39. Overdosis

908 34 2
                                    

Kesunyian terasa sangat mengerikan saat di liputi oleh awan mendung yang berisi kesedihan. Kehampaan terasa sepi meski kepala di penuhi teriakan mati.

Tidak ada yang tahu kalau cinta yang harusnya berisi kebahagian malah penuh dengan rasa sakit yang menyiksa jiwa. Siapapun tidak akan tahu sampai merasakan deritanya.

Kini Kara tahu betapa sakitnya penderitaan yang bernama cinta. Penyesalan pun terasa percuma karena semua sudah terlanjur hancur tanpa sisa.

Kalau saja bisa, Kara ingin kembali ke masa lalu dan memohon ampun kepada Papa dan Mamanya. Demi di cintai, Kara sudah menghancurkan cinta dari kedua orang tuanya.

Kara tidak sanggup lagi untuk menunjukkan wajahnya di depan Papa dan Mamanya. Bagaimana bisa ia bersikap seolah tidak terjadi apa-apa? Ia sudah hancur. Hidupnya hancur! Masa depannya sudah tidak ada! Dan ia pun seorang pembunuh.

Jemari Kara bergetar ketika harus mendapati kenyataan yang membuatnya kesulitan untuk berhenti menangis. Di dalam genggamannya, ada sebuah Test pack yang memperlihatkan dua garis.

“Papa, Mama, Kara minta maaf...”

Tubuh Kara bergetar berbalut penyesalan dan ketakutan. Tapi, menyesal pun sudah tidak berguna. Semuanya sudah terlambat.

Kara menunduk dalam penyesalan yang luar biasa. Mencintai Deka adalah kesalahan yang tidak bisa ia perbaiki. Sekarang ia harus bagaimana? Deka tidak sudi dan sudah tidak mau bertemu dengannya. Anak di dalam perutnya pun tidak akan mendapatkan pengakuan.

Deka brengsek. Tapi sudah terlambat bagi Kara untuk menyadarinya. Kara tidak sanggup kalau harus melahirkan janin di dalam perutnya ke dunia. Kara tidak sanggup untuk mengakui semua dosanya kepada Papa dan Mamanya.

Sungguh, Kara tidak sanggup.

Lebih baik ia mati!

Tangis Kara semakin pecah bersama air mata penuh penyesalan.

Bagaimana pun juga ia harus mengatasi semua permasalahan itu. Dengan derai air mata, Kara bangkit mencari tasnya. Kara harus menemukan obat yang bisa menyelesaikan semua masalahnya.

Kara tersenyum senang tanpa rasa bahagia. Obat itu sudah di tangannya. Kini saatnya Kara mengakhiri semua dosanya. Pil itu ia telan tanpa air minum sama sekali. Biarkanlah ia menelan semua penderitaannya bersama pil itu.

Kara membawa tangannya menyentuh perutnya yang masih rata. “Maaf....” gumam Kara dengan suara bergetar.

“Kamu....” Kara merasa tidak sanggup melanjutkan ucapannya. “Ka-kamu enggak boleh lahir ke dunia.” Kara merasa jahat tapi baginya, inilah satu-satunya cara untuk mengakhiri semua dosanya.

“Di sini jahat,”

“Deka enggak akan mau mengakui kamu, ”

“Deka udah buang aku,”

“Kita mati aja ya...”

Ironi yang menyakitkan ketika Kara berpikir kalau mati akan mengakhiri dosanya. Kenyataannya, Kara hanya membuat dosanya semakin bertambah dengan alasan demi mengakhiri semuanya.

Demi mengakhiri semua dosanya,

Demi mengakhiri semua rasa sakitnya,

Demi mengakhiri semua penderitaannya

Demi mengakhiri semua penyesalannya,

Kara menelan semua pil ekstasi yang tersisa dan menyuntikkan sabu yang telah di campurkan air ke dalam tubuhnya.

Butuh tiga kali suntikkan bagi Kara untuk menghabiskan semua sabu yang tersisa. Tapi tidak berarti apa-apa bagi Kara karena sensasinya berhasil membuatnya melupakan semuanya.

Shattered Dreams (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang