POV Deka!Beberapa hari sebelum Deka dan Kara bertemu...
Jujur aja gue udah muak mendengar permintaan Aileen untuk bertemu dengan Kara. Semenjak Aileen tahu perasaan gue yang sebenarnya sama Kara, dia terus berusaha membujuk gue.
Hanya karena gue cinta itu bukan berarti kebencian yang ada di dalam hati gue hilang gitu aja. Kalau boleh jujur, rasa cinta yang ada di hati gue buat Kara enggak pernah lebih besar dari rasa benci.
Jadi gue enggak akan pernah sudi untuk bertemu dengan Kara. Gue rasa akhir tanpa bertemu lebih baik untuk kita. Gue cinta tapi gue udah enggak mau ketemu sama Kara lagi karena itu hanya akan memperburuk perasaan gue.
“I can’t and don’t want to meet Kara, Ai. My story with her pretty much ends like this.” Tolak gue untuk yang ke sekian kalinya.
Mendengar penolakan gue, raut wajah Aileen terlihat kecewa tapi itu enggak akan merubah keputusan gue. Kalau Aileen bisa terus-terusan membujuk gue maka gue juga akan terus menolak permintaan itu.
“Berakhir?” tanya Aileen dengan wajah frustrasi. “Hidup Kara hancur, Ka! Semuanya berakhir cuma untuk kamu sedangkan Kara akan terus menderita. Apa kamu enggak kasihan sama Kara?”
“Aku tetap enggak bisa, Ai!”
Rasa kasihan itu cuma akan membuat gue lemah dan luluh. Jadi gue enggak pernah menggunakan perasaan itu untuk Kara. Gue akui kalau tindakan gue sudah kelewat batas tapi menyesal pun enggak ada gunanya. Itu yang selalu gue tanam di dalam hati.
“Apa yang membuat kamu gak bisa?” gue terdiam melihat amarah yang terpancar jelas di wajah Aileen. “Takut kalau ternyata kamu enggak bisa memperlakukan Kara dengan jahat lagi atau takut kalau sampai Kara tahu perasaan kamu yang sebenarnya?”
Gue memalingkan wajah, “Not both.” Jawab gue singkat.
“Why Deka? Apa alasannya?”
“Aku udah bilang alasannya dari awal, Ai. Kisah antara aku dan Kara cukup berakhir seperti ini! Aku enggak mau terlibat hubungan apapun lagi sama Kara!!” tegas gue.
Tatapan Aileen terlihat tidak percaya dengan apa yang baru aja gue katakan. Tapi gue benar-benar enggak mau terlibat hubungan yang lebih rumit lagi sama Kara. Semuanya cukup berakhir seperti ini.
“Kamu egois, Ka!” gue enggak bisa membantah ucapan itu sama sekali. “Yes, I am.” Ucap gue yang membuat Aileen semakin marah.
Namun, ketika Aileen mau membalas ucapan gue, suara ketukan pintu menghentikannya. Gue dan Aileen saling pandang satu sama lain sampai akhirnya gue buka suara.
“Masuk.” Titah gue.
Seorang pelayan wanita masuk ke dalam kamar gue dengan kepala menunduk. “Maaf mengganggu waktu Tuan dan Nona muda tapi di bawah ada seseorang yang ingin bertemu dengan Tuan muda.”
“Siapa?” tanya gue.
“Tuan Arsenio Lamont dan Nyonya Jessica Heera.” Jawaban pelayan itu membuat tubuh gue tegang.
Gue menatap Aileen yang terlihat terkejut juga. Tampaknya ini bukan bagian dari rencana Aileen karena dia pasti tahu kalau kedatangan Arsenio hanya akan membuka luka lama gue.
Luka lama yang terus menghantui gue sampai sekarang. Gue enggak pernah mau melihat Arsenio menginjakkan kaki di rumah ini lagi karena kedatangannya hanya akan membuat gue ingat tentang perselingkuhan menjijikkan itu.
Perselingkuhan antara Papa Kara dan Mami gue. Perselingkuhan yang terus menjadi mimpi buruk gue sampai sekarang. Hal paling menjijikkan yang enggak bisa gue lupakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shattered Dreams (END)
Teen Fiction𝙆𝙖𝙬𝙖𝙣𝙖 𝙍𝙖𝙝𝙚𝙣𝙖𝙯𝙪𝙡𝙖, 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘨𝘢𝘥𝘪𝘴 𝘤𝘢𝘯𝘵𝘪𝘬 𝘣𝘦𝘳𝘱𝘪𝘱𝘪 𝘤𝘩𝘶𝘣𝘣𝘺, 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘵𝘦𝘳𝘫𝘦𝘣𝘢𝘬 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘩𝘶𝘣𝘶𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘴𝘦𝘩𝘢𝘵 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘵𝘰𝘭𝘢𝘯 𝘑𝘢𝘺𝘢 𝘕𝘶𝘴𝘢, 𝙕𝙚𝙪𝙨𝙖𝙙𝙚𝙠�...