Halo semuanya,
Selamat membaca...----
Sesuai rencananya, Kara bangun dari tidur pura-puranya setelah memastikan Deka sudah terlelap di sebelahnya. Sebelum benar-benar bangkit, Kara melirik ke arah Deka yang menampilkan punggung telanjang.
Kara berusaha mengatur detak jantungnya yang menggila karena gugup. Dengan tangan yang gemetar, Kara meraih handphone Deka yang terletak di atas nakas.
Menurut rencana, Kara akan memulai dengan memeriksa handphone Deka. Setelah waktu berlalu, Kara baru sadar kalau selama ini ia tidak pernah tahu isi handphone kekasihnya.
'Maaf' gumam Kara dalam hati.
Saat mencoba membuka handphone itu, Kara mendesah kecewa. Karena handphone itu menggunakan pin yang tidak ia ketahui.
Tapi mungkin saja ini satu-satunya kesempatan yang ia punya, jadi Kara harus berusaha menebaknya. Kara memulai dengan tanggal jadian mereka tapi gagal. Lalu, Kara mencoba dengan tanggal lahir Deka dan gagal kembali.
Tidak dapat di pungkiri bahwa Kara akan sangat kecewa kalau sampai ia gagal. Di percobaan terakhir, Kara memasukkan tanggal lahirnya sendiri dan.... gagal.
"Yah, gagal." Desah Kara kecewa.
"Semangat! Kamu pasti bisa, Ra!" ucap Kara untuk dirinya sendiri.
Kara mencoba berpikir, angka apa saja yang mungkin dapat membuka handphone kekasihnya. Kemudian, Kara kembali melihat wallpaper handphone kekasihnya dan ia teringat sesuatu.
Bukankah itu lukisan di apartemen ini? Kara yakin kalau ingatannya benar. Lalu, dengan langkah pelan, Kara mengendap-endap keluar dari kamar. Suasana apartemen yang gelap membuat Kara sedikit takut.
"Mana sih?!!" gerutu Kara.
Ruangan yang gelap menyulitkan Kara menemukan lukisan itu. Beruntungnya tidak lama setelah itu Kara berhasil menemukan di mana lukisan itu berada.
Kara bernafas lega setelah melihat lukisan yang di carinya. Dengan handphone miliknya, Kara menerangi lukisan itu.
Kara menatap penuh selidik. "Jadi, apa spesialnya kamu?" tanya Kara pada lukisan itu.
Hampir tidak ada hal spesial yang bisa Kara temukan dari lukisan itu kecuali, pada saat Kara menatap bagian ujung lukisan itu. Kara langsung menajamkan tatapannya saat melihat angka-angka kecil yang ada di dalam foto tersebut.
"Kosong sembilan dua tiga dua satu." Gumam Kara mengeja angka-angka itu.
Bukankah itu membentuk sebuah tanggal? Tapi apa maksudnya? Kara mengabaikan semua pertanyaan di kepalanya. Sekarang bukan waktu yang tepat untuk memikirkan hal itu, lebih baik Kara segera mencoba menggunakan angka itu untuk membuka handphone kekasihnya.
"Please..." mohon Kara.
Hampir saja Kara memekik karena sangat senang saat handphone itu terbuka. Namun kesenangan itu tidak bertahan lama karena handphone Deka tampak normal dan tidak mencurigakan.
Kara hampir menyerah jika saja matanya tidak melirik ke salah satu ikon bertuliskan galeri. Ketika membukan galeri, Kara juga tidak menemukan keanehan apapun selain foto Deka dan sahabatnya serta anggota Bruiser.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shattered Dreams (END)
Teen Fiction𝙆𝙖𝙬𝙖𝙣𝙖 𝙍𝙖𝙝𝙚𝙣𝙖𝙯𝙪𝙡𝙖, 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘨𝘢𝘥𝘪𝘴 𝘤𝘢𝘯𝘵𝘪𝘬 𝘣𝘦𝘳𝘱𝘪𝘱𝘪 𝘤𝘩𝘶𝘣𝘣𝘺, 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘵𝘦𝘳𝘫𝘦𝘣𝘢𝘬 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘩𝘶𝘣𝘶𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘴𝘦𝘩𝘢𝘵 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘵𝘰𝘭𝘢𝘯 𝘑𝘢𝘺𝘢 𝘕𝘶𝘴𝘢, 𝙕𝙚𝙪𝙨𝙖𝙙𝙚𝙠�...