Selamat Membaca.....
----
Deka tidak henti menatap pintu ruangan di mana Kara sedang di tangani oleh dokter. Rasa kantuk yang semula menyerang Deka, lenyap begitu saja entah kemana. Bahkan Deka tidak terpikir untuk sekedar memejamkan mata.
“Arghh...” teriak Deka frustrasi.
Beberapa kejadian yang terjadi akhir-akhir ini memang sukses membuat Deka pusing bukan main. Bahkan Deka sudah lupa kapan terakhir kali dirinya tertidur.
Ketika Dokter keluar, Deka dengan segera menghampirinya. “Gimana keadaan Kara dok?” tanya Deka begitu Dokter itu keluar.
Dokter itu tersenyum ke arah Deka. “Mari ikut ke ruangan saya.” Pinta sang Dokter.
Wajah Deka semakin lemas saat mengikuti Dokter itu menuju ruangannya. Kepala Deka benar-benar kosong hingga tidak bisa memikirkan ataupun memperkirakan kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi.
“Silakan duduk Mas!” Deka segera mengambil tempat duduk di depan sang Dokter.
“Sebelumnya saya boleh tanya?” Deka mengangguk membuat Dokter tersenyum. “Mas dan Mbak Kara itu menikah muda?”
Glek!
Tiba-tiba saja suasana ruangan terasa menegangkan dan bibir Deka terasa kelu untuk berucap. Kepalanya sudah di penuhi dengan kemungkinan-kemungkinan buruk yang tidak boleh terjadi.
Kepala Deka menggeleng dengan lambat. “Bukan Dok.” Sang Dokter tersenyum. “Mas pacarnya?” Deka kembali menggeleng.
Kali ini sang Dokter mengerutkan keningnya tampak bingung. Deka menarik nafas guna menutupi kegugupannya. “Kara, adik saya dok.” Akunya.
“Orang tua kalian di mana?” tanya Dokter itu tampak tidak percaya dengan pengakuan Deka.
“Sudah meninggal tiga tahun lalu akibat kecelakaan, Dok.” Jawab Deka menunduk agar terlihat benar-benar sedih.
Tatapan sang Dokter berubah menjadi penuh rasa bersalah. “Boleh jelaskan bagaimana kondisi saat Mas menemukan adiknya.” Pinta sang Dokter.
“Pagi tadi saya pulang ke apartemen kami. Tapi saat saya membuka pintu, saya tidak bisa menemukan adik saya di mana pun. Karena panik, saya mencoba menghubungi adik saya. Lalu terdengar suara dari arah balkon.” Jeda Deka berpura-pura tidak sanggup bercerita agar aktingnya semakin meyakinkan.
“Setelah membuka pintu balkon, saya terkejut menemukan adik saya terbaring di sana dengan bibir yang membiru.” Lanjut Deka.
Deka menatap ke arah Dokter yang tampak bersimpati kepada dirinya. “Saya bekerja sebagai model dan memang jarang pulang karena tuntutan pekerjaan. Saya merasa bersalah karena gagal menjaga adik saya.” Jelas Deka agar terlihat lebih meyakinkan lagi.
“Saya turut bersimpati kepada Mas. Dan mungkin berita yang saya sampaikan ini kurang baik, jadi saya mohon Masnya untuk sabar.” Terdengar sang Dokter menghela nafas sebelum membacakan diagnosa.
“Adik Mas dalam keadaan mengandung.” Ucap sang Dokter.
Mata Deka membulat terkejut. Kali ini Deka tidak pura-pura terkejut sama sekali. Deka pikir sang Dokter akan memberitahunya kalau Kara memakai narkoba, tapi rupanya ada hal yang lebih mengejutkan.
Sang Dokter menepuk bahu Deka untuk memberi semangat. “Yang sabar Mas...”
----
Wajah Deka masih memerah menahan amarah bahkan setelah penjelasan Dokter dua jam yang lalu. Deka benar-benar tidak sabar menunggu Kara sadar, agar amarahnya bisa terlampiaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shattered Dreams (END)
Teen Fiction𝙆𝙖𝙬𝙖𝙣𝙖 𝙍𝙖𝙝𝙚𝙣𝙖𝙯𝙪𝙡𝙖, 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘨𝘢𝘥𝘪𝘴 𝘤𝘢𝘯𝘵𝘪𝘬 𝘣𝘦𝘳𝘱𝘪𝘱𝘪 𝘤𝘩𝘶𝘣𝘣𝘺, 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘵𝘦𝘳𝘫𝘦𝘣𝘢𝘬 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘩𝘶𝘣𝘶𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘴𝘦𝘩𝘢𝘵 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘵𝘰𝘭𝘢𝘯 𝘑𝘢𝘺𝘢 𝘕𝘶𝘴𝘢, 𝙕𝙚𝙪𝙨𝙖𝙙𝙚𝙠�...