tanpa menatap ke arah Kara.

Baru melihat gerbang saja, Kara bisa menyimpulkan kalau Kelano bukan orang biasa. Barisan panjang para penjaga berpakaian hitam sudah mampu menjelaskan semuanya.

“Papanya Kelano itu pengacara jadi wajar aja kalau penjaganya sebanyak itu.” Ucap Deka seolah tahu kalau apa yang di pikirkan Kara.

Mobil milik Deka berhenti begitu melewati gerbang dan pintu mobil di buka oleh penjaga di rumah Kelano. Kara menatap Deka yang mengangguk lalu keluar dari mobil.

“Silakan ikuti saya tuan muda Zeus dan nona-” Penjaga itu menatap kearah Kara. “Kara.” Deka menjawab karena Kara hanya diam.

Penjaga itu mengangguk. “Silakan ikuti saya tuan muda Zeus dan nona Kara.”

Kara berjalan di samping Deka yang hanya diam tanpa mengeluarkan suara. Penjaga itu hanya mengantarkan Kara dan Deka sampai di sebuah pintu yang sangat tinggi.

Sebelum membuka pintu itu, Deka meraih tangan Kara dan menggenggamnya.

Rupanya di balik pintu itu terdapat lapangan bulu tangkis, Kara memperhatikan kalau ternyata bukan hanya dia perempuan satu-satunya. Di dalam sana juga ada Aileen yang tengah duduk bersama Raident.

Kara tersenyum dan ingin melambaikan tangannya tapi Deka lebih dahulu menariknya. Semua orang berkumpul menyambut Deka dan Kara kecuali Raident dan Aileen yang terlihat asyik berbicara satu sama lain.

“Rai!” Panggil Kelano.

Raident pun langsung berdiri dengan Aileen di sampingnya. Keduanya berjalan beriringan. “Karena kita semua bawa cewek, gimana kalau kita mainnya pasang-pasangan? Kalian semua bisa main bulu tangkis kan?” tanya Kelano kepada perempuan di ruangan itu.

Semuanya mengangguk dan Kelano tersenyum puas. “Yaudah kita bagi aja urutannya.”

“Cara mainnya gimana? Kita kan ganjil?” tanya Key.

Kelano baru saja menyadarinya dan mulai berpikir. “Kita tunjuk aja siapa yang mau main pertama, nanti setiap yang menang bisa pilih mau lawan siapa?” Usul Aileen.

Semua mengangguk dan menyetujui perkataan Aileen. Babak pertama di buka dengan Kelano dan Eliana melawan Raident dan juga Aileen. Kara menatap Aileen yang tampak akrab dengan Eliana. Bukan hal yang aneh juga karena Aileen sudah pacaran cukup lama dengan Raident.

Seingat Kara, saat pertama kali Aileen pindah ke sekolahnya, semua langsung menaruh perhatian karena Aileen sudah bergandengan dengan Raident yang termasuk dalam jajaran pentolan SMA mereka.

Jujur saja Kara sedikit iri dengan Aileen. Sahabatnya itu bisa dalam segala bidang apapun, seperti sekarang, Aileen tampak sangat mahir bermain bulu tangkis sedangkan Kara sendiri belum pernah menyentuh raket selama hidupnya.

“Kamu sakit?” tanya Deka begitu merasakan tangan Kara yang terasa dingin di dalam genggamannya.

Kara menggeleng tidak semangat. “Aku enggak bisa main bulu tangkis.”

“It’s okay. Ini cuma permainan biasa, kamu enggak perlu terlalu khawatir.” Deka berusaha menenangkan tapi tampaknya hal itu percuma. “Aku bahkan enggak tahu cara pegang raket! aku enggak mau kamu malu.”

Melihat semua perempuan di ruangan ini tampak mahir bermain bulu tangkis membuat Kara merasa insecure. Mood Kara yang awalnya happy memburuk begitu saja.

Deka mengangguk dan pergi dari hadapan Kara menuju Veron yang tampak asyik berbicara dengan pacarnya. Kara memperhatikan Deka yang berbicara dengan Veron. Sesekali Veron menatap ke arahnya.

“Terus sekarang gimana?” tanya Veron melirik ke arah Kara yang tampak memperhatikan mereka.

“Enggak mungkin kan kalau lo main sendirian?” Deka hanya menatap dengan acuh tanpa menyahut.

Di saat Veron dan Deka asyik berbicara, datang Aileen yang memapah Raident menuju kursi yang ada di samping Veron. Tampak Aileen yang mencoba mengambilkan obat untuk Raident.

Setelah meminum obat, Raident melingkarkan tangannya di perut Aileen dan menenggelamkan kepalanya. “Sakit Ai..” Keluh Raident.

Tampak Aileen yang dengan sabar mengusap kepala Raident. “Kenapa obatnya enggak di minum?” tanya Aileen.

Raident hanya menggelengkan kepala tanpa menjawab apapun. Veron menatap Aileen dan Deka secara bergantian hingga sebuah ide melintas di kepalanya.

“Raident enggak main lagi kan?” tanya Veron yang langsung mendapat tatapan penuh tanya dari Aileen. Tapi meskipun begitu Aileen tetap menganggukkan kepalanya.

Veron tersenyum. “Gimana kalau kalian jadi pasangan aja?” tunjuk Veron kepada Deka dan Aileen.

“Bolehkan Rai?” Raident menatap Aileen dengan tidak rela tapi Raident juga merasa bersalah kepada Aileen. Hingga pada akhirnya Raident mengangguk dengan sedikit tidak rela.

“Deka! Veron!” teriak Kelano.

“Giliran lo berdua nih!” Deka menganggukkan kepala dan berjalan terlebih dahulu tanpa mengajak Aileen sama sekali.

Aileen mengikuti Deka dan sesekali menatap kearah Raident yang masih memegangi dadanya.

Kelano menatap terkejut ke arah Deka dan Aileen. Dua orang yang bermusuhan itu entah bagaimana bisa menjadi satu tim.

Sebelum pertandingan di mulai, Aileen menghampiri Kelano. “Lano, gue titip Raident dulu ya!” pinta Aileen dan di angguki Kelano.

“Sekarang lo mau berlagak sok peduli!!?” Aileen tidak berniat meladeni ucapan Deka sama sekali dan hal itu sukses membuat Deka mengumpat.

Kelano menarik Aileen dan Deka untuk mendekat satu sama lain. “Bisa gak sih, kalian berdua ini enggak ribut kalau ketemu.” Jujur saja Kelano sudah lelah melihat pertengkaran keduanya.

Aileen menepis tangan Kelano yang mengapit tangannya. “Sorry Ai.” Kelano segera menyingkir ke pinggir lapangan karena pertandingan akan di mulai.

Pertandingan baru berlalu selama sepuluh menit tapi kenyataannya Deka dan Aileen sudah tertinggal tiga point.

Wajah Aileen terlihat sangat kesal karena setiap kali dirinya mencoba untuk bekerja sama, Deka selalu menepis dan mendorongnya.

Sudah sejak tadi Aileen mencoba bersabar tapi tampaknya Deka selalu berusaha untuk membuat dirinya marah.

“Lo kenapa sih!” Aileen meluapkan kemarahan yang coba di tahannya sejak tadi.

“Gue di sini itu sebagai partner lo, bukan musuh lo! Kalau lo enggak suka, gue keluar!!” Aileen sudah berjalan keluar lapangan tapi tangannya di tahan oleh Deka.

“Sorry!! Gue akan serius setelah ini.” Ucap Deka.

Aileen kembali berdiri di lapangan dengan perasaan yang masih kesal. Menurutnya, Deka benar-benar sudah sangat keterlaluan. Untuk kali ini saja Aileen akan memakluminya, kalau sampai pria itu masih bertingkah menyebalkan, Aileen bersumpah akan membalasnya.

Tapi syukurlah setelah itu, Deka benar-benar menepati janjinya. Meskipun awalnya kerja sama mereka buruk tapi pada akhirnya Deka dan Aileen menjadi juara pertama mengalahkan yang lain.

Saking senangnya, Aileen sampai tidak sadar kalau tangannya merangkul bahu Deka.

Deka menatap tangan Aileen yang ada di bahunya. Aileen sadar kalau Deka menatapnya dengan aneh, Aileen dengan cepat menarik tangannya saat sadar.

Kecanggungan di antara mereka tidak dapat di hindarkan. Untung saja Kelano datang dan mengajak mereka untuk makan.

Tampak Raident yang sudah berdiri di pinggir lapangan menunggu Aileen. Melihat Raident membuat Aileen segera menghampiri pria itu. “Masih sakit?” tanya Aileen.

Raident menggeleng. Tangannya menarik tangan Aileen untuk di lingkarkan di pinggangnya. “Tapi pegang ya, aku takut jatuh! Lemes.” Pinta Raident.

“Iya.” Jawab Aileen.

Semua yang ada di ruangan itu hanya bisa menghela nafas. Hal semacam itu bukan hal yang aneh, apalagi kalau mengingat Raident yang sudah berada di level bucin akut.

Mereka semua berpindah ruangan dari yang sebelumnya berisi lapangan menjadi ruangan yang sudah di penuhi berbagai makanan dan para pelayan yang siap melayani.

Di depan mereka sudah ada pelayan yang menyambut mereka. “Silakan masuk tuan dan nona  muda.” Sambut pelayan itu.

Kara menatap Aileen yang ada di depannya. Mereka berdua belum berbicara sejak bertemu. Kara ingin menyapa tapi tampak ragu-ragu.

Di sebelah Kara ada Deka yang tampak bingung melihat pacarnya terdiam. Deka sedikit menarik Kara karena pacarnya itu tidak menunjukkan tanda-tanda akan bergerak.

Semua kursi sudah penuh menyisakan sepasang kursi di barisan tengah. Deka membimbing Kara untuk duduk di kursi itu.

Semua pelayan langsung menghidangkan steik di meja. Namun, di tengah kesibukan para pelayan, ada Kara yang diam-diam memperhatikan Aileen.

Aileen tampak sibuk dengan handphone nya sementara Raident memotongkan daging steik yang ada di piring Aileen. Uh... Kara sedikit iri melihatnya.

Pandangan Kara beralih menatap Deka yang sibuk bicara dengan Kelano. Kelihatannya sebaik apapun Deka memperlakukan dirinya, Kara tidak akan pernah merasa puas kalau dia masih terus membandingkan cara Deka memperlakukan dirinya dengan Raident memperlakukan Aileen. Karena Deka dan Raident jelas dua orang yang berbeda.

Namun dengan cepat Kara menggelengkan kepalanya saat sadar kalau tidak seharusnya dia membandingkan dirinya dengan Aileen. Begitu pula Deka dan Raident.

Lagi pula hubungannya bersama Deka masih baru. Tentu berbeda dengan Aileen yang sudah menjalin hubungan cukup lama bersama Raident.

Penampakan Kara yang terlihat berpikir membuat Deka penasaran. Bahkan Kara tidak merasa saat Deka mendekatkan wajahnya sampai terdengar bisikan lirih yang membuat tubuhnya merinding.

“What are you thinking, honey?”

----

Bersambung

Update setiap Selasa, Rabu, dan Kamis

Follow untuk info selanjutnya.

Shattered Dreams (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang